Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭰᥙᥲ ρᥙᥣᥙh Ꮮเꪑᥲ

2.2K 180 3
                                    

"Atha, gue pengen ngomong sesuatu sama lo!" ujar Adiba saat melihat pria itu baru saja memasuki kelas.

Adiba melihat ke arah Jeno sekilas, wajah pria itu sangat sulit didefinisikan.

"Kamu mau ngomong apa, Adiba?" tanya Atha.

"Nggak di sini!" Adiba langsung melangkah berniat menunjukkan jalan dimana ia dan Atha akan membicarakan sesuatu.
"Gue mau ngomong cuma sama lo, Atha."

Mendengar perkataan Adiba, langkah kaki Jeno langsung berhenti. Ia tidak jadi mengikuti tuannya saat Atha sendiri memberikan kode agar ia tidak usah ikut.

Jeno bertanya-tanya sangat penasaran apa yang akan gadis itu bicarakan nantinya.

🔪🔪🔪

"Kamu mau ngomong apa, Adiba?" tanya Atha. Jujur ia sangat bahagia karena Adiba saat ini seperti ingin bersama dengannya.

"Lo 'kan yang mecahin jendela kamar Meysa?"

"Iya." Atha langsung mengakui perbuatannya tanpa pikir panjang.

"Gila lo ya! Meysa itu sahabat gue. Gue nggak mau sampai dia kenapa-napa gara-gara lo!" Adiba sedikit berteriak.

Saat ini mereka berdua berada di belakang gedung perpustakaan sekolah. Tempat itu bisa dibilang sangat sempit karena tidak muat jika dua orang berjalan beriringan di sana.

Adiba mengajak Atha ke sana karena tidak ingin ada yang melihatnya. Lagipula masih pagi begini, perpustakaan masih dikunci oleh petugas.

"Sahabat kamu? Bagi aku dia bukan sahabat kamu," ujar Atha begitu santainya.

"Atha, please. Lo nggak tau Meysa! Dia bukan peneror gue," balas Adiba.

"Kamu yang nggak tau dia yang kamu anggap sahabat itu, Adiba!" ujar Atha.

Adiba mulai jengah dengan Atha.
"Okey, Atha. Gue bakal buktiin bahwa semua ini bukan Meysa yang lakuin!"

"Buktikan," balas Atha seraya melipat tangannya di depan dada.

"Tapi sebelum itu gue mohon sama lo...."

"Jangan memohon seperti ini, cukup kamu minta saja pasti akan aku turutin."

Jujur Adiba bergidik ngeri mendengarkan perkataan Atha.

"Lo jangan pernah nyentuh, Meysa. Biarkan dia sekolah di sini dengan tenang."

Atha menimang-nimang perkataan Adiba, padahal ia sudah menandai jika Meysa adalah korban selanjutnya. Sepertinya Atha memang harus menunggu sampai semuanya terungkap.

Atha mengangguk singkat.
"Baik, jika itu yang lo mau gue akan nunggu."

"Lo tau, Atha? Sebenarnya yang bunuh nyokap gue dan yang neror gue selama ini adalah orang terdekat lo!" Setelah mengatakan itu, Adiba langsung pergi meninggalkan Atha yang terlihat biasa saja setelah mendengarkan perkataannya.

🔪🔪🔪

Di dalam kelas, Atha sibuk memikirkan perkataan Adiba hingga tidak mendengarkan perkataan guru yang saat ini sedang mengajar.

Orang terdekat Atha?

Menurut Atha, hanya Adiba lah orang yang paling dekat dengan Atha.

Tapi sepertinya tidak mungkin menunjukkan itu untuk dirinya.

Lalu siapa?

Kakek Gibran. Dia juga orang yang terdekat dengan Atha.

Apa benar kakeknya adalah pelaku sebenarnya?

Ada sedikit kecurigaan dalam diri Atha jika memang itu benar.
Baiklah, dia akan bertanya  nantinya pada Kakek Gibran.

"Apa yang tuan Atha pikirkan?"

Pertanyaan dari Jeno membuyarkan semua lamuna Atha.

"Gue mikirin perkataan Adiba kalau yang...."

"Atha! Jeno! Apa yang kalian bicarakan di saat saya sedang menjelaskan?!" Suara teriakan keras dari Pak Leo menghentikan Atha untuk memberitahu Jeno perkataan Adiba.

"Maaf, Pak. Sebenarnya saya dan Atha sedang berdiskusi," ujar Jeno kepada Pak Leo. Sedangkan Atha masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Pak Leo mendengus kesal tidak percaya perkataan Jeno.
"Atha, apa perkataan Jeno benar?"

Tidak ada balasan dari Atha, sepertinya pria itu sibuk dengan pikirannya.

Pak Leo melangkah ke arah meja Atha.
"Atha?! Atha?!" teriak Pak Leo sangat keras.

"Baik, Adiba. Gue...." Atha langsung menghentikan kalimatnya saat menyadari sesuatu. Orang yang di dekatnya saat ini bukan Adiba melainkan Pak Leo.

Semua murid di kelas langsung menertawakan Atha. Kecuali Adiba yang saat ini duduk sendirian. Meysa masih belum berani masuk sekolah.
Adiba tau, Meysa pasti takut.

Pak Leo langsung menjewer kuping Atha keras.

"Lepasin kuping gue atau...."

"Atau apa, hah?! Berani-beraninya kamu ngancem Bapak, hah!" Pak Leo melepaskan telinga kanan Atha. Atha nampak terlihat menakutkan saat ini karena kesal telinganya memerah.

Atha ingin membalas tapi Jeno segera menahan pergelangan tangan Atha.

"Maaf, Pak Leo. Atha cuman bercanda, kok," ujar Jeno.

"Atha, saya hukum kamu bersihin ruang guru sekarang!"

"Gu...."

"Baik, Pak. Saya dan Atha akan menjalankan hukuman." Dengan segera Jeno memotong perkataan Atha. Ia tidak ingin tuannya itu semakin membuat Pak Leo kesal.

"Saya cuman hukum Atha, Jeno!"

"Saya juga tadi berbicara, Pak." Jeno beralih menatap tuannya.
"Ayok, Atha!" Jeno menarik pergelangan tangan Atha agar mereka berdua segera meninggalkan kelas.

🔪🔪🔪

"Fiks gue bener. Yang neror Adiba itu Jeno, Khtar. Lo lihat sendiri 'kan gimana Jeno megang tangan Atha. Dia itu belok." Itu suara Alfin yang saat ini sedang berdua bersama Akhtar di kelas.

"Kayaknya lo tau bener Pin, orang yang kek gitu!" Akhtar tidak ingin menduga-duga. Ia tidak akan menuduh sebelum semuanya terungkap jelas.
Masih abu-abu jika benar Jeno pelakunya.

"Masa lo nggak lihat, sih?! Gue lihat sendiri kalau Jeno ngelus-ngelus tangan Atha. Dan Jeno tersenyum saat itu." Alvin bergidik ngeri membayangkan itu.

"Dah lahh, gue nggak mau negatif thinking sebelum semuanya terbukti benar!" balas Akhtar, pria itu tidak sengaja melihat Adiba yang sepertinya ingin masuk kelas tetapi tidak jadi karena melihat yang ada di dalam kelas hanya dirinya dan Alfin.

"Adiba!" teriak Akhtar.

Adiba menghentikan langkahnya.

"Gimana?" tanya Akhtar.

"Kita tunggu beberapa hari lagi," balas Adiba.



_______________

Tbc

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang