Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭼᥒᥲꪑ

8.1K 686 38
                                    

Tekan bintang di pojok kiri bawah yaa><

🔪🔪🔪

Menjadi murid baru di SMA Permata, namun nama Atha langsung terkenal seketika berkat ketampanannya. Rahang yang tegas dengan bentuk bibir yang begitu mempesona menambah kesan keindahan pada karya Tuhan yang sangat luar biasa itu.

Lihatlah sekarang ia berjalan di koridor sekolah bersama Jeno dengan arah mata para siswi tertuju padanya.

Atha, dikenal oleh semua orang sebagai orang yang pendiam. Mereka berpikir bahwa Atha adalah tipe-tipe cool boy.

Saat makan di kantin tadi, banyak sekali para siswi yang datang mendekati nya sekedar mencari tau tentang Atha. Tapi Atha hanya diam tidak ingin menanggapi para gadis-gadis itu. Untung nya Kakek Gibran memerintah Jeno untuk selalu bersamanya, jadinya Atha tidak perlu bersusah payah mengusir mereka semua.

Ngomong-ngomong soal Adiba, Atha dan Jeno mengikuti gadis itu sehabis dari kantin. Ternyata Adiba berjalan menuju ke mushola untuk menjalankan ibadah shalat.

Atha? Ia tidak tau shalat apa yang dijalankan Adiba. Sebenarnya Atha tidak tau waktu dan nama-nama ibadah apa yang dijalankan oleh para pemeluk agama.

Atha mendengus kesal.

"Kenapa Tuan?" tanya Jeno. Jeno mengecilkan suaranya, tidak ingin terdengar oleh seseorang. Karena ia diperintahkan untuk menyembuhkan identitas aslinya di SMA Permata.

"Kayaknya usaha yang akan gue tempuh buat dekatin Adiba bakal sangat sulit. Dia itu sangat agamis dengan gue yang non agamis."

Jeno wanti-wanti melihat seorang di belakangnya. Takutnya orang itu mendengar apa yang Atha katakan. Untunglah saat ini hanya ada beberapa siswi yang berlalu lalang, pasalnya bel masuk kelas sudah berbunyi sekitar 10 menit yang lalu.

Namun mereka berdua berjalan dengan begitu santainya.

"Kayaknya Tuan harus ikut melakukan ibadah seperti yang gadis itu lakukan tadi setiap sehabis dari kantin," saran Jeno.

Atha menimang perkataan Jeno. Itu sangat sulit! Tidak mungkin. Lagian Atha sendiri lupa bagaimana caranya shalat. Ia terakhir shalat saat berusia 7 tahun. Setelah kejadian itu, Atha seakan tidak memiliki agama. Walaupun di KTP agamanya Islam. Atha tidak percaya pada Tuhan sejak kejadian 12 tahun lalu.

"Nggak! Gue nggak percaya sama Tuhan!" balas Atha.

Jeno meneguk ludahnya kasar pasalnya perkataan Atha tadi cukup keras, semoga saja tidak ada yang mendengar nya.

"Ini 'kan cuma taktik untuk menahlukkan hati gadis itu, Tuan hanya perlu pura-pura ibadah," ujar Jeno.

Atha tidak suka mendengar perkataan Jeno.
"Lo pikir ibadah bisa pura-pura hanya untuk mendekati seorang gadis? No! That's crazy. This is the relationship between a person and his beliefs," ujar Atha. "Dan gue nggak mau main-main dengan hal itu," lanjutnya.

Jeno menelan salivanya susah payah setelah mendengar respon dari Atha.

🔪🔪🔪

Kelas XII IPA 1 ternyata sudah dimasuki oleh seorang guru pria terbilang masih muda yang memakai kacamata.

Awalnya Atha menolak untuk masuk, tapi ini hari pertamanya. Ia juga tidak ingin di cap buruk oleh Adiba.

Suara ketukan pintu berbunyi membuat seisi kelas menoleh ke arah itu.

"Pak, kita boleh masuk?" Itu suara Jeno.

"Kalian dari mana? Bel udah dari tadi berbunyi!" ujar guru muda itu.

"Maaf, Pak. Kita berdua murid baru, jadi tadi kami sempat kesasar," ujar Jeno, berbohong.

"Yaudah, kalian boleh masuk. Tapi lain kali jangan di ulang lagi!"

Jeno mengangguk, ia dan Atha pun memasuki kelas XII IPA 1.

Atha melihat seisi kelas, tidak ada Adiba dan gadis berambut sebahu yang bersamanya itu.

Kemana mereka?

"Assalamualaikum." Suara itu membuat Atha menoleh ke sumber suara, dan benar itu Adiba.

"Waalaikumussalam. Kenapa kalian berdua lama sekali cuma ambil buku di perpustakaan?" ujar guru tersebut.

"Maaf Pak Le, soalnya tadi kami sempat ke toilet dulu. Eh terus kita dipanggil sama Bu Rika, makanya lama." Itu suara dari Meysa.

Guru muda itu sebenarnya bernama Pak Leo, tapi siswa-siswi nya biasa memanggil dirinya dengan sebutan Pak Le. Ia terbilang dikenal dengan guru yang santai dalam mengajar.

Tidak ingin memperpanjang masalah guru muda tersebut menyuruh mereka berdua duduk.

Adiba dan Meysa memperhatikan teman-temannya yang saat ini sudah duduk berkelompok dengan 4-5 orang anggota.

"Pak Le, ini kita ada tugas kelompok ya?" tanya Adiba.

"Iya. Karena kalian berdua juga baru datang, kalian berdua berkelompok dengan--" Pak Leo membuka buku absensi XII IPA 1. "Jeno Bagaskara dan Atha Reyhan S."

Nama pria itu seperti tidak asing di telinga Adiba.

"Eh nama Atha ada Reyhan nya, berarti dia muslim dong. Ahh gagal dong buat tepe-tepe," ujar Meysa pada Adiba. Adiba tau Meysa hanya bercanda. Pasalnya Meysa memang penganggum cogan. Tapi itu hanya kagum tidak lebih.

Sedangkan Atha ia menaikkan sudut bibirnya mendengar perkataan Pak Leo. Ada untungnya juga ia telat masuk kelas. Memang ya jodoh itu gak bakal kemana!

🔪🔪🔪

Wajah Atha terlihat biasa saja, namun ia sebenarnya sangat bahagia. Ternyata awal dia bersekolah di SMA Permata sangat indah.

Tapi jujur Atha agak merasa kecewa, karena Adiba tidak mengenali dirinya dan bersikap seolah mereka berdua asing. Memang Atha paham, dulu Adiba masih belum genap 5 tahun saat bersahabat dengan dirinya yang saat itu berusia 7 tahun.

Adiba masih terlalu kecil saat ini, sehingga ia mungkin tidak mengingat Atha sama sekali. Tapi kenangan masa kecilnya dulu apakah semudah itu bisa dilupakan?

Sial!
Bisa-bisanya ia malah tidak lupa dengan Adiba dan ingin memiliki gadis itu untuk selamanya.

Atha berpikir apa ia harus menunjukkan kepada Adiba sisi gelapnya, agar gadis itu bersamanya dan tidak berani meninggalkan dirinya?

Apa Atha harus mengancam gadis itu?

"Lo mikir apaan sih?! Ini tugas kelompok jangan diam aja!" Perkataan Adiba membuyarkan pikiran Atha.

.
.
.


Tbc

Pantengin terus part selanjutnya dengan cara follow akun watpaad aku :)

Salam author ❤

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang