LH: 20

536 22 0
                                    

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Hallo semuaa. Maaf buat yang nggak nyaman karena typo atau alir ysng kurang menarik. Jadi aku kalo ngetik itu malam dan seringnya sambil ngantuk, kadang aja hp jatoh akunya gak sadar. Jadi mohon maaf banget😭

Oke langsung aja. Happy reading!!!

 Happy reading!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

M

endung mendominasi hari pembagian rapor. Cuaca memang tidak bisa diperkirakan. Tadi pagi mentari masih cerah, tetapi kini matahari meredup bak seseorang yang kehilangan semangatnya.

Sembari menunggu giliran dipanggil oleh Ustazah Nabila selaku wali kelasnya, ia duduk bersama sang umi yang telah sampai di pesantren beberapa menit lalu. Ia cukup gugup untuk mengetahui nilai pencapaiannya belajar selama di pesantren.

"Salma Latifah." Ibu dari Salma maju untuk mengambil rapor Salma. Terlihat Ustazah Nabila memberikan hadiah sebab Salma mendapatkan peringkat satu di kelas. Tentu saja ibu Salma merasa bangga dengan anaknya.

Salma memang gadis kalem dan pintar. Namun, sekali ia marah, kata-kata yang akan ia lontarkan tidak akan main-main. Pernah mendengar istilah omongan lebih menyakitkan dari perbuatan? Salma bisa mewujudkan istilah itu jika seseoarang yang ia sayang mendapatkan perilaku buruk.

"Anindita Keysa." Umi Tania maju ke hadapan Ustazah Nabila, sedangkan Anin masih duduk di tempat dengan tegang. Ia takut hasilnya tidak sesuai dengan ekspetasi dan berakhir membuat abi dan uminya kecewa.

Anin mengerutkan keningnya kala sang umi menerima bungkusan seperti milik Salma, bedanya itu lebih kecil. Umi Tania kembali ke tempat duduk dengan senyum hangatnya. Ia menyerahkan hadiah itu pada Anin. Tertulis "Juara II" membuat ia tersenyum haru.

Setelah semua rapor selesia dibagikan, semua keluar dari kelas. Salma mengajak Anin berfoto. Umi Tania yang akan memoto mereka. Katanya untuk kenang-kenangan kelas sebelas. Dita juga ikut foto. Mereka seperti tiga serangkai yang tidak bisa terpisahkan.

"Umi bawa ponsel Anin, nggak?"

"Jangankan bawa, Umi aja enggak tau kamu nyimpan ponselnya di mana," jawab Umi Tania sembari menampilkan wajah sebal.

Anin terkekeh kecil, "Anin nyimpan di laci meja belajar loh, Mi. Masa enggak ketemu?"

"Umi nyarinya di laci nakas," jawabnya santai membuat Anin menepuk jidatnya pelan. Lagi pula masih dalam ruang kamarnya, tetapi mengapa uminya tidak mencari di laci meja belajarnya juga.

"Pakai ponsel Umi dulu, nih. Umi juga enggak terlalu butuh. Kalau gitu Umi ke ndalem dulu, ya. Mau ketemu Nyai Maisaroh sama lainnya. Permisi dulu, ya semua. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Ia menerima ponsel dari sang umi. Setelah Umi Tania pergi, ia dan teman satu asramanya kembali ke kamar. Hari ini mereka akan kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Mereka mengobrol ria sebelum berpisah.

Lentera HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang