5

55.3K 6.6K 286
                                    

Matahari mulai menyingsing tinggi, namun tidak dengan anak cowok yang merasa bahwa sekarang masih jam malamnya. Lelaki itu terlihat urakan dilihat dengan cara tidurnya yang seperti jarum jam.

"NO! NO! LINO!"

Sebuah teriakan membuat lelaki itu terbangun dari mimpi indahnya. Ia celingak-celinguk dengan wajah cengo karena kesadarannya masih belum pulih.

"Huh? Apa? Gue dimana?" racau Lino dengan tatapan mata yang masih sayu.

"Ini neraka."

"Hah, neraka? Oh, hahaha! Wajar ajalah lagipula dosa gue itu banyak," racau Lino dengan menggaruk tengkuknya.

"Bangun! 5 menit gue tunggu!" perintah Ziel meninggalkan Lino dengan segala sifat absurd nya.

"Tunggu! 5 menit? Anjir! Gue hari ini sekolah! Aduh, begonya!" cerocos Lino sebelum pergi mandi.

Lino segera berlari tanpa menyadari kakinya tergulung oleh selimut hingga membuatnya jatuh. Hal itu tidak membuatnya kesakitan ia segera bangkit menuju kamar mandi.

Seusai mandi ia mengacak-acak rambutnya dengan handuk agar membuatnya sedikit kering. Ia menatap wajahnya dengan tersenyum manis.

Antagonis pria ini memiliki wajah yang cukup tampan. Ia memiliki mata setajam elang, hidung mancung seperti perosotan anak dan bibir merah alami. Elio merupakan sosok orang yang cukup ganteng untuk anak-anak usianya. Dulu saja dia juga anak orang kaya, tetapi tidak ganteng kayak Elio. Dia jadi heran apa mungkin dia anak pungut?

Lino menggelengkan kepalanya kecil dengan menepuk-nepuk pipi pelan. Ia mengambil hair dryer lalu mengeringkan rambutnya. Seusai rambutnya sudah kering ia segera menyiapkan peralatannya juga memakai seragam kebanggaan SMA Cendana.

"Elio Lo itu ganteng tapi kenapa nggak cari cewek aja, sih. Lo itu terlalu banyak ganggu Geng Black Wolf sehingga lupa sama jodoh," gerutu Lino dengan menghela nafas panjang.

Setelah mengatakan beberapa kata ia menuruni tangga dengan pelan ternyata keluarganya sudah berkumpul. Ia mengeryikan keningnya tumben sekali keluarga Maheswari sudah lengkap. Saat membaca buku harian Elio keluarga ini sangat jarang berkumpul di pagi hari kecuali hari libur kerja.

"Pagi!" sapa Lino dengan tersenyum tipis setidaknya untuk menghormati orang tua bukan.

"Pagi," sahut Satria dengan membaca korannya.

"Hmm," sahut Ziel dengan muka datar.

"Pagi juga, sayang. Ayo sini duduk disamping Abang kamu," sahut Alun dengan tersenyum manis.

Lino mengangguk lalu duduk disamping Ziel. Setelah itu mereka hanya diam ternyata susah juga memiliki keluarga yang dingin plus tsundere. Sebenarnya Elio itu salah paham tentang ayah juga abangnya karena jarang berkomunikasi. Namun, yang membuatnya bingung kenapa Ziel selalu melarang Elio berteman dengan teman-temannya.

"Lino ... ayo makan jangan ditatap aja," ucap Alun dengan menyodorkan sesendok nasi di atas piring Lino.

"Ah, iya," sahut Lino sebelum keheningan terjadi lagi.

***

Lino menatap parkiran sekolah yang penuh murid-murid berdatangan. Wajahnya kini berganti menjadi masam sembari menatap jam tangannya.

"Hai assalamualaikum kalian nungguin aku, enggak?" seru Adya dengan watados.

Saat Adya datang tangannya sudah gatal ingin memukul. Saat mengayunkan tangan Adya menjauh sehingga pukulannya meleset.

"Eits! Tidak kena!" ledek Adya dengan tertawa terbahak-bahak.

"Lo darimana aja babi! Gue kira lo lagi diculik sama tante-tante girang!" geram Lino dengan berkacak pinggang.

"Kamu mau nyingkirin aku? Hahaha! Nggak bisa sayyy!" seru Adya dengan memegang perutnya karena terlalu lama tertawa.

"Gila," desis Lino sebelum meninggalkan Adya sendirian.

"LINO! ELIO! MAHESWARI! TUNGGUIN GUE! OYY! TULI!" teriak Adya yang membuat tatap mata menuju kearah mereka berdua.

Saat berlari kecil menghindari kejaran dari Adya tanpa sengaja menabrak seseorang. Lalu segera membantu siswi itu berdiri ia terkesiap melihat gadis itu menangis.

"Apa gue kekencangan tabrakannya, ya?" gumam Lino dengan menatap siswi itu.

Namun, setelah cukup lama menatap ia teringat gadis itu orang yang menunjukkan mereka jalan ruangan kepsek kemarin. Ia memegang kedua pundak gadis itu sebuah teriakan menghentikan suaranya.

"ELIO!"

Ia melepaskan pegangannya kepada gadis itu lalu mengalihkan atensinya kepada orang yang meneriakinya. Ia mendengus kesal ternyata cuman Arsen dkk.

"ELIO! LO NGAPAIN GINA SAMPAI BUAT DIA NANGIS?!" bentak Ravy yang membuat seluruh murid menatap mereka.

"Lo nggak pantas panggil nama gue dengan mulut busuk Lo! Gue nggak ngapa-ngapain nih cewek! Orang dia nangis sebelum gue nggak sengaja nabrak dia! Emang Gina siapa, sih?! Gue amnesia kalau Lo lupa," geram Lino dengan mengendalikan emosinya agar tidak memberontak seperti didunia nya dulu.

"Halah, palingan itu cuman akal busuk Lo untuk amnesia! Lo itu cuman iri sama kita-kita!" caci Ravy dengan mendorong tubuh Lino hingga hampir terjatuh jika tidak ditahan oleh Arsen.

"Ehm ... makasih ... kak Arsen," ucap Lino dengan menggaruk tengkuknya yang hanya dibalas anggukan oleh Arsen.

"Ravy jangan gegabah keruangan CCTV," ucap Arsen segera berjalan meninggalkan Lino dengan tanda tanya.

"Sini Lo!" seru Ravy dengan menyeret Lino melalui kerah bajunya.

Lino hanya bisa pasrah lagipula dirinya tidak bersalah buat apa takut. Ia menatap ruangan keamanan sekolah dengan tenang yang membuat Ravy kebingungan seharusnya di keadaan sekarang itu ketakutan.

"Cepat gue mau balik," ucap Lino dengan muka masam.

"Kenapa mulai takut bukan?" cibir Ravy dengan terkekeh geli.

"NGGAK GOBLOK! CEPAT SEBELUM GUE KENCING DIHADAPAN LO SEMUA!" bentak Lino dengan berkacak pinggang.

"Pak buka pas waktu pukul 7 lewat 13 menit," ucap Arsen dengan tenang.

Saat berada di detik itu ia melihat seorang siswa yang berlari kecil lalu menabrak seorang siswi. Siswa itu tampak ingin menolong namun tiba-tiba datang mereka bertiga.

"Gue nggak salah bukan kalau gitu gue pergi, bye!" seru Lino dengan berlari kocar-kacir yang membuat orang di sana dibuatnya bingung akan tingkahnya.

Saat berlari lagi-lagi ia tidak sengaja menabrak seseorang. Ia tidak peduli yang penting menuntaskan panggilan alamnya.

"LINO! KOK LARI! TUNGGUIN WOY!" teriak Adya mengejar langkah kaki Lino.

Saat berada di toilet Lino menutup dengan kencang hingga tanpa sengaja mengenai hidung Adya. Ia tidak memperdulikan pekikan dari sahabatnya yang satu itu

"ANJING! HIDUNG GUE! ASTAGA NGGAK PATAH BUKAN! OMG!" pekik Adya dengan mengelus hidungnya.

Lino keluar dengan menghela nafas lega akhirnya dia bisa mengeluarkan panggilan alamnya. Ia mengiris kecil melihat hidung Adya yang tampak memerah.

"Sakit banget ya, Dya?" tanya Lino dengan cengengesan.

"Udah tahu malah tanya, asu!" geram Adya dengan mengelus hidungnya.

"Hehe, nanti gue traktir Lo apa aja deh," ucap Lino dengan menggaruk tengkuknya.

Adya hanya mengiyakan sebenarnya dia tidak memerlukan traktiran siapapun karena ia tidak ingin memanfaatkan sahabatnya. Saat mereka keluar dari toilet Lino dikejutkan dengan Arsen dkk.

"Bukannya urusan kita sudah selesai ada apa lagi?" tanya Lino dengan mengangkat alisnya.

"Gue sebagai ketua Black Wolf minta maaf atas sikap keterlaluan yang dilakukan oleh Ravy," ucap Arsen dengan tenang tapi Lino dapat melihat ketulusan itu. Ia tidak menyangka lelaki itu tidak gengsi untuk mengatakan kata maaf.

"Nggak papa ini cuman kesalahpahaman kalau gitu gue pergi," pamit Lino meninggalkan Arsen dengan rasa penasarannya.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Makasih sudah mampir :)
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang