Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭰᥙᥲ ρᥙᥣᥙh Ꭼꪑρᥲt

2.3K 201 6
                                    

"Hah?!"

Meysa dan Adiba menoleh ke sumber suara dimana Akhtar berada di depan pintu kamarnya.

"Lo serius, Adiba?! Sialan! Brengsek! Dua orang gila masuk ke sekolah kita! Nggak Jeno nggak Atha ternyata sama-sama psikopat!" Akhtar terlihat sangat marah saat mengatakan itu hingga wajah pria itu memerah karena ternyata selama ini telah berteman dengan dua orang psikopat.

Sekarang, Adiba menelan salivanya susah payah. Akhtar dan Adiba sudah mengetahui sifat Atha sebenarnya. Masalahnya, Adiba takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya lagi.

Baru beberapa minggu, ayahnya dan adiknya bisa memulai hidup baru tanpa sosok mamanya. Adiba tidak ingin sampai keluarnya kenapa-napa.

Adiba tadi menceritakan tentang Atha ke Meysa karena tidak ingin terjadi sesuatu pada sahabatnya. Adiba ingin Meysa berjaga-jaga.

"Tunggu dulu, lo bilang apa tadi? Jeno?" Meysa sangat terlihat bertanya-tanya maksud dari perkataan Akhtar.

"Kemungkinan besar yang ngebunuh tante Zila dan yang neror Adiba selama ini adalah Jeno," ujar Akhtar seraya melangkah untuk duduk di kursi belajar milik Meysa.

"Hah? Jadi yang ngejebak gue Jeno? Jeno gay?" tanya Meysa yang jelas tidak membutuhkan jawaban.

"Sebenarnya masih kemungkinan besar itu memang benar. Kata Alvin waktu dia nabrak lo, ada kaki seseorang yang sengaja ngalangin kaki dia. Dan, Alvin ingat yang duduk disana waktu itu cuma Jeno," ujar Adiba.

Meysa tak habis pikir, dua teman kelasnya adalah seperti binatang buas.

"Dan lo, Ihan? Kenapa lo nggak pernah cerita soal Atha, hah?! Lo sembunyiin sifat asli dia dari kita semua!" ujar Akhtar nampak kesal.

Adiba menoleh ke arah Akhtar.
"Andai lo tau, Khtar. Berapa tertekannya gue sama sikap Atha. Betapa tertekannya gue nyembunyiin hal itu dari semua orang. Betapa tertekannya gue saat Atha ngaku ngebunuh Gilang dan Raisa demi gue." Tanpa sadar Adiba menjatuhkan air matanya mengingat semua hal itu.

"Gue pengen nyerita, Akhtar. Tapi gue takut. Karena Atha ngancem gue bakal ngelukain keluarga gue kalau ada yang tau tentang dia." Adiba menangis, Meysa segera memeluknya beberapa saat.

"Hidup gue benar-benar tertekan sejak kehadiran Atha," lanjut Adiba.

"Maaf, Ihan. Gue cuma lagi marah. Maaf karena nggak ngerti sama lo, Ihan. Gue nggak nyangka aja ternyata teman kecil kita malah seperti ini sekarang," ujar Akhtar pada Adiba.

"Teman kecil? Kalian berdua udah kenal sama Atha dari kecil?" tanya Meysa.

Akhtar hanya mengangguk kecil menjawab pertanyaan Meysa.
Pria itu berpikir mengenai sesuatu.
"Kayaknya kita butuh bantuan dari pihak berwajib tentang masalah ini," lanjut Akhtar.

"Kakek Gibran sangat sayang cucunya, Khtar. Gue yakin dengan kekayaannya itu kakek Gibran bakal ngebebasin Atha dan Jeno. Jangan sampai gara-gara lo ngelaporin mereka, lo ataupun keluarga lo dalam hidup yang nggak tenang," ujar Adiba menasihati.

"Terus masa kita diam aja, Ihan? Kita harus bergerak sebelum semakin banyak korban," ujar Akhtar.

"Iya kita memang harus bergerak, Khtar. Tapi kita butuh bukti yang benar-benar mampu membuat Atha dan Jeno ditahan, kalau kita ngomong doang tanpa bukti yang akurat, kakek Gibran dengan mudah bebasin Atha dan Jeno."

"Benar, kita harus nyusun rencana," ujar Akhtar.

🔪🔪🔪

"Si cewek sialan ini biasanya cepat membalas."

Jeno dapat mendengar jelas perkataan dari Atha. Ia tahu siapa maksud Tuannya itu.

"Tuan Atha lagi membicarakan, Meysa?" tanya Jeno.

"Iya. Sejak kemarin malam SMS yang gue kirim nggak pernah dibalas, biasanya 'kan gue yang nggak balas SMS dia! Padahal gue udah nyiapin hadiah istimewa untuk gadis itu!"

"Mungkin Meysa lagi nyiapin rencana untuk aksi dia yang selanjutnya, Tuan. Saya nggak habis pikir ternyata dia sebenarnya menyimpan benci sama Adiba," balas Jeno.

"Dia memang cewek yang nggak tau diri! Bisa-bisanya mengkhianati Adiba yang jelas-jelas tulus berteman dengannya. Cewek seperti itu butuh dikasih lukisan luar biasa," ujar Atha.

Jeno menyetujui perkataan Atha.
"Saya juga tidak mengerti mengapa Adiba tidak merasa kalau sahabatnya itu sebenarnya benci sama dia," ujar Jeno.

"Adiba itu terlalu baik sampai nggak sadar mana yang beneran tulus dan mana yang menusuknya dari belakang. Gue jadi benar-benar nggak sabar beri Meysa pelajaran!"

Andai saja bodyguard di rumah Meysa tidak terlalu ketat, tentu saja Atha bisa menghabisi Meysa malam itu.

Malam itu Atha hanya mampu memecahkan jendela Meysa karena para penjaga rumah gadis itu langsung berpencar untuk mencari dalangnya.

Atha mengumpat, sebenarnya ia sudah tau Meysa menyukainya selama ini. Tapi Atha kira Meysa hanya sekedar suka, Atha tak mengira jika rasa suka gadis itu menyebabkan ia meneror Adiba.

Dari pertama Atha masuk sekolah, Meysa memang beberapa kali menghubungi Atha. Atha memanfaatkan itu untuk menanyai tentang Adiba pada Meysa. Tetapi sepertinya Meysa hanya mengetahui Adiba orang yang baik.
Karena setiap Atha bertanya, Meysa hanya menjawab Adiba baik. Baik dan baik.

Jeno melangkah mendekati Atha, pria itu tersenyum.
"Iya, Adiba gadis yang sangat baik," ujarnya.
"Orang yang baik tidak pantas untuk orang yang buruk seperti kamu, Tuan. Tuan hanya pantas untuk orang yang buruk juga," batinnya dalam hati.







_______________

Aku ada part yang khusus menceritakan tentang kehidupan Jeno dari masa kecilnya.

Part itu agak sensitif yaa.

Mengandung unsur sensual hingga trauma menyakitkan seorang Jeno.
Disana juga ada kronologi kematian mama Adiba.

Jangan suudzon sama Jeno dulu:)

Rate: 18+

Yang mau baca partnya bisa langsung ke akun karyakarsa aku @evaqylavanya.

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang