7

52.2K 6.1K 355
                                    

Lino terus saja tiduran dipangkuan Arsen. Ia merasa sedikit lebih tenang ditambah lelaki itu mengelus-elus kepalanya.

"Ziel kami mau pulang dulu ini sudah terlalu malam," ucap Ravy dengan bangkit dari duduknya.

Lino rasanya ingin berkata kalau sekarang sudah sangat malam apalagi bagi cewek. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul 10 malam. Ia sedikit bingung apa kedua orang tua gadis itu tidak khawatir putrinya pulang terlalu malam.

Lino menatap Arsen yang ingin pergi dengan wajah cemberut. Ia baru saja ingin menjelajah alam mimpinya tapi lelaki itu malah pergi.

Ia dan Ziel turut mengantarkan para teman-teman abangnya hingga depan gerbang. Saat ingin membuka gerbang tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh suara petir.

Lino yang mendengar itu hanya terkesiap dengan memeluk orang yang berada disampingnya. Orang yang berada disampingnya itu juga turut memeluknya dengan erat.

"Ehem! Arsen Lo sama Lino ngapain?" celetuk Ravy dengan berkacak pinggang.

Lino yang mendengar instruksi segera mendorong tubuh lelaki itu. Ia seketika menjadi malu dan rasa panas mulai menjalar dari seluruh tubuhnya.

Lino menatap kearah langit yang sudah menurunkan tetesan air. Ia tidak heran memang benar jika dunia novel itu bisa diputar sesuka hati para protagonis. Apa mungkin ini isi hati protagonis wanita yang ingin dekat dengan Arsen?

Sebuah jaket kulit berada di atas kepalanya menyadarkannya akan pikirannya. Ia menatap kesamping mendapatkan Arsen dengan raut wajah tenangnya. Ia mengerutkan keningnya bukannya ini bab yang seharusnya Arsen memberikan jaket kepada Gina. Ini merupakan bab yang sering diceritakan oleh adiknya hingga dirinya sedikit bosan.

"Kenapa?" tanya Lino dengan menatap tubuh Arsen yang cukup basah karena terkena tetesan air hujan.

"Nanti dulu," ucap Arsen.

Ia hanya diam menatap Arsen yang merangkulnya. Ia berpikir keras kenapa malah dirinya yang diberikan jaket lalu kenapa bukan Gina. Ia cukup mengetahui bahwa lelaki itu sangat membenci Elio tapi apa ada sesuatu yang tidak diceritain.

Saat sampai didalam rumah ia segera melepaskan rangkulan lelaki itu dari pundaknya. Ia mengembalikan jaket itu kepada pemiliknya dengan tersenyum canggung.

"Ehm ... makasih kak ..."

"Arsen," sela Arsen dengan muka datar.

"Maksudnya?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Panggil gue Arsen," jelas Arsen dengan mengangkat bahunya.

Lino hanya mengangguk kemudian berjalan menuju abangnya. Kali ini sepertinya mereka harus berdiskusi bagaimana kelanjutannya.

"Ziel ini gimana mereka? Kalau dipaksakan mereka nanti pulang basah kuyup juga malah sakit esoknya," ucap Lino dengan mengelus tangannya.

"Kalau mereka nginap disini apa Lo nggak keberatan?" tanya Ziel dengan mengangkat alisnya.

Lino mengangkat bahunya ia tidak peduli mau mereka tinggal di kolong jembatan asal tidak mengganggu ketenangannya. Ia kembali duduk di sofa dengan tenang tidak ingin ikut campur.

"Berarti gue anggap setuju. Gina karena Lo anak cewek satu-satunya akan tidur diruang tamu. Gue sama Ravy tidur dikamar gue lalu sisanya tidur dikamar Lino," ucap Ziel dengan menatap Lino sekilas.

Lino melotot tajam menyanggah, "Nggak! Nggak! Gue nggak mau! Enak aja! Gue nggak bisa tidur sama orang asing! Gue sama Abang aja!"

"Tadi aja siapa yang tidur dipangkuan Arsen sekarang sok-sokan menolak," cibir Ravy dengan menatap sinis.

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang