3

60.1K 7K 120
                                    

Lino dan Adya berjalan menyusuri koridor jurusan IPS. Ia berekspresi muka masam bagaimana guru itu tega tanpa mengantar mereka ke kelas. Mereka ini murid baru mana mungkin hapal jalan sekolah begitu saja. Tadi saja saat menuju perjalanan ke sekolah ia sering bertanya pada warga sekitar.

"Sudah itu muka Lo kayak kain nggak disetrika," ledek Adya dengan tertawa terbahak-bahak.

"Sialan Lo! Bilang aja muka gue kusut!" gerutu Lino dengan memutar matanya.

"Tapi muka kusut gini para cewek klepek-klepek sama gue," lanjut Lino dengan pedenya.

Adya berpura-pura ingin muntah yang ditanggapi Lino dengan tertawa. Lino berpikir tinggal disini tidak buruk juga ia mendapatkan keluarga yang baik bahkan sahabat. Namun, ia jadi kangen sama adik imutnya juga para sahabatnya.

"Kenapa lagi? Baru aja tadi kepedean sekarang mukanya kusut lagi. Jangan bilang Lo nyesel bilang gitu dan mau ngakuin kalau gue yang paling ganteng," tutur Adya dengan bersedekap dada.

"Ye! Itu mah Lo yang mau!" cibir Lino dengan memukul pundak Adya.

Lino mengerutkan keningnya bukannya sekarang mereka sudah berjalan agak jauh, tetapi kenapa tidak sampai juga. Ia menatap sekeliling lalu dipapan menuliskan kelas X IPS 6.

"Eh, anjir! Kelas kita kelewatan!" seru Lino dengan muka bodohnya.

"Lo, sih!" tuding Adya dengan menoyor kening Lino.

"Apaan, sih?! Yuk! Ke kelas! Ini sudah jam masukkan, anjir!" ajak Lino dengan menyeret tubuh Adya.

***

Tok! Tok! Tok!

"Paket!" seru Lino dengan cekikikan.

Adya juga menatap Lino dengan menahan tawanya. Ia merasa sikap Lino setelah amnesia semakin bertambah saja tingkah lakunya.

Lino menutup mulutnya dengan tangannya saat mendengar kericuhan dari dalam kelas. Akhirnya ia tidak tahan lagi dan tertawa terbahak-bahak, bahkan Adya juga ikut tertawa melihat tingkah Lino.

Lino membuka pintu kelas dengan langkah percaya diri diiringi oleh Adya. Ia tertawa kecil melihat orang-orang yang akan menjadi teman sekelas menatapnya bingung.

"Maaf Bu sama teman-teman sekalian. Ini Lino kepalanya agak geser karena kecelakaan yang menimpanya jadi saya mohon harap maklum," ucap Adya dengan menatap Lino yang berwajah masam membuat penuhi kelas tertawa.

"Teman laknat Lo, anjir!" umpat Lino dengan mendorong hingga membuat Adya sedikit terhuyung ke depan.

"Sudah! Sudah! Kalian cepat perkenalkan diri lalu kita lanjut belajar!"

Lino berjalan dengan pedenya ia membenarkan rambut, memasang kancing dan memasang dasinya. Murid-murid mulai menatap datar siswa baru yang satu ini.

"Lama Lo, njing!"

"Apa?!" seru Lino dengan menatap tajam siswa itu.

"Kicep kan Lo! Tapi bohong! Hayuk! Perkenalkan nama gue Ardian Darelio Maheswari kalian bisa panggil gue Lino. Gue pindahan SMA Mawar yang berada di seberang sekolah ini. Alasan pindah dipaksa bokap karena gue hilang ingatan yang disebabkan kecelakaan motor, kata ayah gue gitu sih. Gue itu amnesia kan, ye! Jadi ..."

"Udah! Kamu ini terlalu banyak bicara!"

"Lah, kok saya dimarahin? Katanya disuruh perkenalan diri tapi setelah saya udah perkenalan malah di sela," gerutu Lino dengan mengangkat alisnya.

"Kalian duduk dibelakang ditempat yang kosong! Kita lanjut belajar!"

Lino berjalan ogah-ogahan padahal tadinya dia ingin membuat pembelajaran ini tidak berlangsung, tetapi gurunya masih saja bisa bertahan. Ia menyeringai guru seperti ini yang dicarinya yaitu guru tahan banting tanpa menye-menye.

Saat pembelajaran ia hanya menatap papan tulis sekali-kali mengangguk pelan seolah paham apa yang dijelaskan oleh sang guru. Ia bahkan hampir kejedot meja jika tidak bisa menahan rasa kantuknya padahal ini masih pagi. Akhirnya ia hanya tetap bertahan hingga bel istirahat telah berbunyi.

***

Kring! Kring!

Rasa kantuknya seketika menjadi hilang setelah mendengar bel istirahat telah berbunyi. Ia memegang perutnya yang sekarang sudah berbunyi keroncongan karena pagi tadi tidak sempat sarapan.

"Dya! Kantin cepat! Gue lapar ini!" seru Lino dengan mengguncang tubuh Adya yang masih berkelana dalam mimpinya.

Lino menghela nafas panjang ia sekarang sedang lapar jangan sampai emosinya memuncak karena lelaki itu bisa-bisa nanti satu sekolah hancur. Ia seketika mendapatkan ide gila lalu mengambil buku dengan menggulungnya.

"ADYA!!! KANTIN YUK!!!" teriak Lino dengan sekuat tenaga yang membuat lelaki itu bangkit dari kursinya.

"Hah, apa? Matiin siapa?" racau Adya dengan muka bantalnya.

"Kantin, Dya! Kantin!" geram Lino dengan tersenyum palsu.

"Oh, hayuk!" ajak Adya dengan menyeret tubuh Lino.

Saat menuju perjalanan ke kantin mereka mendapatkan tatapan dari murid-murid lain. Lino menatap mereka dengan bingung apakah diwajahnya ada yang salah.

"Dya, ini kenapa murid-murid sini tatap kita kayak gitu?" tanya Lino dengan mencolek lengan Adya.

"Bagaimana nggak heboh dulukan kita itu rival dari geng sekolah ini, jelas mereka heran lah tiba-tiba kita pindah sekolah kesini," jelas Adya dengan memutar matanya.

Lino menatap kantin yang penuh lautan manusia yang mengalihkan atensinya kepada mereka berdua. Mereka tahu dimana letak kantin hanya karena mengikuti jalan murid-murid dan syukurlah ternyata mereka tidak nyasar lagi.

Lino menatap sekeliling lalu menemukan seseorang yang dikenalnya. Ia berjalan meninggalkan Adya yang penuh tanda tanya dengan tingkah lelaki itu.

"Dya! Lo pesanin punya gue, ya! Nanti gue traktir!" seru Lino dengan watados.

"Bangsat!" umpat Adya dengan menatap tajam yang dibalas jari tengah oleh Lino.

Lino berjalan menuju tempat dia seharusnya berada yaitu meja yang ditempati oleh sang kakak. Ia duduk yang membuat seluruh penghuni kantin ketakutan.

"Ziel," panggil Lino.

"Hmm," sahut Ziel yang asyik memainkan ponselnya.

"Ziel," panggil Lino.

"Hmm," sahut Ziel.

"Bang Ziel!" seru Lino dengan mengambil ponsel Ziel.

Semua orang terkejut mendengar perkataan dari seorang Lino karena tidak biasanya lelaki itu memanggil Ziel dengan sebutan Abang. Orang yang berada satu meja dengan mereka juga ikut terkejut, kecuali sosok yang menatapnya tajam.

"Gue mau tanya baik-baik, loh. Jangan sampai Lo buat emosi gue naik ditambah sekarang gue lagi lapar," ucap Lino dengan muka datar.

"Lalu," sahut Ziel dengan mengangkat alisnya.

"Hehe, gue mau minta uang. Soalnya tadi gue telat bangun dan belum makan," ucap Lino dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Sosok yang berada disampingnya tiba-tiba menyemburkan minumannya hingga mengenai wajah tampannya. Ia mengelap wajahnya dengan wajah masam, kenapa dirinya sial sekali?!

"Asu! Anjing! Babi! Monyet!" umpat Lino dengan wajah memerah.

"Lo siapa sih, bangsat?! Gue baru aja pindah sekolah malah cari ribut sama gue Lo! Mau gue banting, hah?! Bang coba lihat adik ganteng Lo ini malah dibully dihari pertama!" seru Lino dengan mencak-mencak.

"Gue ..."

"Dia Ravyan Aditama anggota inti gue, apa ada keberatan?"

Lino mengeryikan keningnya perasaan dia pernah mendengar nama yang satu ini. Ravyan Aditama bukannya tangan kana dari geng Black Wolf yang berarti orang didepannya ini. Sial!

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang