14

42.2K 5K 303
                                    

Lino dkk sekarang berada di cafe seperti rencana mereka. Lino tidak menyangka jika mereka akan semudah ini diajak berdamai. Lino hanya menghela nafas panjang jika saja Elio tidak memendam perasaan dan mencoba bersikap terbuka pasti tidak akan mendapatkan kematian yang tragis.

Namun, hal yang ia bingung hingga saat ini adalah teka-teki novel ini. Jika dia sekarang sudah berdamai dengan para protagonis apakah dia akan tetap menjadi antagonis atau protagonis. Lalu jika dia sudah menjadi protagonis ia akan hidup dengan tenang bukan.

"No! Jangan ngelamun mulu ke sambar gledek baru tahu rasa," ledek Adya dengan tertawa.

"Heh, Lo semakin ngelunjak ya semenjak gue berdamai sama Lo pada! Minta di slepet nih anak," seru Lino dengan menggulung lengan bajunya.

"Gelut! Ayo gelut! Gue suka keributan!" seru Ravy dengan bertepuk tangan.

Lino dan Adya menatap kearah Ravy dengan heran biasanya kalau orang ribut itu dilerai ini malah dipanasi. Apakah ini yang dinamakan teman laknat? Tapi apakah mereka memang berteman?

"Wait! Sekarang kita ini sudah berdamai bukan kalau begitu kita ini sebagai orang asing atau berteman," ucap Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Ya, orang asing lah! Ora sudi gue jadi teman Lo," sahut Ravy dengan mengangkat bahunya.

"Kalau sebagai orang yang asing nggak mungkin ngumpul juga traktir kayak gini," ucap Lino dengan menggaruk tengkuknya.

"No, kok Lo sekarang banyak bacot ya? Biasanya kalau ngumpul hanya diam juga ngelamun mikirin strategi ngalahin Arsen," ucap Adya dengan mengangkat alisnya.

Lino berdecak kesal lalu mengambil minuman Thai tea rasa green tea dengan asal tanpa mengetahui itu milik siapa, rasanya tenggorokannya sedikit kering karena terlalu banyak berbicara. Ziel dkk kecuali Arsen melotot tajam melihat hal itu.

"Lega juga akhirnya," ucap Lino dengan mengelus lehernya.

"Gue banyak bacot? Ya sifat gue emang gini kok. Jika kalian mengira kalau gue itu pendiam kayaknya kalian kurang mengenal diri gue. Ya, iyalah gue mikirin strategi terus. Itu karena gue mikir kenapa strategi yang gue pikirin dari berhari-hari bisa kalah ternyata gue nggak goblok hanya saja dicurangi," cibir Lino lalu kembali meminum Thai tea itu.

Lino menatap mereka dengan menyeringai kecil karena yang diucapkan oleh mereka itu memang fakta. Dia sudah bilang bukan kalau Elio itu kurang terbuka lalu hanya kepada keluarganya saja. Ia mengetahui ini dari buku harian Elio karena semua masalah yang dialaminya selalu ditulis dibukunya. Mungkin karena ini banyak orang yang bilang bahwa tidak ada pertemanan yang tulus bahkan memahami temannya.

"Hmm, yang dibilang Lino benar karena dia banyak bicara kepada keluarga kami," sahut Ziel yang lagi-lagi membuat semuanya terdiam dibalik rasa bersalah.

Setelah mendengar perkataan kedua saudara itu semuanya menjadi diam tidak ada lagi bacotan. Lino yang melihat itu seketika menghela nafas panjang.

Brak!

"EH, SUSU EMAK!" pekik Ravy dengan muka terkejutnya.

"EH, KONTOL!" pekik Adya lalu menutup mulutnya karena kaget sekaligus malu dengan latahnya sendiri.

Lino yang mendengar itu seketika tertawa terbahak-bahak dengan memegang perutnya. Semua kelakuan mereka tidak luput dari penghuni kantin. Ziel segera berjongkok dibawah meja lalu Arsen yang menutup wajahnya menggunakan menu cafe.

"Anjir! Gue nggak nyangka ternyata Lo mesum juga, Dya!" seru Lino dengan memegang perutnya karena terlalu lelah tertawa.

"Lo bikin malu gue babi!" seru Adya dengan wajah masam.

"Ye! Ini bukan salah gue, ya!" sahut Lino dengan menjulurkan lidahnya mengejek.

"Eh, tunggu! Gue tadi mau ngapain, ya? Kok gue bisa lupa," lanjut Lino dengan menggaruk tengkuknya.

Lino terus saja berpikir dia ingin melakukan apa, pasalnya jika dia ingin berbicara lalu ada seseorang yang menyelanya pasti tidak akan ingat lagi apa yang akan dibicarakannya. Ia menatap menu makanan yang dipegang oleh Arsen lalu teringat.

"Mbak! Sini!" seru Lino dengan melambaikan tangannya.

Ziel yang melihat itu hanya meringis kecil menahan malu. Ia harus banyak bersabar menghadapi sifat Lino sekarang yang mungkin akan sering membuatnya kehilangan wajah.

Setelah memesan makanan akhirnya mereka menunggu sembari memainkan ponselnya masing-masing inilah yang dialami anak muda sekarang. Ia menatap sekeliling lalu tatapan matanya tertuju kepada Arsen dengan segala pesonanya. Ia menggeser kursi lalu hingga duduk disamping lelaki itu.

"Hey, ganteng lagi ngapain?" tanya Lino dengan mencolek pipi Arsen.

Arsen yang mendengar itu seketika tersedak air liurnya sendiri. Ia mengambil minuman miliknya membuat Lino terkejut.

"Jadi minuman ini milik Lo? Astaga gue nggak tahu! Nanti gue ganti, deh!" seru Lino dengan meringis kecil sebenarnya ia mengira kalau minuman itu milik Ziel.

"Nggak perlu," tolak Arsen dengan muka datar.

Lino mengangguk pelan lalu tersenyum berkata, "Sen minta dong nomer Lo. Gue kayaknya nggak punya, deh."

Arsen menatapnya sekilas lalu memberikan ponselnya kepada Lino. Lelaki itu segera mengotak-atik keyboard dengan cepat lalu mengembalikan kepada pemilik ponsel itu.

"Nasi goreng 5 porsi lalu jus jeruk 4 dan Thai tea rasa green tea 1."

"Makasih kakak cantik," ucap Lino dengan mengedipkan matanya membulat cewek itu merona dibuatnya.

Lino terkekeh kecil dengan menggelengkan kepalanya melihat cewek yang digodanya merona dibuatnya. Ia menatap ke arah Arsen yang lagi-lagi minum Thai tea. Namun, yang membuat tersenyum adalah cara makan Arsen yang terlihat berantakan seperti anak kecil.

"Arsen," panggil Lino.

Setelah mengatakan itu Lino mengambil butir nasi yang berada dipinggir bibir lelaki itu. Arsen yang belum siap langsung terkejut bahkan wajahnya sudah memerah. Namun, hanya mereka yang mengetahui kegiatan itu karena yang lain sedang asyik makan.

"Eh, katanya pihak sekolah mau mengadakan camping di hutan," celetuk Ravy yang mengalihkan atensi Lino.

Arsen yang melihat itu segera menghela nafas lega karena tidak ketahuan oleh Lino kalau wajahnya memerah. Kali ini sepertinya dia akan berterima kasih kepada Ravy dengan segala gosipnya.

"Loh, bukannya ini awal tahun? Lalu kenapa tiba-tiba ada camping?" cecar Lino dengan mengangkat alisnya.

"Ini sudah mau kenaikan kelas babi!" sahut Adya dengan memutar matanya.

"Mana gue tahu babi! Gue kan hilang ingatan lagipula gue ini murid pindahan mana punya grup kayak kalian," ledek Lino dengan mengangkat alisnya.

"Suka banget Lo nyindir orang," cibir Ravy dengan tatapan sinis.

"Situ kerasa," ucap Lino dengan mengangkat alisnya.

"Lo ..."

"Masukin," celetuk Arsen yang diberi anggukan oleh Ziel.

"Hah, masuk kemana? Lo bikin ambigu anjir!" seru Lino dengan memutar matanya.

Ding!

"Lo bilang gue punya pikiran mesum tahunya Lo lebih traveling pikirannya," cibir Adya dengan memutar matanya.

Lino cengengesan dengan menatap notifikasi dari aplikasi chatting miliknya. Ia menatap grup yang menginfokan tentang acara camping sekolah yang diadakan tiap tahun.

"Camping ya," gumam Lino dengan menatap kearah jendela

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Lino jika nggak ada malu-maluin itu bukan Lino namanya 🤣
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang