8

11.2K 1.3K 194
                                    

Lino memainkan ponselnya dengan bersandar di depan kelas Arsen. Ia cukup sabar untuk menunggu tunangannya karena Arsen berada di kelas akhir. Mereka pasti membutuhkan banyak kelas tambahan.

"Anak IPA kayaknya emang suka pulang telat. Padahal jurusan lain udah pulang," gerutu Lino dengan mematikan ponselnya.

Ia menatap ke arah jendela dengan mendengus kesal. Apalagi dia di buat kesal oleh kehadiran sang adik juga para sahabatnya.

"Ngapain lo pada di sini?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Mau hang out tapi nunggu kakak," jawab Mika dengan memutar matanya.

Adya tertawa dengan merangkul pundak Lino. "Sejak kapan lo gini? Kemana sifat malu-maluin lo?"

Lino mengerutkan keningnya. Ia mulai menggaruk tengkuknya karena apa yang di bilang Adya ada benarnya juga.

Bruk!

Lino membuka pintu dengan kasar membuat penghuni kelas terkejut. Di tambah sang guru mulai menatap tajam mereka.

"Sen ... kapan pulang? Aku udah capek ini!" seru Lino dengan berkacak pinggang.

Para sahabatnya mulai meringis malu karena tingkah Lino. Lalu Arsen dan Ziel hanya menatap datar mereka. Memang hanya mereka berdua yang paling normal di antara yang lain.

"Anjir, nggak gini juga!" seru Adya dengan menepuk jidatnya.

Plak

"Lo bikin malu tau nggak!" geram Nicho dengan menghela napas panjang.

Lino hanya mengelus kepalanya dengan cengengesan. Namun, berbeda dengan penghuni kelas lain yang menatap mereka dengan tatapan tidak percaya. Apa ini yang di namakan iblis liar dari Dermaga Putih?

Ravy mulai merenggangkan ototnya dengan berjalan menuju Lino. Hal itu membuat Lino berlari dengan berlindung di belakang Dean dan Ryan. Hal itu membuat nyali Ravy menciut karena ke dua orang itu sangat liar dan ganas walaupun tidak separah Lino.

Arsen mulai bangkit dari duduknya membuat suasana kelas mencekam. Arsen berjalan menuju Lino dengan muka datar. Kemudian menarik tangan Lino dengan cukup keras membuat sang empu meringis.

"Heh, jangan karna lo tu ..."

"Jangan karna pacar Lino lo bisa buat kasar ke dia," tekan Ryan dengan muka dingin. Di wajah ke dua sahabat Lino tidak ada lagi senyuman jahil. Tangannya yang satu hanya membekap mulut Dean.

"Gue nggak suka kalian terlalu dekat sama Lino," ucap Arsen dengan cukup tenang tidak ada tersirat kemarahan.

Dean yang mendengar sontak tertawa mengejek. "Lo itu hanya orang baru di kehidupan Lino sedangkan kami teman masa kecil Lino. Lo nggak terlalu kenal Lino kayak kami."

Arsen yang mendengar sontak tertegun. Tangannya mulai melepaskan cengkeraman di tangan Lino. Ia berpikir jika hal itu ada benarnya juga jadi tidak bisa berbuat banyak.

Lino yang melihat sontak merasa serba salah padahal di sini ia korban pertikaian mereka. Ia menarik tubuh Arsen lalu memeluk tubuh lelaki itu.

Arsen hanya diam dengan meletakkan kepalanya di pundak Lino. Ia sungguh agak capek untuk hari ini entah mengapa. Di tambah keberadaan ke dua sahabat Lino yang terlihat dirinya merasa canggung karena belum terlalu mengenal sifat tunangannya sendiri.

"Udah jangan dengerin omongan Dean sama Ryan. Mereka gitu karna khawatir sama gue sebagai sahabat," bisik Lino dengan mengelus rambut Arsen.

"Maaf aku udah kasar sama kamu," lirih Arsen dengan mengerutkan pelukannya.

"Udahlah jangan mengsedih kita ini lakik!" seru Lino dengan mengangkat tangannya ke atas.

Arsen mengangkat wajahnya dengan tertawa kecil. Tangannya mulai mengacak rambut Lino.

Semua orang sontak terkejut. Pasalnya, Arsen itu sangat cuek dan dingin bahkan untuk tersenyum saja susah. Tapi apa yang di lihat oleh mereka sekarang.

Perhatian Lino sekarang mulai beralih kepada ke dua teman masa kecilnya. Ia merenggangkan ototnya dengan tersenyum lebar.

"Hehe, ampun No!" seru Dean dengan cengengesan.

"Beneran No muka lo udah kayak setan!" seru Ryan dengan meringis kecil.

Lino segera memiting leher ke dua sahabatnya dengan tersenyum lebar. Ke dua sahabat sontak menepuk tangan Lino dengan mata melotot.

"Heh, anjir! Mati nanti teman lo!" pekik Adya dengan tertawa terbahak-bahak.

"Anjir, nggak ada yang bener!" gerutu Nicho dengan menggelengkan kepalanya.

"Ayo lagi No! Jangan pantang nyerah!" teriak Vano dengan mengangkat ke dua tangannya.

Plak!

"Nggak bener lo asu!" sembur Ravy dengan menatap tajam.

Akhirnya Arsen dan Ziel turun tangan memisahkan mereka. Lino hanya menatap wajah Arsen dengan mengedipkan matanya.

"Eh, para teman kecil gue! Maaf, yak! Habisnya lo itu bikin gue nggak bisa dapat jatah. Gue tau kalian sayang sama Aa ganteng ini tapi sekarang urusan rumah tangga gue," seru Lino dengan menepuk dadanya bangga.

Seketika Dean dan Ryan berpura-pura ingin muntah. Adya hanya bisa menatap aneh. Nicho hanya menatapnya jijik serta Ravy yang mulai mencibir Lino. Lalu Vano yang tertawa terbahak-bahak.

"Udah kamu mau pulang bukan? Ayo kita pergi," ajak Arsen dengan menarik tangan Lino ke arah mejanya.

"Ngapain narik aku ke sini?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Simpan barang-barang aku," perintah Arsen dengan muka datar.

Lino sontak melotot tajam. "Anjir, aku ini pacar kamu bukan babu!"

Arsen sontak mengangkat alisnya. "Siapa bilang kamu babu aku? Ini hukuman kamu karna udah masuk dengan cara nggak sopan."

"Huh, iya ayang aku!" seru Lino dengan memutar matanya.

***

Lino memarkirkan motornya di pekarangan rumah Arsen. Ia memang sengaja mengikuti Arsen dari belakang.

"Aku kira kamu mau pulang ke rumah. Biasanya kamu itu males pergi keluar," ucap Arsen dengan mengacak rambutnya.

Lino melepaskan helm dengan mengacak rambutnya pelan. Memang pesona mereka berdua sama-sama tidak tertandingi. Namun, sayangnya mereka tidak bisa di gapai oleh orang lain.

"Hehe, enggak lah. Kamu kira aku anak rumahan yang males di ajak main," ucap Lino dengan cengengesan.

"Eh, mertua aku ada di rumah nggak? Lama nih nggak ketemu sama mereka. Aku sebagai mantu yang baik harus nyapa mertua," cerocos Lino dengan tersenyum lebar.

Arsen hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia hanya pasrah mendengar kicauan lelaki itu. Namun, karena itu dirinya menyukai Lino dengan segala keanehannya.

"Iya, mereka akan di rumah. Ayo masuk," ajak Arsen dengan menggenggam tangan Lino.

"Aduh, makin sayang deh ama kamu! Kamu padahal nggak perlu gandeng aku soalnya kita nggak nyeberang jalan," celetuk Lino dengan cengengesan.

"Oh," sahut Arsen dengan melepaskan genggaman tangannya.

Lino seketika menjadi cengo sendiri. "Jadi akunya nggak di bujuk gitu?"

Arsen hanya mengangkat bahunya. Namun, pada saat yang sama lelaki itu mulai menggendong tubuh Lino.

"Kamu itu tsundere banget. Jadi heran aku," ledek Lino dengan tertawa puas.

"Eh, jangan di turunin! Ngambek mulu perasaan dulu nggak gitu," lanjut Lino dengan cemberut.

"Cuman sama kamu doang," timpal Arsen dengan tersenyum tipis.

"Uh, makin sayang, deh!" seru Lino dengan mengecup pipi Arsen.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Sifat mereka makin lebih aneh, guys😃
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang