LH: 03

850 44 0
                                    

Assalamualaikum
Mana, nih, suara yang baca "Lentera Hati"?
Jazakumallahu khairan katsiran❤
Selamat membaca
Hati-hati typo
Oiya gais. Di bawah ada bahasa jawabanya. Nanti aku translate di akhir cerita, ya?

***

Setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Itulah yang Anin tau dari surah Al Insyirah ayat lima. Allah memberikan pihan sulit, tetapi Allah juga memberikan yang terbaik. Skenario yang Allah buat bukanlah semata-mata untuk menyesatkan umat-Nya, melainkan untuk membuat mereka lebih kuat dan selalu berada di jalan-Nya.

"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."

Semua sudah diatur dengan sebaik-baiknya oleh Sang Maha Kuasa. Apa pun yang menjadi takdir, harus bisa diterima dengan ikhlas. Dunia ini seperti roda yang berputar. Tidak selamanya kebahagiaan selalu berpihak kepada kita.

Sekarang Anin sudah bersiap untuk pergi ke pesantren. Ia memakai gamis merah marun dengan hijab hitam menutupi kepala hingga dadanya. Terlihat simpel, tetapi elegan. Untuk terakhir kalinya sebelum ia berangkat ke pesantren, ia mengecek gawainya.

Beberapa chat masuk dari teman-temannya. Ia menjawab seperlunya. Kembali untuk terakhir kalinya, ia meminta maaf dan mengucapkan terima kasih di room chat grup kelas 11 MIPA 1. Setelah itu, ia mematikan daya gawainya lalu menyimpan di laci meja belajarnya.

Kakinya melangkah menuju ruang keluarga sembari menggeret koper ukuran sedang. Atensinya terkunci pada pemuda jangkung yang duduk santai di sofa sembari memakan camilan.

"Abang!"

Anin menubruk badan Arif lalu mendekapnya erat. Ia tidak tahu jika Arif akan pulang tepat di saat ia akan berangkat ke pesantren. Pasalnya, Arif tidak akan pulang jika tidak libur semesteran.

"Aduh, Adek makin cantik aja. Cie ... mau masuk pesantren," godanya dengan mencubit pipi gembul Anin.

"Aw, sakit tau. Iya, dong, mau masuk pesantren. Awas, loh, nanti Abang kangen sama aku."

"Idih, pede banget kamu."

"Udah, udah. Anin ayok berangkat, Arif juga ikut. Kangen-kangenannya nanti aja di mobil."

"Siap!" jawab mereka serempak.

Arif membawa koper menuju mobil. Anin pun sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Dalam perjalanan, tidak ada kesunyian. Perdebatan Anin dan Arif sangat dominan dibandingkan suara dari orang tuanya.

Perjalanan menuju pesantren cukup jauh. Sekitar lima jam yang harus ditempuh. Rumah Anin berada di daerah perkotaan, sedangkan pesantren yang ia tuju berada di kawasan desa. Tiga jam perjalanan, Anin pun tertidur di bahu Arif sebab lelah berdebat dengan sang abang.

***

Di sebuah pesantren tengah ada kegiatan kerja bakti. Semua santri dan santriwati Pesantren Al Ikhlas saling membantu membersihkan kawasan pesantren. Kegiatan ini rutin dilakukan di sana setiap hari Sabtu.

Terlihat semua orang tengah sibuk pada kegiatan. Termasuk seorang pemuda yang tengah memunguti sampah dengan gerobak. Peluh mengalir melalui pelipisnya. Bahkan bajunya sudah lusuh.

"Sampun, Gus. Kulo mawon. Gus sampun keringatan kados niku," ucap salah satu santri kepada Gus Rafa.

"Yaudah, saya ke ndalem dulu, ya."

"Njeh, Gus. Monggo."

Gus Rafa adalah anak kedua dari Kiai Abdullah-pemilik Pesantren Al Ikhlas. Berumur dua puluh tahun yang kini bekerja mengurus usaha kafe membantu usaha sang abi. Kiai Abdullah bukan hanya pemilik pesantren, tetapi juga memiliki beberapa kafe di daerah perkotaan.

Lentera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang