Dia adalah bulan yang dibantu oleh sang matahari agar dapat bercahaya. Bulan yang sering berubah-ubah. Bulan yang terkadang tertutupi oleh awan malam. Tak jarang, bulan itu berusaha menyaingi sang matahari, menghalanginya untuk menyinari bumi.
"hyung, boleh aku bertanya?" Ujar Son Dino memecah keheningan.
"hem, bertanyalah" Son Dino tampat ragu. Menyaksikan jarak yang sudah semakin jauh antara Sang Manager dan Noonanya itu menimbulkan satu pertanyaan besar di benaknya.
"mengapa...."
"kita sudah sampai!" belum sempat kalimat tanya itu terlontar, Jeon Wonwoo sudah mencekatnya. Entah disengaja atau tidak.
"aa, apa yang ingin kau tanyakan?"
"aniya. Gumawo, hyung!" sudah kepalang kesal, Son Dino melenggang keluar tanpa menunggu Managernya.
Jeon Wonwoo yang tak paham itu sedikit kelagapan, namun tetap tak menyadari semuanya. Iapun keluar dari mobil untuk menyusul sang artis sembari membawa beberapa keperluannya. Son Dino disana, menunggu pintu lift terbuka tanpa menghiraukannya sedikitpun.
"aku akan membawanya!" Ucap Dino dan mengambil semua keperluan miliknya dari laki-laki itu. Tak berselang lama, pintu liftpun terbuka. Namun, Dino tak langsung masuk kedalamnya.
"jika kau hanya bekerja, maka bekerjalah. Jangan pernah mencampur-adukan perasaanmu disana" Jeon Wonwoo mencoba mencari arti dari kalimat lawan bicaranya itu.
"Noonaku sudah penuh dengan luka. Kuharap, tak ada lagi luka baru yang akan muncul!" Dino akhirnya masuk, menutup lift lalu meninggalkan Sang Manager yang hanya terdiam seribu bahasa.
Kalimat terakhir yang Son Dino Ucapkan seperti sebuah peringatan keras. Iapun membalikan tubuhnya untuk kembali. Belum setengah jalan, langkahnya terhenti. Tepat saat seorang wanita yang tanpa sungkan berjalan kearahnya. Aura dingin menyeruak dari keduanya. Alasan apapun tak bisa menjelaskan bagaimana itu bisa terjadi.
Son Wendy, ia yang juga baru saja pulang itu berusaha untuk bersikap biasa saja. Tanpa menghentikan langkahnya, ia terus berjalan menuju arah lift yang sama seperti yang digunakan oleh adiknya. Kali ini ia benar-benar acuh. Tak menyapa atau bahkan tak beranggapan jika ia sedang berpas-pasan dengan orang lain. Lalu, langkahnya terhenti karena pintu lift yang belum terbuka.
Jeom Wonwoo-pun demikian. Mematung tanpa tahu harus berbuat apa. Keduanya enggan bahkan untuk saling tersenyum. Semuanya dimulai tanpa tahu siapa yang melakukannya, hingga berlanjut dengan tenggat waktu yang tak diketahui.
Ting!
Pintu Lift kembali terbuka. Dan lagi, Jeon Wonwoo hanya terdiam ditempatnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Bip!
Kututup Pintu lalu berjalan gontai menuju Pantry. Kudapati Dino yang sedang meneguk air mineral di sana. Ya, sepertinya ia juga baru pulang dari pekerjaannya."Eoh, Noona. Kau baru pulang!"
"Eoh!" Kuambil gelas air mineral yang berada pada genggamannya lalu meminumnya.
"kau juga baru pulang?" tanyaku sedikit berbasa-basi itu.
"hem, kau tidak bertemu dengan Wonwoo-hyung?" Hah, entah kenapa Dino harus menyebut nama pria itu.
"tidak, aku tidak melihatnya!" Ucapku berbohong. Terserah Dino mengetahuinya atau tidak.
"kau sudah makan?"
"Hem, Noona-neun?"
"aku juga sudah! Aku akan langsung beristirahat. Kau, jangan tidur terlalu larut!" Aku kembali melangkah, menaiki anak tangga untuk segara menenangkan hatiku yang cukup kalut ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin'Blue
Fiksi PenggemarSaat Angin menyadarkanmu, jika tak selamanya langit mendung menjatuhkan hujan