4

11.9K 1.4K 227
                                    

Lino segera mengiringi sang guru yang mengantar dirinya ke ruangan kelas. Selama di perjalanan ia hanya bisa menggerutu karena dirinya tidak satu kelas dengan para sahabatnya.

Ia menatap ke arah kelas yang menunjukkan kelas XI IPS 2. Ia diletakkan di dalam kelas yang tergolong normal. Namun, ia lebih bersyukur tidak diletakkan dalam kelas unggul.

Saat didepan kelas ia segera diminta sang guru untuk masuk. Ia menatap murid yang akan menjadi teman sekolahnya selama 2 tahun kedepan.

"Loh, Adya! Babi, gue nggak tau nasib kita mujur!" pekik Lino dengan berlari ke arah lelaki itu.

Adya yang melihat itu sontak menatapnya dengan tatapan berbinar. Lelaki itu segera memeluk tubuh Lino ala pria.

"Anjing, gue kira mubar itu siapa taunya lo!" teriak Adya dengan merangkul pundak Lino.

"Hoho, akhirnya trio aneh kembali lagi!" seru Lino dengan memukul pundak Adya cukup keras hingga lelaki itu meringis.

Plak

Kali ini Lino yang mengelus lengannya. Ia tidak memperdulikan tatapan tajam yang diberikan oleh sang guru.

"Farellino Bramasta cepat perkenalkan diri kamu!"

"Loh, itu Ibu udah nyebut nama saya. Jadi nggak perlu lagi, dong!" seru Lino dengan bersedekap dada.

Namun, tidak lama ia mendapatkan jeweran pada kupingnya. Ia meringis kecil dengan mengiringi langkah sang guru.

"Cepat perkenalkan diri kamu dihadapan teman sekelas!"

"Dih, ibu itu kdrt sama saya! Tau nggak yang ibu lakuin itu jahat!" gerutu Lino dengan mengelus kupingnya.

"Cepat atau berdiri di depan papan tulis sampai jam istirahat berbunyi!"

"Iya-iya sabar kali, Bu! Kenalin nama gue Farellino Bramasta biasa dipanggil Lino. Cukup panggil Lino jangan panggil sayang nanti pacar gue marah! Gue punya pacar yaitu Arsenal Balin Alexandra. Gue pindahan dari SMAN Dermaga Putih. Alasan gue pindah ke sini ..."

"Anjir, lo makin cerewet! Diberi makan apa lo sama Arsen?!" sergah Adya dengan menggelengkan kepalanya.

"Dih, kayak nggak tau gue aja lo!" cibir Lino dengan memutar matanya.

Semua murid yang mendengar itu hanya bisa tercengang. Ia sungguh akan mempunyai makhluk yang sangat cerewet bahkan mengalahkan para cewek kelas.

"Sudah cukup! Kamu duduk disamping Ucup."

Lino yang mendengar sontak tersedak ludahnya. Ia ingin rasanya berdosa, tetapi nanti akan tertawa.

"Ehem, saya duduk sama Adya aja, Bu! Lagian disini saya cuman kenal sama Adya," pinta Lino dengan cengengesan.

"Eh, nggak bisa gue udah duduk sama Tono! Lagian lumayan duduk sama Tono yang ada otak," sela Adya dengan cengengesan.

Lino sontak memicingkan matanya."Oh, begini kawan yang baik! Lagi butuh datang nanti kalau gue susah ngilang kayak doi. Mulai sekarang kita unfriend, babi!"

Adya yang mendengar itu sontak tertawa terbahak-bahak. Hal itu membuat semua orang menatap lelaki itu dengan aneh.

"Adya kayaknya udah gila. Kita masukin dia ke rsj aja, Bu!" seru Lino dengan berpura-pura bertingkah ketakutan.

"Kamu ada-ada saja! Tono cepat pindah tempat duduk lalu kamu Adya jangan buat masalah!"

Semuanya segera berpindah tempat duduk. Kemudian mereka baru melanjutkan pembelajaran yang sempat tertunda.

"Ngapain lo pindah sekolah? Bukannya lo dulu nggak pengen pindah sekolah," bisik Adya yang cukup penasaran.

"Nanti di kantin gue bilang," ucap Lino dengan menatap papan tulis.

***

Lino menulis beberapa materi yang ada di papan tulis. Hal itu membuat Adya menjadi kelimpungan sendiri.

"Tumben lo rajin biasanya juga bodo amat," sindir Adya dengan tertawa mengejek.

"Waktu itu pas di dunia novel. Ini dunia nyata, jelas aja gue harus belajar. Apalagi gue nanti akan nerusin perusahaan bokap," jawab Lino dengan cengengesan.

Adya mengangguk pelan. Ia juga mengetahui bagaimana rasanya beban menjadi penerus perusahaan. Namun, berbeda dengan Nicho yang masuk sekolah karena beasiswa.

"Gue itu kadang agak kasian sama Nicho. Dia tuh udah di dunia novel nggak berkecukupan lalu sekarang juga sengsara," celetuk Adya dengan menggaruk tengkuknya.

Lino membereskan peralatan tulisnya. Ia menatap Adya dengan raut wajah serius.

"Lo itu kasian atau ngejek orang, sih?" ucap Lino dengan tertawa terbahak-bahak.

Akhirnya mereka memilih untuk ke kantin. Di perjalanan banyak orang yang menatapnya dan itu membuatnya agak risih.

"Dah, jangan liat gue kayak gitu! Gue nggak suka gunung!" seru Lino dengan muka datar.

Adya melihat para cewek terlihat syok dengan pernyataan Lino. Ia sungguh kagum dengan sahabatnya yang satu ini. Namun, yang membuat lucu adalah bicara lawak tapi dengan muka datar.

"Gue nggak nyangka beneran pindah kayak teman absurd lo," celetuk Nicho yang entah dari kapan sudah berada di samping Lino.

"Dih, jangan nyebut gue absurd jika lo juga kayak gitu! Justru cewek itu banyak yang suka cowok humoris, loh!" seru Lino dengan bersedekap dada.

"Lo itu bukan humoris, tapi udah nggak waras!" cibir Adya dengan memutar matanya.

"Heh, kayaknya lo kebanyakan gaul sama Ravy juga suka ngomong sarkas!" gerutu Lino dengan muka masam.

Dean dan Ryan yang mendengar itu hanya diam. Mereka masih beradaptasi dengan pembicaraan absurd ketiga orang itu. Inilah yang dinamakan orang absurd mengejek warga absurd yang lain.

"No ... gue agak nggak percaya kalau lo itu pernah masuk dunia novel," ucap Dean dengan mengerutkan keningnya.

"Bener, sebagai manusia modern gue juga nggak percaya," sahut Ryan dengan menggaruk tengkuknya.

"Terserah kalian mau percaya atau nggak lagian itu hak lo pada. Tapi yang pasti hal itu fakta," ucap Lino dengan mengangkat bahunya.

Tiba-tiba saja Lino menghentikan langkahnya. Ia mengepalkan tangan saat melihat Arsen duduk di samping gadis yang bernama Ray. Gadis itu ternyata masih berani setelah di buat malu di depan umum.

"Wah, orang yang kayak itu mending di lempar rudal aja!" seru Dean yang terlihat memanasi sahabatnya.

Ryan yang mendengar itu sontak menatap tajam. Ia segera memukul tubuh Dean berkali-kali sungguh lelaki itu kali ini sudah berbuat salah.

"Anjir, jangan bikin suasana panas!" geram Ryan dengan menatap tajam.

Seketika saja nyali Dean menciut. Ia akan takut jika berhadapan dengan Ryan yang seperti sekarang.

Lino mulai merenggangkan ototnya. Ia sungguh akan memukul jika orang itu bukan seorang gadis. Ia tidak ingin mengulang kesalahan seperti yang dia lakukan kepada Mita.

Ia berjalan dengan langkah tenang. Ia duduk disamping Arsen dan hal itu membuat semua orang menahan napas.

"Lino lo harus sabar," ucap Ziel dengan tersenyum tipis.

"Gue selalu sabar, kok! Tapi terlalu sabar juga nggak baik," sahut Lino dengan menyeringai.

Awalnya Arsen terkejut dengan keberadaan. Namun, tidak lama tersenyum menatap dirinya. Kali ini apakah ia boleh sombong jika Arsen hanya tersenyum kepadanya.

"Ngapain pindah, hmm?" tanya Arsen dengan mengelus rambutnya.

"Udah gue bilang kan? Gue ini orangnya posesif, loh," ungkap Lino dengan tersenyum manis.

"Dasar," ucap Arsen dengan tertawa kecil.

***

Jangan lupa vote dan komen!
Nggak malu-maluin bukan Lino🥰
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang