LH: 23

486 20 0
                                    

Assalamu'alaikum
Selamat membaca!
Warning: Saya mgantuk jadi belom diteliti lagi tulisannya.

Assalamu'alaikumSelamat membaca!Warning: Saya mgantuk jadi belom diteliti lagi tulisannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan deras seusai pemakaman ayah Dini menambah kesan duka. Anin yang sudah tidak kuat dingin pun memilih untuk cepat pulang dan mengganti pakaiannya. Ia pamit kepada Dini terlebih dahulu. Untung saja ia mengerti kondisi fisiknya yang tidak kuat dengan dingin.

Anin menghadang kendaraan umum di halte dekat rumah Dini. Kebetulan pemakamannya juga tidak jauh, jadi ia bisa menuju halte dengan cepat. Setelah lima menit menunggu, akhirnya angkutan umum datang. Sembari menunggu sampai rumah, ia melantunkan salawat dengan lirih agar tidak mengganggu pendengaran penumpang lainnya.

"Adek kedinginan, ya?" tanya salah satu penumpang yang ada di sampingnya.

"Iya, Bu. Tadi kehujanan."

"Kebetulan Ibu bawa minyak kayu putih. Ini, Dek, biar enggak masuk angin."

"Terima kasih, Bu." Anin menerima minyak kayu putih itu. Menaruhnya sedikit di telapak tangan, lalu mengoleskan ke leher agar terasa hangat.

Sepuluh menit berada di angkot, ia pun sampai di rumahnya. Ia berpamitan kepada semua penumpang dan mrmbayar ongkos. Dengan langkah cepat, ia menuju rumah. Karena suasana masih hujan, jadilah bajunya semakin basah.

"Assalamualaikum!" seru Anin sembaru mengetuk pintu beberapa kali.

Ia mendengar jawaban dari dalam. Tak lama kemudian, pintu terbuka. Anin mengerutkan keningnya, sejak kapan kakaknya pulang? Padahal kemarin saat ia pulang juga kakaknya belum ada di rumah.

"Kapan pulang?"

"Tadi pagi, udah nanti aja nanyanya. Sana mandi, abis dari kuburan, basah kuyup pula."

"Iya, Abang cakep," jawab Anin. Ia menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Badannya sudah bergetar kedinginan.

Usai membersihkan diri, ia duduk di depan meja riasnya. Menyisir rambut yang basalah lalu mengeringkannya dengan hairdyer, setelah agak kering ia menyisirnya lagi agar rapi.

Ia merasakan suhu badannya meningkat. Sudah biasa jika ia terkena hujan, matanya pun mulai panas. Bukan karena sedih dan ingin menangis, tetapi karena suhunya yang meningkat. Sudah biasa jika ia deman, maka ia akan mengeluarkan air mata.

Sakit adalah suatu keadaan di mana manusia tidak berada dalam keadaan baik-baik saja. Namun, Anin tidak pernah membenci sakit, terutama demam. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya penyakit demam (panas) adalah berasal dari panas neraka jahanam. Karena itu, dinginkanlah (kompres) dengan air," H.R. Iman Al-Bukhari.

Sebab waktu masih menunjukkan pukul sebelas, ia berniat tidur untuk mengurangi pening di kepalanya. Demam membuatnya pening dan kepala teras berat. Sebelumnya, ia menyetel alarm setengah satu siang agar tidak terlambat salat duhur.

***

"Umi, buat apa maksud banyak?" tanya Arif pada sang umi yang masih berkutat di dapur.

Umi Tania melirik anaknya yang tengah duduk manis di kursi meja makan sembari memakan gorengan yang tersaji. Refleks, ia mengetuk tangan Aruf dengan sendok sayur di tabgannya. Makanan itu seharusnya untuk tamu yang akan datang.

Arif meringis, sebenarnya tidak sakit, tetapi ia berpura-pura di depan sang umi. Umi Tanis berkacak pinggang melihat kelakukan sang anak. Sudah mau dua puluh tahun, tetapi masih seperti anak kecil.

"Jangan dimakan, Bang. Sebentar lagi ada tamu."

"Tamu siapa?" tanya Arif penasaran.

"Calon mantu."

"Wah, Arif mau dijodohin, Mi? Enggak-enggak. Arif udah punya wanita pilihan. Jangan jodohin Arif, Mi," pintanya sembari bergelayut di lengan umi.

Melihat tingkah anaknya, Umi Tania sebal. Pasalnya ia belum selesai memasak. Jika masakannya gosong karena konsentrasinya dirusuhi oleh Arif 'kan tidak lucu.

"Lepasin dulu, Bang. Umi susah masaknya. Lagian siapa juga yang mau jodohin, Abang," sewot Umi Tania tidak tahan melihat tingkat kepercayaan diri anaknya yang sangat tinggi.

"Terus siapa yang—"

"Jangan gangguin Umi masak, Rif," titah Abi Herman dari lantai atas. Ia tidak sengaja mendengar kericuhan di dapur sehingga berinisiatif untuk melihat apa yang tengah terjadi.

Setelah mendapat acungan jempol dari Arif, Abi Herman menuju kamar Anin untuk mrngecek kondisinya. Ia tahu bahwa pulang dari takziyah tadi putrinya hujan-hujanan. Sekarang ia khawatir Anin akan sakit sebab ia tidka kuat dingin sedari kecil.

Manusia punya kelebihan dan juga kekurangan. Mau orang itu multitalenta pun pasti mempunyai kekuaran entah pada bidang apa. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milih Allah.

Segala sesuatu diciptakan sesuai porsinya masing-masing. Jika memiliki kekurangan, gunakan kelebihan untuk menutupi kekurangan. Jadilah terbaik versi dirimu sendiri. Jangan takut mencoba hal baru.

Abi Herman langsung memasuki Anin. Terpampanglah pemandangan putrinya yang tertidur lelap dengan selimut membungkus tubuh mungilnya. Ia menempelkan punggung tangannya ke atas kening Anin. Hangat, itulah yang ia rasakan. Anin melenguh sebab merasa terganggu sehingga ia mencari posisi ternyamannya.

"Abi!" panggil Umi dari lantai bawah.

"Kenapa? Katanya keluarga Kiai Abdullah lagi singgah ke Masjid An-Nur. Sebentar lagi sampai. Oiya, gimana keadaan Anin?"

"Demam, Mi. Biarin dia istirahat aja. Ngomongnya nanti ana, Anin 'kan masih sakit, kasian," ucap Abi Herman diangguki Umi Tania.

"Ngomong apa, Bi?"

Anin datang dengan wajah pucatnya mengagetkan abi dan umi yang berbincang. Seketika mereka bungkam kala atensi mereka menangkap pemandangan Anin.

 Seketika mereka bungkam kala atensi mereka menangkap pemandangan Anin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lentera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang