Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭼᥒᥲꪑ ᖯꫀᥣᥲ᥉

3K 259 4
                                    

Setelah perkataan Akhtar tadi, Adiba hanya diam saja tidak ingin menanggapi. Pikirannya penuh dengan hal-hal yang sulit untuk dijelaskan.

"Gue takutnya dia kembali teror lo, Adiba. Kalau ada apa-apa lo hubungi gue."

Adiba kembali menoleh ke arah Akhtar, ia tahu pria itu khawatir padanya.

Tidak lama kemudian mereka berdua sudah sampai melewati gerbang perumahan Adiba.

Mereka berdua melihat sebuah mobil yang nampak tidak asing. Adiba ingat itu adalah mobil Atha, untuk apa pria itu datang ke rumahnya?
Lagi-lagi Adiba menjadi khawatir sendiri.

Begitu mobil Akhtar berhenti, Adiba langsung berlari keluar mobil untuk segera memasuki rumahnya ia takut ada sesuatu.

Akhtar yang melihat itu merasa aneh, ia pun mengikuti Adiba dibelakangnya.

"Assalamualaikum."

Begitu Adiba mengucapkan salam ia dengan jelas melihat Atha berada di sofa minimalis bersama papa dan seorang pria tua.

Pria tua itu nampak tidak asing bagi Adiba, tapi ia siapa?

"Wa'alaikumussalam." Mereka menjawab serentak.

"Sini, sayang!" Suara Kenan memanggil putrinya.
"Kamu juga sini, Akhtar!" ujarnya saat melihat Akhtar baru saja melewati pintu.

Adiba dan Akhtar saling pandang sejenak karena bingung dengan situasi saat ini. Di detik berikutnya mereka melangkah mendekat, lalu Akhtar duduk di dekat Atha dan Adiba duduk di sofa single.

"Kalian berdua sudah kenal Shakeil 'kan?" tanya Kenan.

"Shakeil?" ucap Adiba dan Akhtar serentak seakan bertanya-tanya.
Nama yang tidak asing bagi Adiba. Tapi siapa itu Shakeil?

"Gak kenal, Om!" jawab Akhtar kemudian.

Atha sinis ke arah Akhtar sekilas, ia tidak suka pria itu.

"Shakeil teman masa kecil Adiba dan Akhtar, Pa?" tanya Adiba kemudian setelah berhasil mengingat memori masa kecilnya.

"Oohh si Shakeil yang itu. Btw dia cuman teman lo kali bukan teman gue," sahut Akhtar setelah kembali mengingat masa kecilnya.

Atha tidak peduli perkataan Akhtar. Dia memang bukan temannya. Akhtar tidak cocok untuk dijadikan teman. Pria itu lebih cocok dijadikan tumbal.

"Kamu ini Akhtar suka sekali bercanda," ujar Kenan lalu tertawa kecil, ia merasa tidak enak atas perkataan Akhtar di depan Kakek Gibran.

"Biar saya jelaskan. Ini Kakek Gibran. Waktu kecil 'kan kalian sering kerumahnya main bareng Shakeil. Waktu itu juga kamu sampai sakit kan beberapa hari Adiba waktu Shakeil pindah karena kamu nangisnya lama banget sampai seharian?" lanjut Kenan seraya menggoda putrinya.

"Paa...." tegur Adiba merasa malu dihadapan Kakek Gibran. Terlihat Kakek Gibran hanya tersenyum kepadanya. Adiba juga melihat Atha tersenyum.

Tunggu.
Kenapa Atha saat ini berada dirumahnya bersama Kakek Gibran? Ah, mungkin ini hanya kebetulan. Tapi untuk apa Atha kemari? Pasti ada sesuatu hal yang ingin ia sampaikan.
Dan seharusnya Kakek Gibran membawa Shakeil kerumahnya. Ia menjadi penasaran seperti apa sabahat kecilnya masa kini.

"Adiba waktu kecil memang cengeng kali, Om. Buktinya dulu dia sering nangis waktu main sama Akhtar." Itu suara Akhtar menyauti perkataan Kenan.

"Ihh lo! Gue nangis karena lo nakal ya!" geram Adiba membalas perkataan Akhtar.

"Apa kabar kamu, Adiba?" tanya Kakek Gibran mengalihkan pandangan Adiba menuju ke arahnya.

"Alhamdulillah kabar saya baik, Kek. Kakek gimana kabarnya? Dan sekarang kabar Shakeil juga gimana? Dia nggak ikut Kakek kembali pindah?" tanya Adiba penasaran.

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang