Ꮯhᥲρtꫀɾ Ⲋꫀꪑᖯเᥣᥲᥒ

5.3K 518 30
                                    

Tekan bintang di pojok kiri bawah sebelum membaca :)

🔪🔪🔪

Berita tentang meninggalnya sang ketua OSIS menjadi topik utama di SMA Gentara bahkan sampai ke sekolah-sekolah tetangga. Sudah tiga hari sejak jenazah ditemukan, sampai sekarang masih banyak sekali yang menangisi kepergian Gilang. Apalagi Gilang dikenal sebagai sosok yang ramah bagi semua orang.

Adiba masih sangat tidak percaya. Rasanya baru kemarin ia bercanda dengan Gilang. Ada rasa sesak dihatinya mengetahui jika Gilang sudah tidak ada di dunia.
Pria itu sangat baik sekali padanya.

Adiba hanya bisa mengikhlaskan dan mengirimkan doa untuk Gilang di sana. Adiba juga berdoa semoga saja pelakunya bisa segera terungkap.

"Kasus pembunuhan ini merupakan kasus yang pertama terjadi pada murid di SMA Permata. Sampai sekarang kita semua masih dalam keadaan berduka. Apalagi pembunuhan yang terjadi pada teman kalian sangat tragis. Ada beberapa sayatan di tubuhnya. Salah satu matanya terlepas. Di duga ada 15 tusukan di tubuh korban."

Beberapa orang merasa mual mendengar perkataan guru tersebut. Sedangkan Atha, ia tersenyum sangat tipis nyaris tidak terlihat mendengarkan perkataan guru wanita paruh baya yang sedang mengajar di kelasnya itu.

Dalam menghitung saja sudah tidak tepat. Bukan 15 tusukan, tapi 17 tusukan.
Menghitung saja tidak becus, apalagi menemukan siapa pelakunya.

"Buk De, saya mau bertanya kira-kira kasus pembunuhan ini atas motif apa?" tanya Meysa.

Buk Dewi melihat ke arah muridnya yang bertanya.
"Motif pembunuhan ini masih belum sangat jelas. Tapi Ibu curiga jika pembunuh nya memiliki gangguan mental."

Atha mengepalkan kedua tangannya mendengarkan perkataan Buk Dewi. Ia tidak suka mendengar itu.

"Saya berharap semoga pembunuhnya segera terungkap dan mendapat hukuman yang setimpal," sahut Adiba.

Bel sekolah berbunyi, semua murid langsung berhamburan menuju ke kantin.

Atha yang sedari tadi memperhatikan Adiba sangat tidak suka melihat raut wajah gadis itu. Jelas terlihat raut menyedihkan di wajah cantik Adiba. Atha tidak suka gadis itu memikirkan pria lain, apalagi pria yang sudah meninggal.

Sepertinya Atha harus memperlihatkan sisi gelapnya pada Adiba. Ia ingin Adiba takluk padanya. Mungkin dengan itu Adiba tidak akan berani memikirkan laki-laki lain.

Atha tersenyum miring.
"Tunggu waktu mainnya," gumamnya sangat pelan tetapi bisa disadari oleh Jeno yang sedang duduk disampingnya.

🔪🔪🔪

Bel istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu. Namun Atha masih setia duduk di bangkunya memperhatikan Adiba dari belakang. Gadis itu terlihat tidak bersemangat. Atha yakin pasti Adiba sedang memikirkan kematian Gilang.

Atha tidak suka itu.
Ia tidak suka jika Adiba memikirkan pria lain!

"Udah samperin, mau sampai kapan lo liatin dia." Itu suara Jeno. Akibat perkataan Atha, Jeno mencoba berusaha untuk berbicara frontal dengan tuannya.

Atha melirik kearah Jeno sekilas. Di detik berikutnya pria itu bangun dan menghampiri Adiba.

"Lo nggak mau ke kantin?"

Tidak ada jawaban. Sepertinya Adiba tidak mendengar suara Atha. Adiba tidak menyadari jika Atha sekarang sudah berada di dekatnya.

Atha menghembuskan napas kesal.
"Dia itu udah mati. Ngapain sih lo mikirin dia!"

Seketika perkataan Atha bisa didengar oleh Adiba. Gadis itu memasang raut tidak suka mendengarkan perkataan Atha.
"Apaan sih lo! Itu bukan urusan lo!" Adiba meninggikan suaranya.

"Itu jelas urusan gue! Karena lo itu milik gue Shakila Adiba Atmarini."

Adiba bergidik ngeri mendengarkan perkataan yang terlontar dari mulut Atha barusan. Apalagi pria di depannya saat ini terlihat tersenyum menakutkan di mata Adiba. Adiba memperhatikan sekelilingnya, kelasnya saat ini sedang sepi. Hanya ia, Atha dan Jeno yang berada di dalam kelas.

Mengapa Adiba tidak menyadari itu?

Adiba menelan salivanya susah payah. Ia tidak boleh takut.
"Apa hak lo bilang kayak gitu sama gue, hah?! Gila gue kira lo cowok baik-baik," tegas Adiba.

Atha tersenyum.
"Padahal dulu lo sendiri yang sering bilang kalau gue ini cuman milik lo."

Adiba tidak mengerti maksud dari perkataan Atha. Yang jelas saat ini Adiba ingin menjauh dari pria itu.

"Gue gak ngerti maksud ucapan lo! Lo pasti salah orang! Dan gue nggak tertarik sama sekali ama lo!" Adiba mempertegas kalimat akhirnya.

Atha mengepalkan tangan kanannya. Ia melangkah maju semakin mendekati Adiba. Adiba semakin merasa takut, gadis itu melangkah mundur.

"Lo mau apa? Lo jangan macam-macam atau gue teriak!" ujar Adiba.

Jarak Atha dan Adiba semakin dekat dengan meja yang berada di kanan dan kiri mereka berdua.

Atha menghentikan langkahnya ketika melihat wajah Adiba yang nampak ketakutan.
"Jangan takut, aku nggak bakal nyakitin kamu kok," ujarnya sangat lembut.

Penilaian Adiba terhadap Atha ternyata salah. Adiba kira Atha adalah pria yang baik-baik tapi ternyata Adiba salah.
Hari ini sikap Atha sangat berbeda kepadanya. Atha begitu sangat menakutkan.

"Lo pergi, gue mau ke kantin."

Mendengar perkataan Adiba, Atha berjalan mundur.

Adiba langsung ingin berlari saat mendapatkan kesempatan, namun sialnya Atha malah meraih pergelangan tangan kanannya.

"Jangan pegang tangan gue! Gue nggak suka dipegang sama cowok yang bukan mahram!" ujar Adiba seraya mencoba melepaskan pergelangan tangannya dari Atha.

Atha tersenyum lalu melepaskan pergelangan tangan Adiba.
"Yaudah ayo nikah biar kita jadi mahram," ujar Atha begitu entengnya.

"Gak waras lo!" ujar Adiba lalu langsung berlari meninggalkan Atha. Baru saja satu Minggu Atha mengenalnya, tapi dengan begitu mudahnya pria itu malah berkata demikian.

Sungguh Adiba tidak habis pikir.

Setelah Adiba meninggalkan kelas, Jeno menghampiri Atha.
"Gue nggak suka dia mikirin pria lain." Suara Atha langsung terdengar di telinga Jeno.

"Adiba kayaknya bakal ngehindar dari lo, dia tadi keliatan takut banget," balas Jeno.

"Gue bakal buat dia jadi milik gue sepenuhnya. Bila perlu gue bakal habisin orang-orang yang menurut gue adalah penghalang antara gue dan Adiba."

Jeno hanya diam, tidak tau harus merespon perkataan Atha seperti apa.

"Sikap gue yang asli belum sepenuhnya gue tunjukkan ke Adiba, gue bakal buat Adiba nggak bakal berkutik sama gue. Gue bakal ngebuat dia selalu nurutin perintah gue. Adiba hanya milik gue," tegas Atha penuh penekanan.

.
.
.

Tbc

Terus pantengin part selanjutnya yaaa.

Salam author ❤

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang