"A'! Aaaa!!!"
June berteriak saat Mama menepuk lengannya yang kini diberi penyangga untung menopangnya. Bukannya memberikannya pelukan hangat, Mama malah mengomelinya, padahal June baru saja kecelakaan. Luka robek dipundaknya membuatnya mendapat dua puluh jahitan.
"Ini lengannya gak beneran patah kan, Vin?" tanya Mama pada Malvin, suami dari keponakannya, juga dokter tulang yang memeriksa keadaan lengan June.
"Gak pa-pa Tan. Lukanya cuma di pundak saja. Tapi kalau Dami ngerasain sakit yang berlebihan bisa langsung kasih tau saya."
June hanya mengangguk, tidak lupa berterima kasih pada suami Auri yang datar itu. Kemudian pria oriental itu pamit untuk keluar.
"Pak Junaidi tau, Ma?" Kini June bertanya pada Mama. Kalau Papa tau bisa-bisa pundaknya yang diremas Papa.
"Tau. Mas mu yang ngasih tau. Kan Mama selalu ngomong kalau bawa motor itu pelan-pelan aja yang penting selamat sampai tujuan. Gak usah balap-balap karena gak ada yang ngejar kamu!"
"Mas Damar cepu banget!" June mendengus pelan. Kakaknya itu keterlaluan sekali, kenapa malah bilang ke Papa.
"Ya walaupun Mas mu gak ngasih tau, Papa bakal tetep tau."
"Karena Mama, kan?"
Mama hendak memukul lengannya lagi, tapi segera June berteriak membuat Mama berdecak kesal.
"Mama udah ngabarin di grup keluarga, gak?" tanya June seraya menyengir.
"Ngapain?"
"Biar Tante-Tante sama sepupu datang jenguk aku. Jangan lupa suruh mereka bawa banyak makanan." June tertawa saat Mama memberinya cubitan di pahanya membuatnya meringis pelan saat merasakan tarikan pada pundaknya yang sudah dijahit.
"Kamu jangan gerak terus. Nanti jahitan mu lepas."
"Jahitan sekarang gak kayak dulu Ma. Gak bakal lepas."
"Ya tetep aja kamu gak boleh banyak gerak. Dibilangin malah ngeyel."
Suara ketukan pintu membuat perhatian mereka beralih dan pintu terbuka menampakkan sosok Viora.
"Tante," sapa Viora pada Mama June lalu menatap June menatap pundak hingga lengan June diperban dan menggunakan penyangga. Lalu area bawah tubuh June yang baik-baik saja.
"Gue kira parah," ujar Viora datar menatap June yang menyengir. Beberapa saat yang lalu sesaat June digotong ke rumah sakit pria itu menelponnya. Berteriak seakan nyawanya ingin dicabut.
Harusnya Viora tau kalau temannya yang satu itu suka berlebihan.
"Emang dia lebay, Vi." June melongo menatap Mama, apalagi saat Viora tertawa.
Astaga! June lagi sakit, tapi mereka seakan menginginkan luka yang dialami June harus parah. Mungkin jika June geger otak barulah mereka menangis.
"Jangan bilang dia sengaja, jatuhin diri biar gak masuk kerja dan banyak yang jengukin, Tan" Viora menambahkan membuat June berdecak pelan melihat kesal dua perempuan yang tertawa tersebut.
Lalu Mama pamit untuk pulang sebentar mengambil pakaian karena terlalu panik tadi hingga tak sempat mengambilnya. Berujar pada Viora agar menemani June sebentar.
"Temenin Dami sebentar ya, Vi? Tante sebentar aja kok. Kalau dia ngeyel, geplak aja kepalanya."
"Siap Tan!" ujar Viora. Setelah Mama June keluar ia kembali menatap June dan terkikik. "Gue tadi hampir nanya nyokap lo, 'Dami siapa?' saking udah lamanya gue manggil lo June."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Enemies Be Lovers
Romansa•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di suguhi pertanyaan 'Kapan Nikah?'. Tidak akan teradi perang dunia ketiga jika ia tak menikah, bukan? Usi...