Ꮯhᥲρtꫀɾ Ⲋꫀρᥙᥣᥙh

5.3K 443 28
                                    

Tekan bintang di pojok kiri bawah sebelum membaca yaa :)

🔪🔪🔪

Menyadari raut wajah Adiba yang terlihat begitu tegang, Meysa menjadi bertanya-tanya tentang apa yang menganggu pikiran sahabatnya itu.

Dari istirahat pertama sampai pulang sekolah, raut wajah Adiba terlihat khawatir. Entahlah, Meysa tidak paham keadaan sahabatnya itu.

"Adiba lo kenapa? Dari tadi pagi sampai siang lo keliatan khawatir deh. Lo pikirin apaan sih?" tanya Meysa sudah cukup yang sekian kalinya.

"Gue gak..."

"Jangan bilang lagi gue gak pa pa, gue udah ngenal lo cukup lama, cerita sama gue kalau memang lo ada masalah." Meysa memotong perkataan Adiba.

Adiba mendadak menghentikan langkahnya. Gadis itu melihat sekelilingnya, suasana sangat ramai. Memang beberapa menit yang lalu baru saja bel pulang sekolah berbunyi, pantas saja para murid memenuhi area gerbang SMA Permata.

Mata Adiba dengan jelas melihat Atha yang berada cukup jauh dibelakangnya. Adiba langsung mengalihkan pandangannya, ia merasa sorot mata Atha terlihat mengerikan, entahlah Adiba tidak mengerti mengapa sekarang ia begitu takut dengan pria itu. Hatinya merasa, Atha bukan pria yang baik.

"Ya Allah Meysa, gue beneran gak papa kok, mood gue aja yang nggak jelas banget. Kayaknya gue bakalan mens deh," ujar Adiba mencoba biasa-biasa saja.

"Beneran?"

Adiba mengangguk mantap.
"Iyalah, masa nggak! Yaudah yuk kita buruan pulang, mungkin Kak Morgan udah ada di depan."

Meysa masih sulit untuk percaya, tapi semoga saja benar tidak ada sesuatu yang mengganggu pikiran sahabatnya. Tidak ingin membuat kakaknya marah, Meysa mengikuti perkataan Adiba.

Benar saja, di depan gerbang SMA Permata, Morgan, kakak kandung dari Meysa sudah entah kapan berada di sana.

Adiba dan Meysa mempercepat langkahnya. Meysa memaki kakaknya dalam hati karena suka sekali tebar pesona pada siswi-siswi SMA Gentara.

"Awas-awas dia kakak gue, jangan diliatin kayak gitu. Diatuh aslinya burik cuman pernah oplas aja," sembur Meysa saat melewati para gadis yang dengan jelas menatap kagum ketampanan sang kakak.

Morgan tidak peduli ocehan sang adik, ia juga tidak pernah ingin tebar pesona kecuali dengan sang gadis berjilbab yang merupakan sahabat dekat dari adiknya. Morgan menyukai Adiba.

Morgan tau kepercayaan mereka berbeda, hanya saja ia tak tahu mengapa ia tidak bisa melupakan Adiba.

"Ihh lo bohong ya! Kak Morgan mukanya alami, lagian kalau kak Morgan oplas nggak mungkin lah dia punya kumis tipis!" protes seorang gadis berponi pada Meysa.

"Terserah," balas Meysa.

Faktanya, Morgan memang tidak pernah melakukan operasi plastik. Meysa hanya mengada-ada soal itu. Gadis itu heran sendiri, letak kegantengan kakaknya dimana?
Sepertinya kakaknya itu menggunakan pelet. Bisa saja, pikir Meysa aneh-aneh.

"Kak Ogan ngapain sih jemput gue secara terang-terangan, seharusnya lo itu sembunyi-sembunyi biar gak keliatan. Kasian kan, banyak yang kena sama pelet lo di sini!" ujar Meysa langsung di depan kakaknya.

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang