Rumah baru

22 2 1
                                    

Setelah sampai di Yogya, Zoya dan Zenan pergi ke rumah baru yang akan ditempati oleh Zoya dengan di jemput sopir keluarga yang akan menemani dan mengantar ke mana pun Zoya pergi nanti. Rumah dengan gaya modern dengan dua tingkat dengan banyak tanaman hias maupun pohon di sekitar rumah ini yang akan ditempati Zoya selama tinggal sendiri. Zoya menyukai rumah ini karena banyak tanaman dan pohon yang mengelilingi rumah. Zoya jadi mempertanyakan siapa yang memilih rumah ini, dia benar-benar tahu style rumah yang Zoya mau.

"Kak Zafe yang milih rumahnya. Dia bilang kamu suka rumah dengan suasana seger kayak gini. Makanya kak Zafe yang milih langsung kesini kemaren," ujar Zenan ketika melihat wajah Zoya yang terlihat penasaran.

Zoya tidak menanggapi ucapan kakaknya ini dan hanya diam sambil tersenyum kecil. Zoya merasakan perasaannya berdesir ketika mendengar bahwa kakak pertamanya Zaferino memperhatikan tempat yang akan ditinggalinya ini.

"Selamat datang tuan muda nona muda. Saya di sini yang akan menemani nona muda. Ada yang bisa saya bantu. Mungkin membereskan barang bawaan nona?" Seorang bibi yang bekerja di sini tiba-tiba datang dan menyambut keduanya. Bibi Yani ini yang akan menemani dan membantu Zoya di sini.

"Bibi bisa bantu bereskan barang bawaan Zoya? Biar Zoya berkeliling rumah dulu," perintah Zenan kepada bibi Yani yang langsung di setujui oleh beliau.

"Biar saya panggilkan Pak Ramto buat bantu membawa koper Zoya ke atas," imbuh Zenan. Zenan tahu bahwa koper yang di bawa adiknya ini bukan satu atau dua tapi banyak sekali dan tidak mungkin bibi Yani sendiri yang membawa ke atas. Pak Ramto ini yang akan menjadi supir Zoya selama di sini.

"Ayo kakak antar kamu keliling," ujar Zenan.

Zenan menjelaskan semua letak-letak ruangan yang ada di rumah ini. Setelah berkeliling sekitar 20 menitan mereka berhenti karena lelah dan duduk di gazebo belakang rumah. Tidak ada yang mengeluarkan suaranya hingga Zenan mencoba membuka percakapan.

"Nanti kalau ada apa-apa kamu bisa kabarin kakak. Nanti kakak bakalan sering berkunjung kesini kok buat nemenin kamu," ujar Zenan. Zenan masih menatap raut muka adiknya dari samping dan Zoya yang ditatap pun masih bergeming dan tidak menjawab ucapan kakaknya ini.

"Kamu udah gedhe ya sekarang. Dulu kita masih maen bareng kamu masih sepinggang kakak, sekarang malah mau ngelebihin tingginya kakak. Kamu makin kelihatan dewasa sekarang" Zenan mengangkat tangannya untuk mengusak rambut Zoya. Zenan masih bingung kenapa adiknya ini hanya diam dan tidak menjawab segala ocehannya barusan.

"Kamu gak mau jawab omongan kakak tadi?" tanya Zenan.

"Emang mau di jawab apa?" tanya balik Zoya sambil menatap kakaknya.

"Gua udah gak mau di kasih harapan dengan embel-embel nanti kakak kesini buat berkunjung atau apa pun itu. Kalau misal mau kesini tinggal kesini, kalau enggak juga gua gak akan maksa. Gua udah biasa sendiri jadi kalau pun gak ada yang berkunjung kesini juga gua gak bakal ngemis-ngemis buat di kunjungi kok. Lagian gua juga bukan sakit apa lagi tua renta yang butuh kunjungan," imbuh Zoya.

Zenan cuma bisa diam dan tidak bisa berkutik karena perkataan adiknya ini. Dia merasa tersindir dengan perkataan adiknya. Apakah sejahat itu ia dengan adiknya sendiri, sampai-sampai adiknya ini merasa seperti tidak memiliki keluarga.

"Kakak bisa pulang sekarang kalau kakak sibuk. Gua mau istirahat soalnya gua butuh banyak tenaga buat adaptasi di tempat baru." Zoya beranjak dari duduknya untuk menuju kamarnya dan akan mengabari teman-temannya yang lain bahwa ia sudah sampai di tempat dengan selamat.

"Non Zoya mau makan apa buat nanti malem? Biar bibi masakin," tanya bibi Yani ketika melihat Zoya memasuki rumah dari pintu belakang.

"Terserah bibi aja mau masak apa yang penting enak. Saya bukan pemilih makanan kok tenang aja," jawab Zoya yang di balas anggukan kepala oleh bibi Yani.

ZOYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang