cuap-cuap pagi hari

11.2K 1.3K 121
                                    

Renjun tahu ada banyak perubahan signifikan yang terjadi pada dirinya di kehamilan keduanya saat ini. Selain hormon kehamilan yang memicu perubahan baik mood dan tingkat sensitivitas, kondisi fisik tubuhnya juga turut banyak berubah.

Perutnya bahkan terlihat lebih besar daripada saat ia mengandung Junhyuck, terlebih sejak memasuki trimester ketiga. Sebelumnya bahkan ia dan Haechan kompak menerka bahwa bayi yang tengah meringkuk nyaman dalam perut Renjun ada dua jumlahnya, sebelum kemudian terpatahkan opininya setelah dilakukan USG pertama. Meyakinkan keduanya bahwa hanya ada satu bayi disana, yang tentunya berbobot lebih besar jika ditilik dari kacamata medis.

Menyadari hal ini, tentu saja Renjun dibuat merinding. Bobot Junhyuck yang mencapai tiga koma sekian saat lahir saja sudah sangat besar baginya. Lalu bayi keduanya yang sering ia panggil Lele gembul ini, akan sebesar apa?

"Aduh Injun, aku takut banget deh liat bayi gembul nendang-nendang gitu. Sakit nggak sih?"

Meski bukan yang pertama kali melihat hal demikian, namun Haechan selalu dibuat terperangah dan takjub oleh bagaimana tonjolan-tonjolan milik kecebong— maksudnya, bayi mereka seolah merusuh di dalam perut besar istrinya. Di atas matras yang digunakan Renjun untuk senam yoga, bayi gembul yang masih harus menunggu untuk rilis ke dunia itu seolah ikut menemani sang mama dalam melakukan senam, karena tonjolan yang entah berasal dari kaki atau tangan, tidak hanya muncul di satu sisi perut melainkan berputar-putar.

"Enggak." Renjun tersenyum menghadap Haechan, kemudian menarik napas panjang mengakhiri sesi yoga dadakannya. Perut besarnya yang tersingkap karena pakaian olahraganya yang hanya sebatas pusar ia biarkan, membuat Haechan bisa melihat jelas sesuatu yang akhir-akhir ini selalu Renjun tutupi darinya. 

"Ini namanya stretch mark ya?" Haechan tersenyum manis, membawa tangannya mengelus garis-garis berstektur berwarna kemerahan yang ada di bagian perut bawah Renjun. "Cantik. Tapi kenapa aku nggak boleh lihat?"

Renjun mengenyahkan tangan Haechan dari perutnya, menatap suaminya dengan bibir mencebik lucu. "Ya aku malu lah! Perutku udah nggak mulus kaya dulu," jawabnya sembari memejamkan mata. "Aku takut kamu jijik lihat perutku yang sekarang,"

"Astaga, sayang.. kok jelek gitu sih pikirannya?" Haechan menggeleng, tak habis pikir dengan jalan pikiran si ibu hamil ini padanya. Kenapa dia bisa punya pikiran semenyeramkan itu sih?

"Jahat banget aku jadi manusia kalau sampai nganggap perut yang jadi dunia pertama anak-anakku ini menjijikkan," lanjutnya, sembari merebahkan kepala pada paha sang istri yang wajahnya sudah menekuk sedih.

Iya, Renjun benar-benar sedih sejujurnya, saat pertama kali menyadari kehadiran si garis-garis merah tua yang tidak hanya muncul pada perut bawah tapi juga paha dalamnya. Padahal ia selalu rajin mengoleskan gel khusus pada area-area rawan stretch mark di tubuhnya. Dan kebiasaan satu ini juga ia lakukan saat dulu mengandung Junhyuck. Hasilnya? Tentu saja ampuh. Makanya sekarang dia sangat sedih, karena gel itu pilih kasih dan tidak bekerja di kehamilan keduanya.

"Aku sedih banget..." Renjun memeluk kepala Haechan, membuat pria itu agak kewalahan karena hidungnya tergencet diantara lengan dan perut istrinya. "Perutku udah jelek, nggak cantik lagi kaya dulu. Aku juga gendutan banget sekarang, beratku naik lima belas kilo huhuuuu!"

Haechan tersenyum tipis, kemudian balas memeluk dan mengusap-usap punggung Renjun yang bergetar. Ia tahu persis keresahan macam apa yang sedang dirasakan istrinya sekarang.

"Ya terus, kenapa?"

Renjun memundurkan kepala, menatap Haechan dengan bibir mengerucut dan tatapan paling sendu yang ia punya. "Aku takut kamu cari mama baru buat Junhyuck dan Lele— hiks.."

uwugami | hyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang