Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭰᥙᥲ ρᥙᥣᥙh Ꭲเgᥲ

2.3K 196 4
                                    

Alvin jadi gelagapan sendiri saat Adiba dan Akhtar seperti menyudutkannya saat ini. Tatapan mata mereka berdua kepada Alvin seperti di film zombie yang Alvin tonton.

"Gila lo, Akhtar! Maksud lo apaan nuduh gue kayak gini!" ketus Alvin tak terima.

"Gue curiga lah! Pertama, lo yang ngebuat tas Meysa jatuh. Kedua, lo yang pertama kali ambil buku ini di tas Meysa," ujar Akhtar kepada Alvin.

"Alvin, gue nanya apa benar lo yang udah neror gue?" tanya Adiba.

"Dan lo juga yang naruh buku ini di tas Meysa 'kan?" lanjut Akhtar bertanya pada Alvin.

"Berarti yang suka sama Atha itu lo, Vin?" lanjut Adiba.

Alvin menelan salivanya susah payah mendengarkan pertanyaan dari Adiba dan Akhtar. Apalagi ketika mendengarkan kalimat terakhir Adiba. Rasanya Alvin ingin sesenggukan tapi tidak jadi.

"Astaghfirullah. Kalian berdua udah fitnah gue! Dan, lo Adiba." Alvin menatap ke arah Adiba.
"Gue itu cowok! Masa gue suka sama cowok!"

"Lah, 'kan emang gosipnya lo tuh memang jeruk makan jeruk. Jadi kecurigaan kita kemungkinan benar dong!" sahut Akhtar.

"Astaghfirullah. Kemakan gosip sih lo berdua! Gue tau kali itu dosa besar! Gue itu masih normal!"

Jujur Adiba dan Akhtar masih tidak terlalu percaya dengan perkataan Alvin.

"Terus kenapa lo diam aja saat anak-anak kelas gosipin lo gay?!" tanya Akhtar.

Alvin diam sejenak. Ia mendengus kesal.
"Gini ya, Akhtar, Adiba. Gue itu diam aja karena memang gue nggak terlalu peduli sama perkataan mereka semua. Lagian setiap mereka gosipin gue, otomatis pahala mereka di transfer ke gue. Auto bisa masuk surga jalur di gosipin."

Akhtar masih sangat tidak percaya dengan perkataan Alvin. Entahlah, masa kejadian waktu itu secara kebetulan.

"Oow ya, gue baru inget sesuatu," ujar Alvin lalu menceritakan sesuatu itu ke Adiba dan Akhtar.

🔪🔪🔪

"Gue nggak tau apa yang terjadi sama Meysa, udah dua hari ini dia ngurung diri di kamar." Itu suara Morgan yang memberitahukan keadaan adiknya kepada Adiba.

Adiba dan Akhtar baru saja datang berkunjung ke rumah kedua saudara tersebut.

"Gue mau ke kamarnya Meysa, Kak." Adiba berdiri berniat melangkah menuju ke kamar sahabatnya itu.

Morgan ikut berdiri.
"Ayok, biar gue anter lo...."

"Eh lo tunggu di sini sama gue! Gue itu tamu! Tuan rumah harus memuliakan tamu!" Akhtar memotong perkataan Morgan.

"Kak Morgan, biar gue sendiri aja," ujar Adiba. Morgan pun mengangguk mendengarkan perkataan gadis itu.

Setelah mendapatkan persetujuan Morgan, Adiba langsung melangkah menuju ke kamar Meysa di lantai dua. Ia sudah hapal semua tempat di rumah Meysa dengan detail.

Adiba mengetuk pintu kamar Meysa yang terkunci.
"Meysa, ini gue. Gue mau ngomong sama lo, Sa."

Tidak ada balasan dari Meysa.

Tetapi dengan jelas, Adiba dapat mendengar suara Meysa yang seperti sedang menahan isakannya.

"Meysa, please buka pintunya. Gue nggak pengin liat lo kayak gini."

"Meysa." Adiba menangis karena memikirkan keadaan Meysa, Ia sangat yakin Meysa sedang ketakutan sekarang. Semua orang di kelas menyalahkan Adiba.

"Adiba ... gue nggak salah. Gue nggak pernah ngelakuin itu."

Adiba mendengar suara lirih Meysa. Sahabatnya itu pasti benar-benar kepikiran tentang masalah ini.

"Iya, Meysa. Gue juga yakin kalau lo nggak salah. Gue tau lo. Kita berdua udah kenal cukup lama. Gue yakin lo cuman di jebak," ujar Adiba.
"Please, buka pintunya, ya! Jangan kayak gini."

Cukup beberapa menit akhirnya pintu kamar Meysa terbuka. Adiba langsung memeluk Meysa yang saat ini sudah terlihat sangat pucat. Mata sahabatnya itu bengkak akibat menangis.

"Adiba, gue takut. Gue takut sama semua orang. Gue takut Adiba. Mereka semua pasti benci sama gue," ujar Meysa di sela-sela isakannya.
"Gue ... lebih takut lo nggak mau temanan lagu sama gue, Adiba."

Adiba semakin memeluk sahabatnya erat, ia memenangkan Meysa.
"Nggak, Sa. Gue percaya sama lo. Sekarang lo yang tenang ya." Adiba melepaskan pelukannya.

Ia mengikuti Meysa yang melangkah ke kasurnya. Adiba tau, Meysa ingin bercerita banyak hal. Gadis itu tidak memiliki rasa panik yang cukup parah.

Meysa menghapus air matanya.
"Adiba, lo tau, gue takut banget waktu kejadian itu. Semua orang nyorakin gue. Gue takut lo nggak mau sahabatan lagi sama gue," ujar Meysa. "Bahkan ada yang sampai neror gue tadi malam."

Adiba cukup terkejut mendengarkan perkataan Meysa.
"Maksud lo, apa?"

"Tadi malam ada yang lempar batu dari jendela ke kamar gue, dan lo tau ada kertas di balik batu itu yang berisi ancaman kalau gue harus mati." Meysa dengan jelas sangat ketakutan saat menceritakan itu kepada Adiba.

Adiba lagi-lagi menenangkan sahabatnya itu.

Tunggu dulu, entah mengapa seseorang muncul dipikiran Adiba saat Meysa menceritakan teror yang Ia dapat.

Terlintas satu nama.

Atha.

Apa mungkin pria itu yang melakukan itu pada Meysa?

Drrrttttt

Suara notifikasi SMS dari handphone Meysa membuat Adiba membuyarkan lamunannya.
Adiba mengambil handphone tersebut, karena handphone Meysa itu kini tepat di sebelah.

Atha.

Itu nama yang muncul di layar handphone Meysa.

"Ini SMS dari Atha, Meysa." Adiba menyerahkan handphone tersebut kepada Meysa.

"Gue nggak tau, Adiba. Kenapa sejak kejadian itu Atha terus kirim SMS ke gue. Dia terus ngajak gue keluar malam. Mungkin Atha ngira gue beneran suka sama dia."

Mendengarkan perkataan Meysa, Adiba tidak bisa lagi berpikiran positif. Atha? Atha saat ini sedang mengincar Meysa.

Tidak.

Adiba tidak akan membiarkan seseorang kehilangan nyawanya lagi hanya karena Atha ingin melindungi dia. Apalagi sekarang Meysa? Sahabat Adiba sendiri.

"Meysa, please apapun yang terjadi lo beberapa hari kedepan jangan pernah keluar malam sendirian ya. Dan kalau Atha ngajakin lo, lo jangan pernah mau."

Meysa mengernyitkan dahinya karena merasa heran pada Adiba. Adiba jelas nampak terlihat khawatir.
"Kenapa, Adiba? Pasti ada sesuatu 'kan?" tanya Meysa.

"Gue belum saatnya ngasih tau lo ini. Tapi lo harus tau, kematian Gilang dan hilangnya Raisa sampai sekarang ada hubungannya dengan Atha, dan kemungkinan besar yang neror lo tadi malam juga, Atha." Perkataan Adiba jelas mengejutkan Meysa.





________________

Tbc

Jangan lupa tinggalkan jejak 🤍

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang