35. Bumi bukan tempat untuk keadilanl.l

42 1 0
                                    

Udara segar terhirup penghidu setelah akhirnya Taehyung menyelesaikan tugas akhirnya, sementara Jimin juga berhasil menggaet gelar resmi atas studi hukumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara segar terhirup penghidu setelah akhirnya Taehyung menyelesaikan tugas akhirnya, sementara Jimin juga berhasil menggaet gelar resmi atas studi hukumnya. Entah bagaimana cara mengungkapkan perasaannya, yang jelas Taehyung dan Jimin merasa terhormat bisa menjadi bagian dari hukum dan lebih senangnya karena minggu kemarin berhasil membongkar dan menghukum oknum mengerikan yang mengabdi pada kekuasaan. Kasus menjamur itu akhirnya terpecahkan, meski kenyataan yang tersebar di laman-laman berita terasa begitu pahit.

Taehyung membereskan kamar asramanya, bersiap untuk berpetualang di dunia yang sebenarnya, bukan lagi menempuh teori di lingkup kampus, tetapi menimba ilmu di dunia realita. Kali ini ia benar-benar merasa harus mengabdi, yang semula ia beringin menjadi aktor, sekarang ia tak peduli. Nalurinya mengikat pada ujung runcing pedang milik dewi keadilan.

"Jim? terimakasih selama ini. Bukankah setelah ini kita tetap akan bertemu?" tanya Taehyung, kesedihan sontak tergambar begitu jelas di dalam matanya, iris berkaca-kaca yang menandakan ia tak ingin ada perpisahan meski ia tahu hukum alamnya di mana akan ada akhir untuk setiap pertemuan.

Jimin yang tadinya sedang menata baju-baju favoritnya dan sedikitnya meninggalkan beberapa baju tidur yang sudah tidak ia sukai di tempatnya. Ia lalu beranjak mendekat pada Taehyung, sahabat serta adik yang manis, baik, tegas dan sesekali menyebalkan.

Jimin menyentuh bahu Taehyung, mengusapnya, senyuman terbit senatural biasanya, ia ingin mengingatkan satu hal pada Taehyung. Mungkin jika ia diberikan kesempatan, ia ingin mendonorkan beberapa sel otaknya pada Taehyung, sedikit saja untuk menguatkan ingatannya. Sekarang ia berpikir, apa yang Taehyung pikirkan sampai bisa-bisanya melupakan hal terpenting setelah keluar dari asrama ini.

"Kita akan bekerja di kantor yang sama, ingin sekali kepalamu kujitak atau bagaimana?"

••

Malam sudah hampir sempurna menutupi sang senja, dari gurat jingganya, warna itu hampir memudar dan sebentar lagi pasti akan menghilang. Senja selalu menerima tanpa berontak meski pekatnya malam menelan keindahannya, membiarkan gelap menerjangnya dan ia hilang tapi untuk kembali esok hari. Janjinya pada semesta meski ia enggan menyaksikan drama manusia di atas bumi ini, yang saat siang mereka seolah setegas iblis sementara pada senja menjelang malam mereka akan menangis, merenungi bagaimana tiap detik yang mereka lalui menggulir bersama luka basah di rongga dada, mengulum perih, mendobrak batin, menguji kemanusiaan, dan kadangkala menyiksa diri. Sebenarnya hidup itu berkat atau malah hukuman?

Beberapa orang mengartikan hidup itu beragam. Sebagian mengatakan hidup adalah berkat, sementara sebagian yang lain hidup adalah kutukan, sementara kaum netral menganggap hidup adalah menumpang minum saja, karena kepercayaannya pada kehidupan setelah kematian lebih dominan daripada mereka harus lelah letih mengejar kekuasaan di dunia yang tiada habisnya.

The Law Behind The Scales ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang