Malam ini begitu dingin. Untuk pertama kalinya aku merasakan semua hal yang sebelumnya tak pernah aku rasakan. Kutatap wajah seorang wanita dengan kulitnya yang berwarna putih pucat ini. Apa aku adalah alasan dari semua hal yang ia alami.
Aku memanfaatkan semuanya, hembusan angin, aliran sungai, awan hitam di atas sana serta dedaunan yang berguguran itu. Tidak, sekarang belum saatnya. Dan untuk kesekian kalinya dari hal-hal pertama kali yang aku lakukan, mencampuri segala sesuatunya yang bukan menjadi pekerjaan serta tanggung jawabku.
Apa ini, ada hal lain dengan rasanya yang tak karuan. Wajahnya ini begitu lekat. Tubuh dinginnya seakan mengatakan jika ia ingin pergi. Namun wajah itu seperti melakukan hal yang bertolak belakang. Aku menghirup dalam udara dingin yang menyelubungiku. Semuanya tergambar dengan begitu jelas, keputus asaan, kesedihan, kekecewaan dan satu hal yang membuatku sedikit tersentak ialah harapan.
Apa ada hal yang ingin ia capai sebelum segala sesuatunya berakhir. Tubuhnya semakin pucat dan terasa sedikit membeku. Ada cara lain yang bisa untuk aku lakukan untuk mengembalikan semuanya. Tapi sejak manik mata berwarna caramel ini menatapku, semuanya terasa seperti manarikku. Menjadi lebih dekat dan lekat. Maaf, tapi aku tak dapat lagi menahan rasa penasaranku ini.
Mungkin terdengar dan terlihat gila. Aku terus mengikis jarak hingga aku dapat merasakan semuanya. Wajahnya yang pucat serta, bibirnya yang membeku.
Cukup lama, hingga aku kembali memberi jarak padanya. Tubuhnya sedikit menghangat walaupun wajah putihnya itu masih terlihat pucat. Kurasakan tubuhnya yang mulai kembali memompa udara yang ia hirup. Tak butuh waktu lama, suara riuh di atas sana membuyarkan semua hal tentangnya dipikiranku. Aku meletakannya dipinggir dataran.
Maaf, jika membuatmu menjadi seperti ini. Dan tentang harapanmu, bolehkan aku menjanjikan jika harapan baik yang kau inginkan akan kau dapatkan. Pertemuan singkat ini, bolehkan aku juga berharap aku yang kembali dapat bertemu denganmu?
"ketemu!" Sorot lampu membuatku harus pergi. Aku, entahlah aku tak tahu apakah dapat melupakan pemilik manik mata berwarna indah itu. Ya, aku tak bisa memastikan semuanya.
***
Wendy Shon, designer kenamaan Korea ini ditemukan tak sadarkan diri dipinggir sungai Dorimcheon. Diduga terlalu banyak meneguk alkohol, membuatnya kehilangan keseimbangan dan.....
Bip!
Aku menatap seseorang yang mematikan saluran tv yang sedang kutonton ini. Wajahnya terlihat tak bersahabat. Ya, sebentar lagi Wendy, kau akan menerima semua celaan dari mulut tak berdosanya itu.
"aku tak mengerti mengapa kau bisa sebodoh itu!" Aku hanya dapat menatap lurus kedepan. Jika tidak karena keadaanku yang seperti ini, mungkin aku sudah meninggalkannya dengan ribuan kata umpatannya itu.
"yeobo..." ucap seorang wanita yang berdiri tepat disampingnya.
"kau tahu, kau sudah mencoreng nama baikku, nama besar keluarga Son! Lalu apa yang akan kau lakukan?" aku menghela panjang napasku. Yang ia ucapkan tak salah sedikitpun. Ya, aku memang bodoh, Sangat amat bodoh.
"bagaimana bisa, Hyung-ku memiliki anak sepertimu!" Aku tak bisa biasa saja kali ini. Aku tak bisa untuk diam jika ia mulai menyangkut pautkan semua hal yang terjadi dengan Eomma ataupun Appa-ku.
"kemanhae samchon! Apa kau tak bisa melihat kondisi noona-ku saat ini?" aku kembali menghela napas lega, karena laki-laki kecil didepan pintu sana yang selalu siap untuk melindungi dan membelaku disituasi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin'Blue
FanfictionSaat Angin menyadarkanmu, jika tak selamanya langit mendung menjatuhkan hujan