LH: 04

784 44 0
                                    

Assalamualaikum
Gimana kabarnya?
Semoga selalu sehat, ya, Amiinn.
Semoga selalu betah juga baca Lentera Hati
Jangan erhenti di tengah part!
Okey, terima kasih yang sudah baca
Jazakumallahu khairan katsiran❤

Semoga selalu betah juga baca Lentera HatiJangan erhenti di tengah part!Okey, terima kasih yang sudah bacaJazakumallahu khairan katsiran❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok kayak kenal suaranya. Tunggu-tunggu, Akhi yang nolongin ana waktu enggak bawa uang di tempat percetakan bukan?"


"Ingatan ana bagus juga. Kenapa? Sekarang lupa bawa uang lagi?"

"Bukan gitu, sekarang 'kan enggak lagi beli. Atau Akhi mau saya ganti uangnya?" tanya Anin. Ia takut sewaktu-waktu peristiwa itu akan terulang lagi.

"Boleh, sepuluh kali lipat gantinya."
Anin terkejut, ia membulatkan matanya dan menggeram kecil. Bisa-bisanya pemuda di depannya ini meminta ganti sepuluh kali lipat. Padahal harga untuk mencetak proposal hanya lima ribu, jika sepuluh kali limat ia harus membayar lima puluh ribu. Tidak-tidak, Anin tidak akan membayar itu.

Lagipula, sekarang Anin juga tidak membawa uang. Jikalau bawa pun ia memilih untuk berjajan makanan saja dari pada harus menyerahkan uang itu pada pemuda di hadapannya.

"Antum mau meras ana? Enggak ikhlas bantuin ana?"

"Siapa bilang?"

Sungguh, pemuda di hadapannya sangat menyebalkan. Untung saja ia masih memiliki stok kesabaran yang banyak. Kalau tidak, mungkin ia sudah menonjok wajah tampan pemuda itu.

"Kok kamu ngeselin," ujar Anin seraya menggerutu seba.

"Anin, Rafa ada apa ini!"

Anin dan dan pemuda yang ada di hadapannya menolehkan kepala ke arah suara. Ada orang tua Anin dan Gus Rafa berjalan mendekat ke arah mereka. Anin memundurkan langkahnya untuk menjaga jarak dengan Gus Rafa.

"Loh, Anin, baju kamu kok kotor?"

"Tadi Anin jatuh, Umi. Anin takut sama kucing, tapi kucingnya ngejar Anin terus," jelas Anin menunduk malu. Biasanya orang-orang akan menyukai kucing karena lucu. Berbeda dengan Anin yang malah takut kucing.

Terlihat Gus Rafa menahan tawa. Kucing itu juga masih berada digendongan Gus Rafa. Anin yang melihat itu pun hanya mendengkus sebal. Rasanya ia ingin menendang Gus Rafa ke pluto agar tidak ada lagi lelaki menyebalkan seperti dia.

"Rafa, panggil adikmu. Suruh Maira nganterin Anin ke asrama."

"Iya, Bi."

Rafa meninggalkan kerumunan dengan kucing masih digendongannya. Mungkin ia menyukai kucing. Itulah yang ada dipikiran Anin. Padahal Anin sudah bergidik ngeri terlebih dahulu.

Tidak menunggu lama, Maira pun datang. Gadis itu seusia Anin. Wajahnya cantik, tingginya pun tidak jauh dari Anin. Bahkan jika disandingkan, mereka terlihat seperti anak kembar.

Lentera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang