Hal itu masih tergambar jelas diingatanku. Terutama Manik dengan sang empunya yang ingin menenggelamkan dirinya di Sungai Dorimchon. Lalu beberapa minggu yang lalu, di bukit Gongsangseong. Alam benar-benar memiliki banyak misteri.
Dan kini, sang langit menunjukan kekuasaannya. Kembali, mempertemukanku dengan seseorang yang bahkan kami tak mengenali satu sama lain.
"maaf membuatmu menunggu lama, Wendy-Ssi !" Ucapnya begitu tenang. Apa ini, misteri apa lagi yang sedang bermain. Untuk beberapa saat aku terdiam, mencoba untuk menafsirkan segala yang terjadi. Ia mengulurkan tangannya. Tangan, yang sempat ingin kuraih dulu. Napasku sedikit tercekat. Udara dingin yang menyatu dengan situasi aneh ini adalah penyebabnya.
"kau baik-baik saja?" Kenapa setiap pertanyaan yang ia lontarkan terdengar begitu tenang.
"Wendy-Ssi.... Wendy-Ssi..."
"eoh..." Jawabku setelah sadar dari perasaan dejavu ini. Kuputuskan pertemuan manikku dengannya dan menerima uluran tangan yang terasa sedikit dingin itu.
"apa ada sesuatu yang masih tertinggal dimobilmu ?" Tanyanya kembali setelah mengantarkan aku masuk kedalam mobil yang ia bawa.
"ah, itu... aku membawa makan siang un..."
"akan aku ambilkan, dimana kau menyimpannya ?" Suara Rendah dan beratnya seperti mantra yang menyihirku, membuat semua perhatianku hanya tertuju padanya.
"di kursi belakang !" Ia menuju mobilku dan kembali dengan membawa kotak makan siang yang mungkin sudah tak layak untuk dimakan.
"apa masih ada yang perlu kuambil ?"
"Eobsoyo..." Ia memberikan senyumannya, lalu masuk dan menempatkan dirinya dikursi. Pandanganku tak bisa lepas dari setiap gerik yang ia lakukan.
"kita akan berangkat sekarang, bisa kau menggunakan seatbelt-mu ?" Tanpa menjawab, kuraih sabuk pengaman dan mengenakannya. Seperti yang ia ucapkan, ia membawa mobil ini menuju tempat dimana Son Dino sekarang.
Hingga setengah perjalanan, rintikan hujan lagi dan lagi menjadi satu-satunya suara yang bergemuruh. Aku masih dengan pikiranku yang tak mengerti dengan apa yang kulihat dan terjadi saat ini.
"itu....." Jeon Wonwoo, manager Dino ini akhirnya membuka suara. Aku menunggu, kalimat apa yang selanjutnya akan ia katakan.
"kita akan sampai sebentar lagi !" Aku mengangguk paham. Kembali, otakku memikirkan apa aku harus menimpali ucapannya atau hanya terdiam seperti patung disini.
Pilihan Kedua telah kutetapkan. Hingga kami sampai, Tak ada yang memulai percakapan kembali. Aku menghentikan gerikku tepat saat pria disampingku ini tanpa sungkan menggenggam tanganku.
"Ah, maaf !" Tak lama dan iapun melepaskan genggamannya.
"biar aku yang membukakan pintu untukmu !" Setiap kalimat yang ia ucapkan seperti sihir yang membuatku hanya bisa menurutinya. Mataku tak lepas dari setiap gerak dan langkahnya, hingga kini ia telah membukakan pintu dengan sebuah payung hitam yang ia gunakan sebelumnya. Rasa Canggung menyelimutiku saat ini. Darahku terasa berdesir hebat. Jarak yang begitu lekat ini tak bisa untuk aku hindari.
"Maaf jika aku membuatmu merasa tak enak !" Seakan paham dengan apa yang sedang aku rasakan, ia sedikit memberi jarak dan membuat aku berjalan selangkan lebih dulu. Hujan lebat sama sekali tak menjadi penghalang untuk para pemilik pasang mata didepan sana menjadikan aku dan Jeon Wonwoo sebagai pusat perhatian mereka.
"Dino sedang mengambil beberapa Scene Ditempat lain. Apa kau tak keberatan menunggu disini ?" Aku hanya menganggukan kepalaku. Pertanyaan akan ketenangannya menghantuiku saat ini. Pria ini, apa ia sedang berpura-pura atau memang ia tidak mengingat dan mengetahui apapun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin'Blue
Fiksi PenggemarSaat Angin menyadarkanmu, jika tak selamanya langit mendung menjatuhkan hujan