Aku berjalan, menelusuri lorong-lorong panjang dengan warna biru pastelnya yang begitu mendominasi. Untuk pertama kalinya, aku menapakan kaki ditempat seperti ini. Rasanya sangat berbeda, begitu asing namun memicu kuat rasa penasaranku. Langkahku terhenti, tepat saat sebuah celah dari kaca kecil memperlihatkan wajah seseorang disana.
Gelenyar aneh mulai hadir, sama seperti saat aku menatap lekat wajah seseorang sebelumnya. Terlihat sangat menggemaskan, ditambah dengan potongan potongan buah yang sedang ia santap itu.
"cogi..... apa kau ingin mengunjungi pasien?" Aku mengerjapkan mataku. Mengunjungi? Hal itu tentu tak bisa untuk aku lakukan.
Aku menggelengkan kepalaku pelan, mengisyaratkan jika tidak adalah jawabanku atas pertanyaannya.
"Jika kau tidak ingin mengunjungi, kau tidak boleh berdiri didepan kamar pasien seperti ini!" Ucap seorang wanita dihadapanku ini dengan setelah khasnya yang berwarna senada dengan dinding dari rumah sakit ini
Aku menundukan kepalaku dan berlalu. Ada rasa tak puas yang hadir tepat saat aku harus menjauh dari ruangan dengan pintu kayu yang berwarna coklat tua itu. Aku menghentikan langkahku sejenak. Kembali menatap ruangan yang menjadi tempat wanita didalam sana beristirahat sementara. Tiba-tiba saja, aku sangat merindukannya.
***
Seorang pria dengan Jubah hitamnya terlihat sedang membisikan sesuatu kepada seorang petinggi disampingnya.
Wajah datar terlihat jelas jauh berbeda dengan isi hatinya yang seakan ingin menghempaskan air laut dengan sangat kuat hingga menghancurkan tepian pantai.
"sejak kapan?" ucapnya menahan semua amarah yang mulai menyerubungi isi kepalanya.
"Ia tak terlihat sejak kemarin malam!" helaan napas berat hadir. Seakan mengartikan jika segalanya tak akan berjalan dengan mudah kali ini.
"apa ia akan mengulangi kesalahannya seperti dulu?"
***
Aku melangkahkan kakiku, menelusuri penthouse yang sudah lebih dari seminggu tak aku kunjungi ini.
"apa kau yakin noona?" aku mengangguk yakin. Aku benar-benar merindukan tempat ini. Membiarkan apartementku kosong dan mengistirahatkan tubuhku disini untuk waktu yang tak aku ketahui.
"tapi, bukankah perjalanan menuju kantormu cukup jauh dari sini?" aku memberikan tatapan tajam pada pria remaja disampingku ini. Hah, semuanya salahku karena membuatnya harus seprotektif ini.
"bukankah kau tahu aku?"
"Wendy Shon, seorang designer yang ketenarannya mengalahkan seorang idol!" aku memberikan senyuman bangga pada jawaban yang ia lontarkan.
"dan satu-satunya idol yang mampu menyaingi popularitasmu adalah aku. Dino Shon!" baiklah, ia hanya akan menghempaskanku kembali kebumi setelah ia berhasil menerbangkanku.
"aku akan berada disini untuk waktu yang lama dan hanya akan datang ke kantor jika aku memiliki urusan yang sangat penting. Selebihnya, teknologi ada dibelakangku!" ucapku bangga pada diriku sendiri.
"apa kau yakin?" ucapnya kembali yang tentu saja membuatku harus berpikir dua kali.
"kau meragukanku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin'Blue
FanfictionSaat Angin menyadarkanmu, jika tak selamanya langit mendung menjatuhkan hujan