35

35K 3.8K 322
                                    

Kini Lino dan Adya sedang di koridor sekolah karena diminta guru mengambil buku paket. Semuanya tidak ada yang aneh tapi hanya satu cowok. Lino sekarang dicap sebagai orang aneh karena senyam-senyum sendiri yang membuat murid lain bergidik ketakutan.

"No! Sudah jangan senyum gitu! Ngeri tahu nggak," seru Adya dengan memberi jarak mereka.

"Cih, nggak bisa lihat orang senang Lo babi!" geram Lino dengan memutar matanya.

Setelah itu mereka segera bergegas pergi menuju perpustakaan. Lino mendengus kesal inilah alasannya tidak ingin bersekolah di sekolah swasta. Alasannya adalah ribet dan suka pamer harta orang tua.

"Babi! Lo bantu gue bawa buku woy! Masa Lo cuman bawa dua buku!" gerutu Lino dengan menatap tajam.

"Malas, pagi tadi gue sudah makan banyak jadi nggak mau buang-buang makanan hanya untuk membawa nih iblis gepeng," sahut Adya dengan wajah tanpa dosa.

"Sialan Lo! Udah kayak cewek aja. Eh, bukan! Cewek aja kuat bawa galon masa Lo yang cowok bawa buku nggak kuat gimana, sih?!" sungut Lino dengan muka masam.

Saat dijalan ia tanpa sengaja menabrak seseorang. Ia ingin meminta maaf, tetapi setelah diperhatikan dengan seksama orang itu tampak familiar.

"Nicho! Anjir Lo ngapain disini bangsat?!" seru Adya dengan berlari kecil.

Lino hampir saja terjengkang ke depan saat Adya berlari dan menyenggol bahunya. Ia mendengus kesal lalu segera berjalan meninggalkan kedua lelaki itu.

"SATRIA MAHESWARI! TUNGGU WOY!" teriak Adya berlari mengejar Lino diiringi oleh Nicho.

"Nggak usah teriak pakai nama ayah gue babi! Udah nggak bantuin bawa buku!" sembur Lino dengan menatap tajam.

"Coca-Cola Lo ngapain kesini? Bukannya belajar disekolah Lo," lanjut Lino dengan memutar matanya.

Nicho dan Adya menatap satu sama lain kemudian tertawa terbahak-bahak. Lino yang melihat itu seketika menjadi kesal. Inilah alasan agar berteman itu harus memiliki teman yang genap, jika dalam pertemanan ganjil pasti ada yang dicuekin.

"Gini gue pindah sekolah ke SMA Cendana. Alasannya karena mama gue nggak pengen sekolah di sana karena di sana sarang Geng Bloody Night. Lalu gue dapet beasiswa disekolah ini yang menguntungkan bagi gue sekaligus bisa berteman sama kalian," papar Nicho dengan tersenyum puas.

"Sepertinya akan bertambah lagi orang aneh," cibir Lino dengan memutar matanya.

"Cih, nggak nyadar diri. Lo juga aneh kalau mau tahu bahkan Lo itu sudah seperti Raja aneh," ledek Nicho dengan tertawa.

"Jangan heran Lo Lino, kita ini dulunya dikenal sebagai trio aneh!" seru Adya dengan tersenyum bangga.

"Iya aja kali ya, tapi bantu gue woy berat ini!" seru Lino dengan muka masam.

Adya dan Nicho menatap Lino dengan cengengesan. Kemudian mereka mengambil sebagian kecil dari beberapa buku terutama Nicho sebab tangannya yang masih bermasalah. Setelah itu mereka kembali berjalan menuju kelas.

***

"Tuh cewek bohay banget euy!" seru Nicho dengan bersiul kecil.

"Nggak ah biasa aja," sahut Lino dan Adya berbarengan.

Nicho mengangkat alisnya berkata, "Bisa ngomong barengan gitu, ya."

Lino memutar matanya berkata, "Nicho lo tahu istilah catcalling nggak? Nah, nggak tahu bukan. Asal Lo tahu Lo bilang begitu disebut pelecehan."

"Loh, kok bisa? Padahal gue tadi cuman bercanda kok," ucap Nicho dengan mengangkat alisnya.

"Biasa Nic, dia itu pernah dilecehkan sama orang," beber Adya dengan wajah tanpa dosa.

Plak!

Adya mengelus kepalanya yang terkena pukulan dari Lino. Lalu Lino menatap Adya dengan tatapan tajam.

"Masalah pelecehan nggak bisa dianggap enteng bangsat! Tapi Arsen itu juga bukan kesalahannya kalian seharusnya marahin tuh Mita! Emang cewek gila!" umpat Lino dengan muka masam.

Ditempat yang sama tapi jarak yang membedakan. Mita duduk dengan memainkan ponselnya tiba-tiba saja bersin.

"Siapa yang ngomongin gue, ya?" gumam Mita dengan memegang hidungnya.

"Kalau Lo mau tahu hal yang Lo ucapin itu adalah pelecehan dijalan seperti menggoda cewek sampai bilang body maupun bersiul semacamnya. Sudahlah otak Lo itu kayaknya dangkal kalau masalah beginian," ucap Lino dengan memutar matanya.

Saat sudah memasuki kantin ia melihat Gina yang mencoba menggoda Arsen. Ia menyeringai kecil seperti gadis itu ingin main-main dengannya.

Lino berjalan menuju meja Arsen dkk dengan muka datar. Ia mendorong pelan tubuh Gina lalu mencium pipi Arsen. Hal itu tidak luput dari tatapan para murid-murid lain. Ada yang mendukung hubungan mereka, ada yang kecewa dan ada juga yang mencibirnya.

"He is mine and will stay mine," tekan Lino dengan muka dingin.

Arsen yang mendengar itu seketika menyeringai kecil. Ia menarik tangan Lino dengan lembut agar duduk disampingnya.

"Arsen itu semua nggak mungkin bukan?" lirih Gina dengan tatapan sendu.

"Maaf tapi Lino adalah my boyfriend," ungkap Arsen menatap Lino dengan tersenyum manis.

Lino tersenyum puas menatap Gina dengan mengangkat alisnya. Namun, ia melihat sesuatu yang aneh gadis itu sekarang tampak berbeda dari yang diceritakan di novel. Gadis itu mengepalkan tangannya dengan menatap tajam kearahnya. Ia seketika terpikir apa yang sebenarnya terjadi dibalik layar novel ini.

"Arsen Lo nggak perlu minta maaf karena Lo nggak salah, karena perasaan nggak bisa dipaksakan dan semua orang akan tidak akan menyukai orang yang punya bermuka dua," ucap Lino yang entah ceplas-ceplos atau ingin menyindir seseorang.

"Gue hanya merasa bersalah karena seperti memberikan harapan kepada Gina. Karena sejak dulu gue nggak pernah bisa menolak Gina seperti Lo melakukannya kepada Mita," ungkap Arsen dengan memegang pipi Lino.

"Heh, kok nama gue dibawa-bawa! Eh, lonte! Lo jangan pernah mau jadi pelakor ya! Kalau nggak siap-siap dibantai sama Lino!" seru Mita yang entah datang dari mana dengan bersedekap dada.

Lino seketika mendapatkan ide cemerlang dengan menatap Arsen. Ia berjongkok dengan menghadap tubuh Arsen dan ditangannya ada sebuah kalung yang dibawanya dari rumah.

"Arsen sebelumnya Lo yang nembak gue. Sekarang gue Ardian Darelio Maheswari menghadap Arsenio Xabier Alexander. Apakah Lo mau jadi pacar gue?" ungkap Lino dengan tersenyum manis.

Arsen mengalihkan pandangannya dengan mengangguk pelan. Lino yang melihat itu segera mengecup bibir Arsen yang membuat penghuni kantin berteriak histeris.

Gina yang melihat itu mengepalkan tangannya dengan air mata yang mengalir. Setelah itu ia meninggalkan mereka dengan sakit hati yang membekas.

"Gue nggak akan biarin Lino merebut Arsen dari gue," gumam Gina dengan mengepalkan tangannya.

Lino yang melihat kepergian Gina akhirnya tersenyum puas. Sebenarnya dari awal masuk dunia novel ia melihat Gadis itu tampak bukan gadis baik-baik.

"ARGH! AKHIRNYA GUE PUNYA KOLEKSI YANG NYATA!" pekik Mita dengan tersenyum lebar menatap layar ponselnya.

Lino yang mendengar pekikan Mita hanya bisa mengelus dadanya. Ia menatap Arsen kemudian memasangkan kalung itu dileher lelaki itu.

"Jaga baik-baik," bisik Lino dengan tersenyum manis.

Arsen mengangguk pelan berkata, "Hmm, lalu Lo harus datang ke apartemen gue besok pagi karena ada yang mau gue berikan kepada Lo."

"Gue nggak percaya anjay! Arsen hari ini sudah banyak bicara bahkan tersenyum berapa kali!" seru Ravy dengan bertepuk tangan.

Setelah itu mereka kembali melanjutkan pembicaraan tanpa memperdulikan keberadaan Gina. Lino hanya tersenyum sesekali tertawa kecil karena ini awal puncak permasalahan mereka.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Kasian deh Gina, apakah Gina benar-benar baik atau polos-polos bangsat ya 🤔
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang