22

8.1K 978 240
                                    

Lino menatap wajah Arsen yang terlihat lebih muram. Orang lain mungkin tidak sadar, tetapi tidak dengan dirinya.

Mereka bertemu pun karena Nicho yang melihat keberadaan Arsen. Mereka duduk melingkar dengan diam tidak ada yang berani bicara sebelumnya.

"Sejak kapan kamu di sini? Kok aku nggak liat kamu," ucap Lino dengan cengengesan.

"Itu karna kamu sibuk sama dia," ucap Arsen dengan mengangkat bahunya.

Nicho yang melihat seketika meringis kecil. Entah mengapa nada suara Arsen terlihat mengancam orang sekitarnya.

"Oh, iya. Kak Arsen mumpung lo di sini mending kita main, yuk! Satu lawan satu," ajak Stela dengan tersenyum lebar.

"Bukannya lo cuek?" ucap Arsen dengan muka datar.

"Hah?" sahut Stela dengan mengerutkan keningnya.

Mika yang melihat sontak menatap tajam gadis itu. Ia mulai memberikan tendangan maut hingga tubuh Stela terjengkang ke belakang.

"Gila!" desis Stela dengan muka dingin.

Nicho sontak meringis kecil. Gadis itu sepertinya memiliki banyak nyawa hingga berani menggoda dan melawan Arsen secara terang-terangan.

"Lo nyari mati ... Arsen itu nggak bisa main basket sama futsal," bisik Nicho dengan melirik ke arah Arsen.

Stela sontak menutup mulutnya dengan tatapan tidak percaya. "Kak Arsen nggak bisa main basket? Bukannya kakak itu bisa olahraga? Kakak juga di kenal sebagai paket plus SMA Bintang."

Lino melotot tajam kepada gadis itu. Stela memang ingin cari mati dengan Arsen walaupun lelaki itu tidak pernah kasar kepada cewek.

"Arsen ... kita pulang, yuk. Aku udah selesai latihan," ajak Lino dengan tersenyum canggung.

"Hmm, gue bosan liat hewan liar," ucap Arsen dengan berjalan meninggalkan mereka.

"Aduh, Arsen ngambek ama gue! Ini hah ... gara-gara lo, sih!" pekik Lino dengan menarik rambutnya.

Mika tampak menatap kepergian tunangan sang kakak. "Kak ... mending Kak Arsen di kejar dulu masalah latihan bisa di urus."

"Oke, makasih!" seru Lino dengan mengacak rambut sang adik.

***

Lino berlari dengan cepat. Ia menghela napas terakhir dengan menatap area parkiran sekolah.

Ia menatap tidak percaya saat Arsen pergi menancap gas. Ia menjambak rambutnya dengan berteriak kesal.

Akhirnya Lino juga mulai pergi meninggalkan pekarangan sekolah dengan perasaan tidak enak. Ia menatap belahan jalan dengan raut wajah khawatir.

"Semoga baik-baik aja," gumam Lino dengan muka khawatir.

Akhirnya ia sampai di rumah keluarga Alexandra. Ia segera membuka kaca helm dengan menatap penjaga rumah.

"Pak apa Arsen sudah datang?" tanya Lino dengan tersenyum tipis.

"Nak Arsen belum datang juga. Memangnya Nak Lino tidak bersama Nak Arsen?"

"Lino tadi memang bersama Arsen ... tapi dia lagi merajuk," lirih Lino dengan menggaruk tengkuknya.

Bapak satpam semakin di buat kebingungan mendengar perkataan dari pemuda itu. "Nak Arsen merajuk? Setahu saya dia tidak pernah seperti itu."

"Oke, Pak. Orang tua Arsen apa ada di rumah?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Mereka tidak ada di rumah. Tunggu bapak coba hubungi."

Lino menunggu dengan menatap layar ponselnya. Ia mencoba memanggil lelaki itu, tetapi tidak ada satupun panggilan telepon yang di jawabnya.

"Ini Nak Lino."

Lino menyambut telepon dengan baik. "Halo, Ma. Ini Lino."

"Oh, Nak Lino. Ada apa, Nak?"

"Begini ... Arsen itu ... lagi ngambek dan nggak pulang ke rumah."

"Hahaha, anak itu memang kebiasaan. Kamu cari saja dia di jalan merpati no 29. Dia kalau lagi banyak pikiran memang sangat suka ke sana."

"Iya, Ma. Kalau gitu makasih soalnya Lino mau nyari Arsen dulu. Sore Mama maaf karna masalah ini udah ganggu."

"Sore juga nanti telepon Mama kalau ada apa-apa."

"Iya, Ma."

Lino mengembalikan ponsel kepada pak satpam. Ia juga tidak lupa untuk berterima kasih sebelum pergi.

Lino hanya tertawa kecil mengingat tingkah Arsen yang sekarang. Jika benar-benar berada di alamat itu maka dirinya akan lega.

Selama di perjalanan ia harus bertanya kepada beberapa orang. Ia tidak mengetahui letak jalan tersebut sehingga harus bertanya kepada banyak orang.

Lino sedikit merinding saat melalui hutan. Apa mereka tidak berbohong? Mengapa jalan itu membuat dirinya harus masuk ke dalam hutan dan itu sangat menguji jiwanya.

Saat menelusuri jalan akhirnya ia sudah sampai tujuan. Namun, ia masih agak ragu karena ada rumah di tengah hutan seperti sekarang.

Bangunannya terlihat cukup lama bahkan banyak daun kering mengelilingi jalan. Pagar besi yang agak berkarat dengan rumput liar yang menghiasi dinding bangunan.

"Apa bener ini rumahnya? Cukup menyeramkan juga. Kalau tau begini gue bawa Bang Ziel biar dia menikmati pemandangan ini," gumam Lino dengan tertawa kecil. Bisa di bayangkan bagaimana hebohnya seorang Ziel.

Lino meninggalkan motornya, tetapi tidak menemukan tanda-tanda kehidupan. Ia bahkan tidak melihat kendaraan lelaki itu.

Saat masuk ke dalam rumah yang ia lihat rumah bergaya Eropa klasik. Apa ia tidak salah lihat perbedaan yang sangat drastis.

Ia menutup mulutnya dengan berdecak kagum. Pantas saja lelaki itu terlihat betah untuk beristirahat di sini.

Ia menatap ke arah taman dengan tersenyum manis. Ia melihat sosok Arsen dengan bermain di ayunan.

"Ketawa boleh nggak, sih? Lucu banget liat Arsen yang ngambek gitu," ucap Lino dengan menahan tawanya.

Ia berjalan dengan perlahan-lahan agar tidak mengganggu aktivitas Arsen. Ia bersandar di dinding dengan tersenyum lebar.

Arsen masih tidak menyadari keberadaan dirinya. Ia mulai berlari mengambil seekor kucing berwarna cokelat dengan tersenyum lebar.

Lino tertegun dari mana datangnya seekor kucing. Namun, tidak itu yang membuatnya terkejut melainkan tingkah lucu dari Arsen yang tak terduga.

"Wah, aku baru tau kamu suka kucing. Kalau gini aku juga suka," celetuk Lino dengan berjalan menghampiri Arsen.

Arsen tampak terkejut hingga tanpa sadar kucing itu lepas dari pegangan. Lino hanya tertawa kecil lalu duduk di samping Arsen.

"Kenapa? Kamu marah sama Stela kok ngambek ke aku," ucap Lino dengan tertawa kecil.

Arsen menatap sekilas lalu berjalan pergi. Lino yang melihat segera menyusul kekasihnya.

"Ayo ngomong kalau diam aja gimana aku tau," ucap Lino dengan menggoyangkan lengan Arsen.

Arsen membalikkan tubuhnya dengan menatap datar. "Kamu nggak sadar sama sekali?"

Lino hanya menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak mengetahui apapun kecuali masalah geng K&Q.

"Kamu suruh aku jauh sama dia tapi ... kamu sendiri sadar nggak?" ucap Arsen dengan menatap mata Lino.

Lino mengingat kegiatannya yang di lakukan hari ini. Kemudian ia menepuk jidatnya.

"Udah jangan dengerin kata Stela. Dia emang kayak gitu," ucap Lino dengan membawa tubuh Arsen ke dalam pelukannya.

Namun, penolakan yang ia dapatkan. Lino yang melihat sontak cemberut.

"Ish, Arsen masih ngambek sama Lino!" rengek Lino dengan cemberut.

"Nggak ... kamu bau," sanggah Lino dengan menutup hidungnya.

"Anjir mulutnya emang mau di cium," seru Lino dengan tertawa kecil.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Ngambek tuh Arsen🤣
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang