Viora menguap lebar saat membuka pintu kamar. Berdecak pelan karena tidur paginya diganggu. Siapa lagi yang datang ke rumahnya di pagi buta?
Dengan langkah malas ia menuju pintu rumah dan membukanya. Nampaklah sosok Saren yang tersenyum lebar.
"Pagi Vi!" seru pria itu membuat Viora berdecak malas.
"Ngap..."
"Mau kembaliin ini. Gue nemu kolong tempat tidur." Saren menyela Viora yang hendak mendumel. Segera wanita itu mengambil ponselnya. Lalu bergumam oh. Hendak menutup pintu rumah, tapi Saren menahannya bahkan ingin masuk ke dalam membuat Viora melotot.
"Mau apa lo?!" Viora menjitak kening Saren membuat Saren mengaduh sakit dan mundur ke teras.
"Sarapan. Gue belum sarapan."
"Lo pikir di rumah gue ada makanan? Gue aja baru bangun," Viora berdecak pelan. Ia merasa lapar karena membahas makanan.
Melihat Viora memegang perut membuat Saren mengulum senyum. "Lo mau bubur ayam, gak? Gue pesenin, ya?"
"Oke. Dua," jawab Viora cepat. Saren tersenyum, hendak melangkah masuk lagi, tapi Viora mendorong pundaknya. "Gak boleh masuk. Duduk di situ aja," Viora menunjuk kursi di teras membuat Saren pun duduk di sana.
Viora kembali masuk untuk buang air kecil dan membasuh wajahnya. Mengikat rambutnya tinggi, ia keluar kembali ke teras rumah. Menemukan Saren dan juga orang yang mengantar bubur ayam.
"Kembaliannya ambil aja Pak."
"Makasih Mas." Orang itu pergi. Viora duduk di kursi kosong, langsung mengambil dua bagian.
"Santai aja. Gak bakalan ada yang rebut kok." Saren tertawa geli melihat tingkah Viora.
"Bukannya kemarin lo sakit, ya?" Tawa Saren berhenti, ia menatap lamat Viora yang sibuk mengaduk bubur ayam di hadapannya.
"Udah sembuh karena kemarin lo nemenin gue."
Viora menoleh pelan, menatap datar Saren. "Sekali lagi lo ngomong jijik, gue tusuk leher lo pake sendok."
Saren tertawa. "Emangnya kenapa sih? Takut baper, ya?"
"Gue jijik dengernya!" Viora mendengus pelan. Ia pun melarang Saren untuk bicara lagi karena ia ingin fokus makan. "Ah lo belum bayar gue..."
"Tapi kemarin kita gak ngapa-ngapain deh?"
Sendok langsung dipukulkan ke kepala Saren membuat Saren menjerit tertahan merasakan kepalanya berdenyut usai dipukul.
"Lo pikir gue cewek apaan, kampret! Maksud gue bayaran karena gue udah bersihin dan rapihin apartemen lo!" ujar Viora kesal, tidak mempedulikan Saren yang menggerutu karena kepalanya sakit setelah dipukul sendok. Padahal Viora tidak terlalu keras memukulnya, Saren saja yang berlebihan.
"Kan kemarin udah. Lo makan sushi tei terus pagi ini bubur ayam."
Viora terdiam lalu mengangguk. "Oh oke."
Saren pun mulai memakan buburnya. Kepalanya tersusun sebuah rencana. "Vi, gimana kalau lo bersih-bersih di apartemen gue? Bayarannya terserah lo mau minta apa." Saren tersenyum lebar menatap Viora yang kembali menatapnya.
"Gak. Terima kasih."
"Ayolah Vi!" Saren merengek dengan lancang memeluk lengan Viora membuat Viora menghunuskan tatapan tajam pada pria itu.
"Lepasin!" desis Viora. Tapi Saren tidak mengacuhkan, bahkan pria itu mencium lengannya lalu menjilatnya membuat Viora memekik kesal.
Segera Saren berlari ke arah mobilnya, masuk ke sana. Menurunkan kaca mobilnya menatap Viora yang sibuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk memukulnya. "Gue pergi nyari duit dulu, Sayang! Bye!"
"Sini lo kampret!!" ujar Viora galak. Tapi Saren segera melajukan mobilnya. "Ketemu gue! Habis lo!"
***
Langkah Saren berhenti saat memasuki lobi kantornya, kemudian mundur ke belakang. Tatapannya ke arah coffee shop yang ada di sana. Kemudian ia masuk ke sana.
"Pagi bro. Bagi dong." Saren merangkul pundak kakak sepupunya tersebut lalu merebut cup kopi dari tangannya.
"Lo lupa gue siapa?" Saren tersenyum menyebalkan melihat tatapan kesal sepupunya tersebut.
"Maaf Pak. Tapi ini buat gue, kan?"
"Pesen aja lo," ujar Iyo kesal lalu merebut kembali kopinya. Perbedaan usia mereka memang terlampau jauh, tapi tidak ada sikap segan Saren padanya, malah menganggapnya seperti orang yang sepantaran dengannya.
Saren memanggil pelayan dan memesan kopi. Lalu kembali menatap Iyo yang menikmati kopi seraya matanya fokus ke layar tablet di hadapannya.
"Mas, bagi tips dong."
"Tips apaan?" Iyo menatap Saren yang menyengir lebar.
"Menaklukan hati perempuan."
Iyo tertawa mendengar Saren. Lalu menatap meledek pria itu. "Bukannya lo PK?"
Saren berecak pelan. "Maksud gue hati perempuan yang gak gampang baper gitu." Saren mencondongkan tubuhnya ke arah Iyo. "Kayak lo Mas sebelum nikah sama Mbak Kirana. Bukannya dia gak langsung nerima lo, kan?"
"Ah gitu..." Iyo mengangguk paham. "Pepet aja terus. Bikin dia baper terus. Lo udah ungkapin perasaan lo, gak?"
"Udah Mas. Baru aja semalem."
"Responnya?"
"Dia nyolok mata gue."
Iyo tertawa mendengar jawaban Saren. Adik sepupunya itu kini memasang ekspresi suram.
"Emang orangnya kayak gimana?"
"Gak sama kayak Mbak Kirana yang lemah lembut, Mas." Saren terdiam sejenak. "Kayak mantan pacar lo."
Iyo kembali tertawa seraya menggeleng pelan. "Waduh, susah tuh."
"Kan?" ujar Saren lemah.
"Ngebet banget ya lo mau sama dia?" Iyo menatap Saren dengan pandangan geli.
"Gue udah lama suka sama dia, Mas. Sekalinya gue ada kesempatan buat deketin dia, dianya malah susah didapat."
"Ya udah lo langsung lamar aja. Lagian umur lo yang sekarang gak cocok lagi buat pacaran!"
Saren mendelik malas pada Iyo. "Kalau gue ditolak?"
"Ya nyari aja yang lain. Mau gue kenalin sama cewek, gak?"
"Lo masih main cewek, Mas?" Iyo berdecak kesal menendang kaki Saren.
"Enggak lah bego! Gue setia sama bini."
Saren tertawa. "Gak nyangka gue Mas denger kata 'setia' dari mulut lo."
"Dan gue gak nyangka denger lo yang mau serius sama cewek."
Keduanya tertawa.
"Harus lah Mas. Gue udah capek diomelin Mami mulu tentang pernikahan. Lo pernah ngalamin, kan?"
Iyo mengangguk pelan. Direcoki tentang pernikahan tentunya hal yang memuakkan.
"Tuh, lo gak mau sama dia?" Saren mengikuti arah pandang Iyo, letak salah satu karyawati masuk ke coffee shop tersebut. Cantik.
Lalu Saren kembali menatap Iyo. "Dadanya kurang gede, Mas."
Iyo menoyor kepala Saren dan mereka kembali tertawa.
***
See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
30/10/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Enemies Be Lovers
Romance•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di suguhi pertanyaan 'Kapan Nikah?'. Tidak akan teradi perang dunia ketiga jika ia tak menikah, bukan? Usi...