Sepuluh

1K 64 0
                                        

"Biar saya ganti uang anda. Berapa nomer rekening anda. Nanti saya transfer saja." Kata Anggita saat mereka keluar dari mini market. Semua belanjaan Anggita akhirnya dibayar oleh pria yang mengajaknya berdebat itu.

"Kalau anda ingin membayarnya. Silahkan datang saja ke alamat ini." Jawab si pria sambil berlalu pergi. Sebelumnya dia memberikan sebuah kartu namanya pada Anggita.

Anggita masih diam menatap kartu nama itu. Sampai ia tidak menyadari bahwa pria itu sudah pergi dari hadapan Anggita.

"Menyebalkan sekali. Tinggal kasih nomer rekening aja susah amat. Suruh cari-cari alamat lagi. Merepotkan saja. Tau gitu, gue aja tadi yang bayar. Dasar rese..!" Omel Anggita sambil dia berjalan menuju rumah Kanaya.

Sampai dirumah Kanaya. Anggita kaget sekali karna pintu rumah Kanaya sudah terbuka lebar. Ia berfikir sejenak, "rasanya udah gue kunci dah tu pintu. Ngapa jadi kebuka lebar gitu yak...??" Dengan sedikit berlari, ketika sampai di depan pintu rumah Kanaya, dia menyapu pandangannya  keseluruh ruangan siapa tahu ada sosok Kanaya, ia yakin kalau Kanaya pasti pergi memakai motornya. Tapi kenapa diluar tidak ada motornya.

"Nay... Naya... lo udah pulang Nay...??" Teriak Anggita dengan rasa takut. Ia berjalan mengendap-endap berharap bukan maling yang masuk rumah Kanaya.

Naya yang baru keluar dari kamar mandi langsung berjalan menuju Anggita yang masih teriak memanggil namanya.

"Iya... gue udah pulang. Lagian lo kenapa deh jalanya kok ngendap-ngendap gitu. Kaya maling takut ketangkep aja.." suara Kanaya berhasil membuat Anggita jantungan. Ia menoleh keasal suara dengan tangan masih memegangi dadanya.

"Ya Allah... Naya... Naya... lo ngagetin gue aja. Lo kok pulang tapi nggak ada motor diluar. Emang motor lo kemana...???" Tanya Anggita penasaran.

Kanaya terdiam. Dia bingung untuk menjawab pertanyaan dari Anggita. Tidak mungkin kalau dia cerita sebenarnya sama Anggita.

"Oh... itu... motor gue lagi diservis. Mumpung baru dapat bonus. Jadi sekali kali lah manjain si Patrick."

Ngomong-ngomong. Patrick adalah nama motor Kanaya. Entahlah... kenapa Kanaya menamai motor itu dengan nama bintang laut yang ada di film kartun anak.

Yang jelas, Patrick adalah Jaka lara. Motor peninggalan Bapaknya. Padahal motor itu baru dibeli bapaknya 3 bulan sebelum mereka kecelakaan. Bapaknya Kanaya bilang kalau motor ini adalah untuk Kanaya, agar nanti kalau mau berangkat ke kampus, dia tidak usah repot-repot menunggu angkot datang.

Sungguh. Kanaya sangat mencintai dan menyayangi kedua orang tuanya itu. Mereka adalah segalanya bagi Kanaya. Impiannya adalah ingin membahagiakan kedua orang tuanya kelak. Tapi apalah daya jika takdir berkata lain.

Sebelum impiannya terwujud. Mereka sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya.

"Oh ya Git. Maafin gue ya. Lo jadi lama nungguin guenya." Sesal Kanaya.

"Iye gak apa-apa... gue juga tadi habis dari mini market. Belanja bulanan, biasa..."

"Lo tadi katanya mau ngomong sama gue. Mau ngomong apaan..??? Sampe bela-belain nungguin gue segala." Tanya Kanaya yang kini mulai penasaran.

Anggita menaruh belanjaanya diatas meja tamu dan ia duduk disebelah Kanaya.

"Oh... itu... emmm... gue mau bilang kalau kartu keluarga gue udah diperbarui dan nama lo juga masuk. Lo... nggak keberatan kan..???" Cerita Anggita hati-hati.

"Harusnya gue yang tanya kaya gitu Git. Emang keluarga lo, keluarga besar lo itu nggak keberatan kalau gue masuk jadi anggota keluarga. Gue kan bukan siapa-siapa lo. Gue juga bukan orang kaya. Gue cuma orang miskin dan yatim piatu."

Anggita memeluk Kanaya untuk menenangkannya, "Nay

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anggita memeluk Kanaya untuk menenangkannya, "Nay... gue seneng banget kalau lo mau tinggal sama keluarga gue. Gue seneng banget kalau kita jadi saudara. Dan keluarga gue, semuanya tidak ada yang keberatan. Mereka semua nerima lo dengan tangan terbuka."

"Tapi Git... guee...."

"Nay... mama sama papa tuh sudah menantikan ini sejak 3 tahun yang lalu. Mereka selalu meminta gue buat ngebujuk lo biar lo mau tinggal bareng kita."
Anggita mengusap air mata Kanaya yang kini sudah menetes jatuh melewati kedua pipinya.

"Dan kita baru tahu. Ternyata lo sama gue itu seumuran. Dari tanggal lahir kita, bulan lahir kita, sampai tahun lahir kita itu samaan Nay. Berasa kaya punya sodara kembar tau.. gue seneng banget."

Kanaya kaget mendengar cerita Anggita. Selama ini ia memang tidak pernah tahu tanggal ulang tahun Anggita. Dan ia juga tidak pernah menyangka kalau mereka lahir di tanggal bulan dan tahun yang sama. Ini benar-benar suatu kebetulan yang luar biasa.

"Kok bisa gitu yah..?" Tanya Kanaya heran.

"Iya. Gue juga bingung plus heran. Tapi bukannya itu kabar baik yah. Kalau gitu. Kita kemasi barang-barang lo. Dan pindah kerumah gue... eh... rumah kita maksudnya. Sekarang kan lo udah jadi saudara kembar gue..." kata Anggita sambil tersenyum lebar.

first love ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang