Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭰᥙᥲ ρᥙᥣᥙh

3K 240 10
                                    

"Atau jangan-jangan peneror yang sebenarnya itu lo, Khtar?"

Akhtar menginjak pedal rem secara mendadak saat sebuah mobil tiba-tiba saja menyalip dirinya. Mobil tersebut tampak tidak asing di penglihatan Akhtar.

"Ya Allah. Astaghfirullah. Akhtar! Lo apa-apaan sih?!" Adiba merasakan tubuhnya terdorong ke depan saat tadi Akhtar tiba-tiba saja mengerem mendadak.

"Sialan itu mobil siapa sih?!" ketus Akhtar.

Adiba baru menyadari jika sebuah mobil menghadang mereka di depan.
Pantas saja Akhtar terlihat sangat kesal.

Tunggu dulu, itu adalah mobil Atha?

Dan benar saja yang keluar dari mobil tersebut adalah Atha.

Jujur Adiba masih tidak mau bertemu dengan Atha. Ia sangat ingin menjauh dari pria gila itu.

Jalan yang mereka lalui saat ini masih disekitar area kuburan, itu sebabnya hanya ada beberapa kendaraan yang melintas.

"Brengsek, itu Atha!" geram Akhtar.

Akhtar menoleh ke arah Adiba.
"Lo tunggu di sini, ya! Jangan turun!"

Adiba mengangguk mendengarkan perkataan Akhtar.
"Akhtar, jangan pake kekerasan!" pesannya.

Akhtar menutup kedua matanya sejenak untuk membalas perkataan Adiba. Ia langsung turun dari mobilnya.

Adiba memperhatikan mereka dari dalam mobil.
Akhtar dan Atha sepertinya saling beradu argumen mengenai sesuatu. Mereka berdua tampak saling menahan amarah.

Beberapa menit kemudian entah kenapa wajah Atha menjadi gelisah, ia nampak terkejut.
Tepat saat itu, Akhtar meninggalkan Atha lalu kembali menuju Adiba.

🔪🔪🔪

Hari ini Adiba akan kembali masuk sekolah. Adiba tidak ingin terus-terusan terlarut dalam dukanya. Mungkin dengan suasana sekolah ia akan melupakan dukanya.

Setidaknya sekarang Adiba bersyukur karena kondisi papanya yang mulai membaik. Papanya sudah siuman dan mengikhlaskan kepergian almarhum mamanya.

Adiba tau, papanya adalah laki-laki yang hebat. Adiba yakin pasti secepatnya papanya akan segera pulih dan mereka akan berkumpul lagi.

"Lo yakin mau sekolah hari ini, Adiba?" tanya Meysa.

Gadis itu masih menginap di rumah Adiba. Setidaknya untuk beberapa hari kedepan. Ia masih tidak mau meninggalkan Adiba sendirian.

"Ini udah yang keempat kalinya lo tanya gue pertanyaan itu, Meysa. Gue yakin. Gue pengen ngerasain suasana jamkos lagi sama lo."

"Okey Adiba. Khusus hari ini gue traktir lo sepuasnya di kantin," ujar Meysa diakhiri dengan tersenyum seraya memamerkan deretan giginya.

"Beneran?"

Meysa mengangguk mantap.

"Okey Meysa. Hari ini gue porotin semua duit lo!" balas Adiba.

Meysa hanya mengangguk saja mendengarkan perkataan Adiba. Tepat saat itu, mobil Akhtar tiba untuk menjemput mereka.

🔪🔪🔪

Ungkapan bela sungkawa terus didapatkan Adiba dari mulai memasuki gerbang SMA Permata. Adiba hanya tersenyum kecil membalas perkataan mereka.

Adiba saat ini berjalan menuju taman belakang sekolah. Ia mendapat surat dari seseorang yang mengajak Adiba untuk mencari siapa dalang dibalik peneror itu. Adiba ragu itu adalah Akhtar, karena tulisan di surat tersebut tidak mirip dengan tulisan Akhtar.

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang