Sebagian Manusia memang diciptakan sebagai penuntut kesempurnaan. Keserakahan seakan menjadi hal yang lumrah untuk dilakukan. Rasa Tak Puas yang terus menjalar adalah sesuatu yang tak perlu untuk dikhawatirkan. Bahkan jika bisa, bulan dan mataharipun ingin disatukan.
Sebagian Manusia lagi diciptakan sebagai kesempurnaan itu sendiri. Hanya dengan seutas senyum, membuat dunia takluk pada mereka. Sang penentu seakan seluruh kebaikan hanya akan terjadi jika kau berada didekatnya. Sosok yang memahami jika Matahari dan Bulan memiliki waktunya masing-masing untuk bersinar.
"Semua kebaikan itu seakan berada tepat dibelakang punggungnya, berbaris dengan rapi !" Ucap Seorang Jeongbogja yang tampak sedang terpana dengan apa yang ia lihat saat ini.
"bahkan panduduk langitpun mengakuinya !" Sang cajneun mengkukuhkan salah satu kakinya pada kaki yang lain. Nada suara penuh rasa bangga ia perdengarkan. Tetapi tetap, matanya tak bisa untuk menghindar jika kekhawatiran sedang melanda pikirannya.
"Jadi ? Apa yang sedang kau lakukan disini ?" Sosok makhluk langit dengan rahang tegasnya itu melontarkan pertanyaan yang sejak tadi sudah ia persiapkan.
"bukankah seharusnya aku yang bertanya, apa yang sedang kau lakukan disini, Junjaa ?" Pertanyaan itu dibalikan oleh sang jeongbogja yang sudah lama terusir dari negeri asalnya.
"sebuah kilatan cahaya menuntunku kemari dan aku sedang memastikan jika semuanya baik-baik saja"
"chh !" Decah Boo Seungkwan yang tentu saja sejak awal sudah tahu semua yang terjadi.
"sekarang giliranmu untuk menjawab pertanyaanku !" Junjaa yang juga terkenal dengan watak tak mau mengalahnya itu mulai memperlihatkan permainannya pada sang mantan penduduk langit yang berada tepat dihadapannya saat ini.
"Aku sudah terusir dan disini adalah tempatku !" Mata Junjaa sedikit menegang. Tak percaya jika apa yang sedang ia cari kini berada tepat didepannya. Tidak, bahkan sang jeongbogja itu mengetahui siapa dirinya.
"bagaimana kau bisa tahu siapa diriku sebenarnya ?"
Boo Seungkwan menggurat senyum kemenangan. Penduduk langit bukanlah lagi penduduk langit jika bumi sudah membuatnya nyaman. Seluruh hal yang ada dibumipun turut menunjukan dukungan pada sang terusir itu.
"Jeongbogja penjaga negeri utara, pembawa musim dingin di wilayah barat dan selatan Bumi, lalu kakakmu diwilayah kalian dan juga Timuer. Chh, bahkan jika bukan karenanya kau sudah menjadi seogok abu saat ini !" Kalimat itu membuat Junjaa membulatkan penuh bola matanya. Bagaimana bisa sang terusir bisa mengetahui begitu banyak hal tentang seorang jeongbogja penjaga, terlebih hal sesensitif itu.
"siapa kau sebenarnya ?" Ia berhasil membuat sang tamu kelagapan, sebelum ia mengeluarkan kalimat ancaman.
"bukankah sudah kukatakan, aku adalah sang terusir !" Kalimat itu penuh dengan penekanan.
"tapi, bagaimana bisa kau...."
"kau ingin membawanya kembali pada kalian ? Katakan kepada 4 penjuru itu jika kali ini, mereka tak akan bisa mendapatkannya dengan mudah !" Dalam sekali kibasan tangan lawan bicaranya, Junjaa kini sudah kembali berada didepan pintu Gerbang Negeri langit.
Hal yang sangat mustahil untuk bisa dilakukan oleh jeongbogja biasa, terlebih mereka yang sudah terusir akan kehilangan kekuatannya dan menjadi manusia biasa. Namun, hal itu tidak terjadi pada lawan bicaranya. Ia bahkan masih memiliki keistimewaan setelah bumi menjadi tempat untuk ia tinggal.
"Dari mana saja kau ?" Dan yang lebih sialnya lagi, Junjaa harus bertemu dengan sang Ular Hitam itu.
"aku.... aku baru saja...." Junjaa membungkam seketika. Mengatakan hal yang baru saja ia alami bukanlah sesuatu yang baik saat ini. Ditambah dengan raut amarah Xuan Hyunmoo didepan sana, mengatakan hal aneh tak terbukti itu hanya akan membuat ia benar-benar menjadi seogok abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin'Blue
FanfictionSaat Angin menyadarkanmu, jika tak selamanya langit mendung menjatuhkan hujan