Bagian 32 : Mulai Terbiasa

2.8K 431 8
                                    

Usai dari menagih uang kos, Viora kembali ke rumah. Turun dari motor begitu saja tanpa menatap Saren. Merasa dongkol karena pria itu menggodanya terus menerus, meski ia selalu berikan pukulan atau cubitan, Saren tidak berhenti.

Viora memutar tubuh sebelum membuka pintu, Saren langsung berhenti melangkah tepat di hadapannya. Menatap tanpa ekspresi pria itu yang malah menyengir.

"Mending lo pulang."

"Gue laper. Masakin dong."

"Ck! Beli aja sana makanan!"

"Gue pengen makanan rumahan gitu."

"Noh nasi padang atau gak warteg. Gak usah banyak alasan lo mau lama-lama sama gue!"

Saren cemberut, ia memasang wajah memelas. "Tadi siapa yang beliin lo bensin?"

Viora menganga lalu berdecak pelan. "Perhitungan banget si lo jadi pa..." Viora langsung membungkam mulutnya. Tidak melanjutkan perkatannya. Sementara Saren kembali tersenyum cerah.

"Pacar, ya?" Lalu tertawa geli.

"Ya udah. Lo pergi beli telur di warung depan sana." Setelahnya Viora masuk ke dalam rumah.

"Berapa biji, Sayang?" teriak Saren dengan tawanya yang pelan.

"Sepuluh! Dua digoreng sisanya gue lemparin ke kepala lo!"

Saren tertawa, meski agak ngeri jika Viora melakukan apa yang dikatakan wanita itu. Jadi, ia hanya membeli dua telur.

"Kok cuma dua?" tanya Viora membuat Saren menyengir.

"Nanti lo beneran mau lemparin ke gue."

"Kagak! Cepet sana beli delapan lagi!" Bagai anak kecil yang dimarahi ibunya, segera Saren berlari, kembali ke warung untuk membeli telur.

***

Sedari tadi Saren hanya diam mengamati Viora yang cekatan memasak. Meski hanya telur, tapi wanita itu membuat menu yang baru Saren lihat sepanjang hidupnya. Telur dadar krispi. Juga telur geprek sambal matah. Ia pikir hanya ada ayam geprek saja.

Meski sederhana, tapi Saren menyantapnya dengan lahap. Kalau setiap hari dimasakkan seperti ini, pastinya perut roti sobek Saren berubah jadi roti bantal.

"Gue mau tiap hari lo masakin gue."

"Ogah banget. Gue aja malas buat masakin diri sendiri."

Saren melongo di tempatnya, ia meneguk air lalu menatap penuh Viora. Setelah mengingat-ingat, Viora memang selalu makan masakan langsung jadi, jarang sekali ia melihat Viora memasak. Pun Viora tidak pernah bosan jika ia membeli makanan dari luar.

"Jadi lo jarang masak?"

Viora mengangguk pelan. Lalu menegkkan kepala, menatap tajam Saren. "Lo jangan ngerasa spesial karena gue masak hari ini!"

"Dih apaan? Kok mikirnya gitu?" Saren tersenyum geli melihat wajah Viora memerah. Ia kembali minum.

Viora segera menghabiskan makanannya, lalu berdiri. "Jangan lupa cuci piring!"

Saren mengacungkan jempolnya tanda setuju kalau ia protes, nanti Viora menendangnya keluar.

Usai cuci piring, ia bergabung dengan Viora di depan televisi. Wanita itu sedang mengemil membuat menggeleng pelan. Padahal Viora tadi makannya banyak terus ngemil. Yang membuat Saren takjub karena Viora tidak merasa cemas jika nantinya gemuk.

"Ngapain lo lihatin gue mulu?"

"Daripada lihatin di luar lagi mendung, nanti hati gue ikutan mendung." Segera Viora menatap ke arah jendela, ternyata benar mendung. Berdiri dari duduknya ia keluar ke pintu belakang untuk memungut jemuran.

"Ren, ambil keranjang yang warna putih!"

Segera Saren beranjak, mengambil keranjang yang di maksud Viora. "Lo kan punya laundry sendiri, ngapain nyuci sendiri?"

"Gue gak suka orang lain nyuci baju gue," ujar Viora kembali meraih baju yang ada di penjemuran lalu menaruhnya ke dalam keranjang yang di pegang Saren.

Lalu mereka masuk. Kembali duduk dan tidak berapa lama, hujan mulai turun.

Keduanya larut dalan tontonan. Hingga Viora menoleh menatap Saren yang ternyata tidur dengan posisi duduk bersandar. Diam mengamati pria itu.

Pria yang dulunya selalu mengganggunya. Ah bahkan sampai sekarang. Bedanya, dulu Saren mengejeknya, memanggilnya 'Fiona' terus-menerus karena badannya yang gemuk, tinggi besar. Lalu sekarang...

Awalnya ia merasa cukup terganggu, tapi entah kenapa perlahan ia tidak merasakan hal itu lagi. Malah akan mencari-cari juga menunggu jika Saren tak menampakkan diri, merecoki harinya. Rumahnya yang dulu terasa sepi karena memang ia menyukai suasana tenang, terasa begitu ramai saat pria itu datang dan perlahan tidak menyukai kesepian lagi.

Viora telah terbiasa dengan kehadiran Saren dan segala kebawelan pria itu dan ia merasa nyaman.

Apalagi dengan sikap pria itu yang tidak kurang ajar. Seperti halnya, ia tau jika Saren pria yang brengsek. Tapi, sekalipun tidak pernah menatapnya dengan mesum, pun tidak pernah mengambil kesempatan untuk melakukan skinship padanya.

Viora kembali teringat, Saren tidak seperti itu di awal pertemuan mereka setelah sekian lama. Saren barulah bersikap seakan 'menjaga jarak' darinya, setelah mereka berada di hubungan seperti ini. Setelah ia mengutarakan jika ia merasa merinding jika Saren terlalu bersikap manis ataupun mesum.

Apa pria itu tau jika ia pernah mendapat pelecehan verbal saat ia bekerja dulu?

Suara guntur yang bergemuruh hebat membuat Viora tersentak begitupun Saren. Keduanya bertatapan.

Saren melenguh pelan, seraya mengusap kedua matanya.

"Kalau lo mau tidur, mending di kamar tamu sana," ujar Viora pelan lalu beranjak untuk mematikan televisi.

"Gue pulang aja." Viora memutar tubuhnya, menatap Saren yang kini berdiri.

"Hujan," gumam Viora seraya membuang pandangan ke arah jendela.

"Kan gue naik mobil." Viora hanya diam. Saren pun pamit, lalu melangkah keluar.

Viora kembali menatap Saren yang kini memasang sepatu di kaki kirinya. Lalu mengambil sepatu sebelah kanan. Tapi, pria itu tidak memasangnya, melainkan menegakkan kepala untuk menatapnya.

"Apa susahnya sih bilang, 'Jangan pulang dulu?'." Saren mengulas senyum tipis melihat ekspresi Viora yang tersentak.

"Kalau gue bilang, lo gak bakal pulang?"

Dan gantian Saren yang tersentak. Tidak percaya jika Viora benar-benar mengatakannya.

"Enggak lah," balas Saren pelan. Suaranya teredam hujan yang masih deras.

Viora melirik hujan. "Enaknya hujan-hujan gini makan mie rebus, ya?"

Saren tertawa, ia melepas sepatunya. "Kayaknya roti sobek di perut gue bakalan hilang deh kalau sama lo."

"Hah?"

Tangan Saren terulur untuk mengacak rambut Viora. "Giliran gue yang masak mie. Oke?"

Masuk ke dapur meninggalkan Viora yang diam mematung seraya memegang dadanya yang bertalu-talu.

Pasti ini efek gemuruh guntur tadi, kan?

***

Masih aja ngeles Vi🤭

See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
20/11/21

Bittersweet Enemies Be LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang