24. Ibu yang sakit hati (?)

49 4 0
                                    

Pernah satu kali Yerin sengaja menyia-nyiakan kesempatan, memberi celah pada teman satu kelasnya untuk berbuat semaunya tanpa ia bertindak apa pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah satu kali Yerin sengaja menyia-nyiakan kesempatan, memberi celah pada teman satu kelasnya untuk berbuat semaunya tanpa ia bertindak apa pun. Sekolah dasarnya ia tempuh dengan private school sampai tingkat tiga, lalu beberapa tahun selanjutnya ayahnya menyekolahkannya di sekolah internasional. Seluruh budaya terlihat, semua bahasa seolah digunakan dalam satu waktu yang sama, semua adat kebiasaan keluarga masing-masing orang seperti telah dileburkan menjadi satu adonan matang yang menyebalkan.

Anak-anak itu tidak menganggunya, hanya saja selalu memberikannya ejekan dengan mengatainya anak pendiam. Berkali-kali Yerin meloloskan mereka saat ada salah satu guru yang menanyainya apakah ada yang menganggunya, Yerin selalu menjawab tidak ada. Ia malas mencari masalah dan ia malas berdebat atau malah bertengkar setelah ia mengadu. Tidak ada jaminan saat ia mengadu maka ia akan terlindungi dari ejekan yang tak pernah menyentuh kulitnya, Yerin pikir lebih baik menghindari masalah lainnya daripada membuatnya satu lagi dan malah makin memusingkannya.

Penyelasannya ada pada saat teman-teman yang ia loloskan semakin mempermudah mereka dalam mengejeknya, setiap waktu, sepanjang ada kesempatan mereka selalu membuatnya tidak nyaman. Dan semakin Yerin diam, nyatanya semakin banyak teman yang menganggapnya tidak berdaya. Inilah, pelajaran yang ia dapatkan selain akademiknya. Sekolahan bukanlah ajang bermain prestasi, lagi pula akan jadi apa kau setelah lulus pun sekolah tidak menjaminmu. Apa sekolah mengatakan kau akan menjadi menteri setelah lulus? atau menjadi aktor dengan bayaran tinggi dengan nilai raport A plusmu? Atau sekolah menjamin pekerjaan padamu saat kau bersikap baik dan sopan layaknya anak malaikat.

Sekolahan bagi Yerin hanyalah salah satu tempat di mana ia membeli situasi, penggambaran nyata dari setiap teori kekuasaan yang tak ia sadari ternyata ayahnya ajarkan sejak ia masih belia. Sekolahan adalah situasi yang sengaja di beli untuk setiap anak mengasah kemampuan dirinya, bukan hanya dalam akademiknya saja, melainkan dalam setiap penanganan masalah yang datang (problem solving).

Sekolah tak melulu menjadi yang terbaik di kelas, karena nyatanya fakta yang ada adalah juara kelas hanya seorang yang monoton, yang tidak mau mempelajari hal baru, selalu tunduk seolah nilai adalah dewa. Nyatanya hanya satu atau beberapa orang saja yang berhasil melewati ambang batas sialan tentang penerapan nilai, menjadi pemegang beasiswa internasional untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri dengan pendidikan terbaik. Mereka yang menempuh banyak pendidikan biasanya sengaja semesta cetak untuk menjadi tenaga pengajar agar manusia berakal tak punah terlalu cepat.

Sedangkan Yerin, sengaja ayahnya sekolahkan hanya untuk membuat Yerin mengenali dunianya, suasana yang mencekam kadang-kadang, situasi yang menuntut pengendalian diri, serta beberapa hal tentang bagaimana cara menghadapi manusia lain yang jelas tidak satu pikiran dengannya. Bunglon, atau pelangi, menjadi yang tak terlihat seperti uap, menjadi yang paling lentur seperti bagaimana bunglon bisa menyesuaikan diri dalam segala warna dan penyamarannya. Yerin menyesal untuk itu, untuk setiap waktunya ia memberikan kesempatan orang lain membuatnya terpojok, tapi setiap ia mengadu pada ayahnya, yang ayahnya katakan hanyalah, 'tidak semua orang berpikir sama sepertimu. Dunia itu luas, beragam, inilah alasan ayah menyekolahkanmu, bukan untuk membuatmu mendapat nilai terbaik, tapi untuk membuatmu mengerti bagaimana hidup di atas bumi.'

The Law Behind The Scales ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang