4

27.7K 450 5
                                    

Klak.. klak... Dentingan heels yang Laras kenakan terdengar seirama dengan langkah yang begitu cepat yang Laras ciptakan. Ia berjalan terburu-buru setelah menandatangani perjanjian yang baru saja mengikatnya .

  Wajahnya kini lebih terlihat elegan dan garang, menatap lurus kedepan dengan dagu terangkat. Di samping itu Bram di belakangnya dengan setelan hitam seperti biasa.  " Tuan menugaskan saya untuk mengantar nyonya dan membantu nyonya memindahkan barang-barang yang akan nonya bawa". Ujar Bram berjalan dengan iPad di tanganya .

" Anda bisa pesankan taksi online saja, saya akan menghubungi anda jika saya memerlukan bantuan ".  Bantah Laras . Berbalik badan di depan pintu masuk lobi.

" Tidak nonya. Tuan yang menugaskan saya agar nyonya pergi dengan mobil tuan ". Jelas Bram .

" Berikan ponselmu. Telpon tuanmu bilang jika saya ingin bicara ".

" Baik nyonya".

Drrttt.... Drrrttt...

" Halo ". Terdegara balasan tapi bukan satu atau dua kata melainkan kata ( hmm) iya? Hanya deheman itu cukup menurut Leonard.

" Saya ingin pergi sendiri dan akan menghubungimu sore nanti untuk menjemputku.  Di surat anda tau betul jika masing-masing di antara kita tidak ada yang perlu ikut campur urusan masing-masing selain status kita saja yang berbeda". Geram Laras.

" Bram akan menjadi supirmu selama saya meeting , saya suamimu menurut jauh lebih baik.   saya tidak ingin melihat rumor apapun tentangmu jika kedua orang tua saya menyelidiki identitasmu".  Lalu sambungan telpon terputus begitu saja membuat kesal Laras bertambah .

" Menyebalkan sok menjadi suami, kenal saja tidak". Gerutu Laras. Bram membuka mobil yang sedari tadi menunggu mereka naik.

Dengan wajah kesal Laras masuk dan memperlihatkan wajah bermusuhan pada Bram. " Menurut akan membuatmu beruntung banyak". Ujar Bram.

Laras membuang muka ke arah jendela mobil dan menggerutu ntah apa yang dia komat kamitkan. Bram tertawa melihat nonya mudanya yang sedang  kesal.

   Butuh setengah jam perjalanan Laras dari apartemen Leonard ke rumah Chika.  Sepanjang perjalanan Laras tidak banyak bicara dia hanya menatap luar jendela dengan pikiran ntah kemana.

   Lalu mobil yang Laras tumpangi telah sampai di komplek perumahan. " Kita sudah sampai nonya, alamat yang nyonya kasih bener disini ". Tanya Bram . Lalu Laras menoleh dan mengangguk. Pergi kluar mobil begitu saja tanpa menunggu Bram .

" Nonya sudah sampai di rumah temannya tuan. Tapi tampaknya nonya sangat kesal ". Ujar Bram berdiri di teras rumah minimalis dengan berdiri tegap dan tangan kanan menyatukan ponsel pada telinganya.

" Biarkan saja, setelah itu bawa dia ke apartemen, saya akan pulang jam 3 sore ". Ujar Leonard di sebrang telpon.

Setelah Bram mengiyakan percakapan mereka terputus dan Angga datang dari luar. Menatap Bram dengan tatapan aneh, yang setia berdiri dengan setelan hitam andalannya. Tanpa pikir panjang Angga masuk ke rumah,  melihat Chika dan Laras sedang bercakap dengan serius. " La ... Kamu udah pulang". Ujar Angga . Dia masuk dan duduk dengan santai diantara mereka.

" Eh iya? Laki-laki di depan siapa". Tanya Angga menatap Chika . " Mana gw tau, tanya nih sama tuan putri". Jawab Chika menunjuk Laras dengan dagunya.

" Laras. Jangan bilang itu pacar Lo". Angga penasaran dan tiba-tiba menuduh Laras.   " Gila Lo... Yakali gw pacaran sama gunung es itu. Ngga liat lo tadi mukanya kaga ada ekspresi sama sekali tu orang ". Jawab Laras malas.

Makin penasaran Chika duduk merapat dan bertanya lagi . " Semalem Lo baik-baik aja kan".

" Gw baik-baik aja ci ... Sekarang mending kalian bantuin gw beresin barang-barang gw deh ".

Chika dan Angga saling beradu tatap. Dengan curiga. " Lo ngga kerja aneh-aneh kan ras". Chika menyusul Laras yang sudah berjalan menuju kamarnya.

" Otak Lo kotor monyet". Jawab Laras

Mereka membereskan barang-barang Laras dengan cepat karna laras tidak memiliki barang begitu banyak untuk di bawa.  Hanya seperlunya saja .

" Kalo ada apa-apa Lo kabarin gw ya ras ". Ujar Chika .

" Jangan sungkan sama kita pokonya ". Ujar Angga kemudian.

Laras tersenyum lalu dia memeluk sahabat-sahabatnya itu . " Gw akan baik-baik saja ci, sekarang gw pergi dulu dan nanti kalo gw udah siap gw ceritain semuanya ke kalian ". Jelas Laras .

Bram menunggu Laras di samping mobil. Chika dan Angga berdiri di depan balkon melihat Laras menyeret kopernya . " Lo harus bahagia ras". Ujar Chika setengah berteriak. Angga memeluk pinggang Chika dan melambaikan tangan ke arah Laras yang sudah akan masuk ke mobil.

  Perpisahan tidak semuanya menyakitkan. Ada kalanya perpisahan adalah pelajaran yang tepat untuk hati yang lemah.



                         🌹🌹🌹                                       

Kembali lagi di gedung apartemen milik Leonard,  Laras dan Bram sudah berjalan menuju lift.  Banyak yang mereka bicarakan. Tentu saja tentang bagimana Laras harus bekerja dan bagaimana dia bersikap pada tuanya .

     " Anda hanya perlu menurut saja jika ingin beruntung banyak dalam bekerja sama dengan tuan leo ". Ujar Bram . Lift terbuka dan ia menyeret koper Laras menuju apartemen Leonard yang tidak jauh dari lift khusus di gedung megah itu.  Laras mengekor di belakang Bram dengan mengangguk paham apa yang Bram ucapkan.

Cklek.. pintu terbuka dan ya pikiran Laras berputar kembali tentang kejadian pagi-pagi dia menemukan dirinya sendiri tertidur diatas ranjang dengan tubuh telanjang hanya selimut tebal yang menutupi dirinya . Rasa ngilu dan sakit di sekujur tubuhnya masih terasa . Dan sekarang makin terasa membayangkan bagimana kejadian malam itu.     " Kenapa bengong, ayo masuk ". Ucap Bram di depan Laras yang masih mematung di ambang pintu.

" E..eh iya " . Jawab Laras kikuk dia masuk dan kini berada di ruang tv yang besar . Jujur saja pagi tadi Laras tidak begitu memperhatikan setiap ruangan karna dia sibuk dengan kontrak dan kejadian gila itu begitu cepat .

    Bram menjelaskan semuanya seperti biasa dan Laras juga hanya menganggut paham . " Baiklah saya akan pergi, maid-maid sudah tuan pecat , jadi disini hanya ada anda dan tuan saja ,, saya yakin anda bisa masak bukan " . Jelas Bram.   Laras mengiyakan " tentu saja, pergilah, saya akan mengerjakan pekerjaanku sendiri tanpa intruksimu ". Ujar Laras sedikit kesal .

" Baiklah saya undur diri, jika butuh sesuatu di depan ada dua bodyguard tuan. Anda bisa meminta bantuan mereka ". Ucap Bram lagi sebelum dia pergi meninggalkan Laras .

   Sebelumnya Bram sudah memberi tahu jika kamar yang Laras tempati tidak jauh dari kamar Leonard . Sekarang Laras sedang beres-beres bajunya menata di lemari , dengan sedikit pikiran apa yang dia lakukan sekarang ini benar atau salah. Menikah tanpa seorangpun yang tau . Seharusnya kini benar-benar istri seseorang. Itupun juga tidak dia kenal .

" Pernikahan timbal balik ". Gumam Laras . Dia telentang diatas kasur dengan mata menatap nanar pada langit-langit kamar.

" Tdiak, bukankah dalam hidup memang harus timbal balik ". Ujar Laras berfikir  keras dia begitu kelelahan akhirnya dia tertidur begitu saja .

           

See You In SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang