Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭰꫀᥣᥲρᥲᥒ ᖯꫀᥣᥲ᥉

2.7K 235 6
                                    

"Kak, kata temen aku kalau olang mati itu pelgi ninggalin kelualganya selama-lamanya. Belalti aku nggak bisa liat mama...." Belum menyelesaikan kalimatnya Aida kembali menangis terisak.

Adiba segera memeluk adik kecilnya itu. Adiba berusaha untuk tetap tegar setidaknya di depan Aida. Aida sudah terlalu banyak menangis. Adiba sangat tidak tega. Sejak pemakaman mama mereka, Aida selalu bertanya kepada kakaknya kenapa mamanya dikubur. Aida berteriak tidak suka saat orang-orang mengubur mamanya. Adiba hanya bisa memeluk adiknya seraya menangis.

Ia masih belum menjelaskan kepada Aida.

Adiba menghapus genangan air dimatanya sebelum berbicara dengan Aida.

"Aida lihat kakak!" lirih Adiba, Aida menatap sendu kakaknya dengan suara isakan yang masih terdengar.

"Kamu tau sekarang mama lihat kita," ujar Adiba.

"Mana mama kak?! Mama dimana? Mama! Mama!" teriak Aida. "Kakak bohong!" lanjutnya setelah tidak menemui keberadaan mamanya. Aida kembali menangis.

"Aida, kakak nggak bohong. Mama memang bisa lihat kita, cuman kita nggak bisa liat mama. Allah sayang mama itu makanya mama dipanggil sama Allah."

"Berarti Allah nggak sayang Aida ya? Itu sebabnya mama Aida diambil," balas Aida kembali menangis.

"Nggak. Ngak gitu Aida. Allah sayang sama Aida. Allah sayang banget malah. Allah panggil mama soalnya tugas mama  udah selesai di sini. Mama udah berhasil membuat Aida jadi anak yang sholeh. Sekarang mama udah waktunya istirahat di surga. Suatu saat nanti mama, papa, Aida dan kak Adiba bakal kumpul bareng lagi di surga Allah. Kalau kamu kangen mama, kamu berdoa ya. Mama pasti senang kalau kamu berdoa. Mama nggak senang kalau kamu nangis. Kan kamu anak yang hebat."

Aida mengangguk mendengarkan perkataan kakaknya.

"Mama selalu ada dihati kita Aida. Mama selalu disamping kita. Kamu jangan nangis lagi ya, entar mama ikut nangis kalau liat kamu nangis."

Aida segera menghapus sisa air dimatanya.
"Nggak. Aida nggak mau mama nangis."

Adiba kembali memeluk adiknya erat.
"Kamu anak yang hebat Aida. Mama pasti sekarang sedang tersenyum."

🔪🔪🔪

"Gue malam ini nginep disini Adiba temenin lo." Itu suara Meysa.

"Gue juga bakal ikutan nginep."

Adiba dan Meysa menoleh ke sumber suara.
"Lo itu gak diajak tau, Kak! Lagian lo ngapain ikutan nginep si? Jangan bilang lo mau nyari kesempitan dibalik kesempatan!"

Takkk

Morgan menjitak kepala adiknya.
"Kebalik goblok!"

"Nahh berarti yang gue bilang barusan bener 'kan?" ujar Meysa setelah memegangi kepalanya yang sakit akibat jitakan sang kakak.

Takkk

"Positif thinking goblok!" lanjutnya seraya kembali menjitak kepala Meysa.

"Ishh lo ya!!" Meysa geram ingin sekali membalas perbuatan sang kakak, tetapi saat ingin membalas, telunjuk Morgan sudah mengontrol dahinya agar ia tidak bisa maju mendekati sang kakak.

"Gue pengen nginep mau jagain kalian berdua." Morgan menurunkan telunjuknya dari dahi Meysa. Pria itu sekarang menatap Adiba.
"Adiba, bolehkan? Gue bakal tidur di sini. Di sofa."

"Nggak boleh, gue yang bakal jagain Adiba dan Meysa!"

Semuanya menoleh ke sumber suara dimana Akhtar baru saja muncul seraya membawa selimut tebal dengan kedua tangannya.

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang