Ꮯhᥲρtꫀɾ Ꭰᥙᥲ ρᥙᥣᥙh Ꭰᥙᥲ

2.3K 200 5
                                    

Sudah dua hari ini hubungan Adiba dan Meysa seperti merenggang. Sejak kejadian itu, Meysa menjauhi Adiba. Adiba tidak mengerti apa yang saat ini terjadi, tapi Adiba sangat yakin teror yang ia dapatkan bukan dari sahabatnya.

Meysa pasti dijebak.

Berulang kali Adiba berusaha untuk selalu berfikir positif pada Meysa.
Meysa tidak pernah masuk sekolah sejak kejadian itu. Adiba yakin Meysa takut, pada saat kejadian semua teman kelasnya menyoraki Meysa hingga gadis itu pulang sebelum waktunya.

Adiba selalu menghubungi Meysa di semua media sosial gadis itu, tapi Meysa menonaktifkan semua media sosialnya.

Sekarang Adiba berjanji setelah pulang sekolah, Adiha akan mendatangi Meysa kerumahnya.

"Gue masih nggak yakin kalau Meysa dalang di balik semua ini."

Adiba menoleh ke sumber suara, itu adalah Akhtar yang baru saja datang ke meja Adiba, lalu pria itu duduk di meja sebelah meja Adiba.

"Nggak sopan banget lo, Khtar! Duduk itu di kursi bukan di meja!" Itu suara Alvin yang baru saja datang melihat Akhtar menduduki mejanya.

Akhtar tidak menanggapi perkataan Alvin, pria itu sedang menatap secara serius ke arah Adiba.

"Kalian berdua lagi ngomongin apaan, sih? Kayaknya serius banget?" tanyanya penasaran.

"Lo bisa nggak sih, Pin, sehari aja jangan banyak ngomong!" balas Akhtar.

"Alvin, lo masih simpan buku yang waktu itu lo dapat dari tas, Meysa?" Pertanyaan Adiba menghentikan Alvin saat ingin membalas perkataan Akhtar.

"Kenapa, Adiba? Cuman saran aja ya, mending lo jangan baca, deh. Takutnya lo malah makin sakit hati," ujarnya.

"Nggak papa, Vin. Gue cuman pengen mastiin aja," lanjut Adiba.

"Tapi...."

"Mending lo cepat kasih Adiba deh bukunya!" ujar Akhtar memotong perkataan Alvin.

"Lo makanya jangan duduk di meja gue, Akhtar! Lo ngehalangin gue ambil bukunya!"

Mendengar perkataan Alvin, Akhtar langsung turun dari meja tersebut.
Dengan cepat Alvin langsung mengambil buku yang ia temukan di tas Meysa itu.

"Niatnya gue mau ngembaliin ke Meysa, eh pas gue panggil, tu anak malah lari sambil nangis. Gue mau nitip ke lo, tapi takut lo baca. Soalnya isinya kebencian doang, entar lo sakit hati," ujarnya lalu memberikan buku tersebut.

Adiba mengambil buku bersampul biru muda itu. Ia membukanya, ada perasaan sesak dan takut dalam hati Adiba ketika membaca tulisan yang berisi kebencian untuknya. Hanya ada 5 lembar tulisan yang berisi kebencian, selainnya tidak ada tulisan apapun.
Adiba sulit menebak tulisan siapa itu karena tulisan dalam buku tersebut menggunakan huruf besar semua dengan font yang besar.

"Gue saranin lo jangan dekati Atha deh, Adiba. Takutnya Meysa malah makin benci sama lo."

Bugghh

Alvin langsung tersungkur ke lantai saat tiba-tiba wajahnya mendapatkan pukulan mendadak.

"Maksud lo apaan suruh Adiba ngejauh dari gue, hah?!" teriak Atha setelah berhasil melayangkan pukulan ke arah wajah Alvin.

Ia dengan jelas mendengar jika Alvin menyuruh Adiba untuk menjauhinya. Ia ingin memukul pria itu lagi, tetapi Akhtar dan Adiba malah melindungi Alvin.

Jeno memegang pergelangan tangan Atha.
"Saya harap tuan Atha bisa tenang, ingat kita di sekolah ujarnya."
Jeno yakin jika Atha banyak pikiran minggu-minggu ini, itu sebabnya emosi Atha kembali tidak stabil.
Atha menjadi lebih gampang marah sekarang.

Akhtar melihat sudut mulut Alvin mengeluarkan darah segar. Gila, ia tidak habis pikir hanya gara-gara mendengarkan perkataan tadi Atha malah menjadi segila ini.

Memang dari awal Akhtar tau ada sesuatu yang salah dengan Atha, ia hanya mencoba mengacuhkan itu selama tidak menganggu dirinya.

"Atha, lo apa-apaan sih!" teriak Adiba kepada Atha. Pria itu sungguh gila bagi Adiba.

Hampir semua teman kelasnya saat ini kelihatan takut setelah melihat emosi seorang Atha. Memang ekspresi Atha saat marah sangat-sangat menakutkan.

"Aku nggak terima dia nyuruh kamu ngejauhin aku," balas Atha. Sekarang nada bicaranya lebih rendah dan nampak tenang.

"Mending lo pergi sekarang sebelum gue laporin ini ke guru!" balas Adiba ingin menjauhkan Atha dari Alvin.

"Tuan, mending kita pergi sekarang sebelum ada yang melaporkan atau situasinya semakin buruk dan Adiba semakin benci sama Tuan." Jeno berbisik tepat di telinga kanan Atha.

Mendengar perkataan Jeno tersebut, Atha langsung meninggalkan kelas diikuti oleh Jeno.

"Ayok gue anter lo ke UKS," ujar Akhtar kepada Alvin.

🔪🔪🔪

Bukan hanya Akhtar dan Alvin yang berada di UKS, Adiba juga ikut ke sana seraya membawa buku yang berisi ujaran kebencian untuknya itu.

"Ini kalau Atha nggak langsung mukul gue, gue pasti bisa ngelak!" ujar Alvin saat mengoleskan obat ke lukanya sendiri.

"Masih babak belur aja lo masih banyak ngomong!" balas Akhtar.

"Bukan Meysa yang neror gue." Perkataan Adiba mengalihkan perhatian Akhtar dan Alvin ke arah gadis itu.

"Hah gimana-gimana? Buku itu 'kan jelas jatuh di tas Meysa, Adiba," sahut Alvin masih tidak mengerti.

"Lo kenapa keliatan yakin banget sekarang?" tanya Akhtar penasaran.

Adiba segera menunjukkan buku yang berisi teror itu ke arah Akhtar, Alvin juga ikut melihatnya.

"Cara Meysa nulis huruf S dan huruf U bukan kayak gini. Jadi jelas ini bukan buku Meysa," ujar Adiba.

Akhtar dan Alvin tanpa sengaja saling tatap beberapa detik setelah mendengarkan perkataan Adiba. Lalu keduanya segera mengalihkan pandangan dengan ekspresi jijik pada masing-masing.

"Lo yakin, Ihan?" tanya Akhtar kepada Adiba.

Setelah sekian lama, Akhtar kembali memanggil Adiba dengan sebutan Ihan.

"Hah?" beo Adiba.

"Gue panggil lo Ihan aja deh, gue kangen panggilan itu," ujar Akhtar seraya memandang Adiba. Adiba segera mengalihkan pandangannya. Tidak ingin zina mata nantinya.

Memang hampir satu bulan lebih, Akhtar tidak pernah memandang Adiba lagi dengan sebutan itu. Karena Akhtar paham akan situasi waktu itu.

"Please gue bukan nyamuk!" ujar Alvin karena melihat Akhtar yang terus tersenyum ke arah Adiba, sedangkan Adiba hanya fokus melihat buku itu.

"Lo beneran yakin, Ihan? Soalnya gue juga yakin banget bukan Meysa yang neror lo. Gue juga kenal Meysa. Dia benar-benar nganggep lo seperti saudara. Meysa juga tipe orang yang penakut, jadi memang sangat nggak mungkin dia dalangnya," lanjut Akhtar kembali ke topik sebelumnya.

"Nah 'kan. Dari awal memang gue nggak yakin," balas Adiba.

"Terus gimana mungkin ni buku ada di tas Meysa?" tanya Alvin masih tidak percaya.

"Dia dijebak," ujar Adiba.

"Di jebak?" tanya Alvin.

"Benar. Meysa pasti di jebak," sahut Akhtar.

"Nah sekarang masalahnya yang jebak Meysa itu siapa?" tanya Alvin.

"Bisa jadi yang jebak Meysa ada di sini," ujar Akhtar.

"Siapa?!" tanya Alvin lagi.

"Lo!" ujar Akhtar menatap tajam ke arah Alvin.






__________________

Tbc

Jangan lupa tinggalkan jejak🤍

Psikopat & Muslimah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang