11

14.8K 354 0
                                    

Disini di gedung tertinggi di Eropa pria berjas hitam senada dengan celana yang dia kenakan. Tengah murka dengan wajah dingin dan rahang yang mengeras jari-jari yang memutih karna gengamanya semakin mengencang . Mengepalkan tangan dengan emosi melupa .  Dia menatap kasar mata pria yang berambut putih tapi terkesan berwibawa . Pria berumur itu tersenyum menang tidak takut dengan tatapan membunuh anaknya yang tengah marah .

   " Kau menipuku lagi pak tua , aku cukup sabar karna sebelumnya kau ayahku tapi sekarang tidak. Di Indonesia ada istriku dan apa tadi, hah! ". Teriak Leonard pada robert ayahnya yang kini menatap tak kala menusuknya dengan anak semata wayangnya itu .

" Sudah saya bilang sebelumnya, keputusanku paling mutlak leo, kau harus menikah dengan clara vogu , tapi dengan sombongnya kau malah menikahi gadis tanpa asal usul yang jelas ". Balas Robert berdiri menatap Leonard yang menahan amarahnya .

Lalu seketika Leonard meninju meja kaca di depannya . Dia membiarkan darah mengalir pada jari-jari tanganya .

" Ku ingatkan sekali lagi, aku sudah menikah, dan tidak akan ada pernikahan kedua kau ingat itu ". Teriak Leonard matanya memerah dan aura pembunuh terpancar.

Leonard bergeming menatap anaknya yang dia lihat adalah cerminan dirinya sendiri. Keras kepala dan mudah emosi .

Brak!!!

Deguman pintu terdengar begitu jelas . Leonard pergi begitu saja meninggalkan ayahnya yang terus murka . Lalu tibalah  wanita seumuran dengan Robert, wanita itu begitu elegan dengan rambut di Cepol ke belakang dan dres merah di lapisi dengan mantel warna hitam legam . Wanita itu berjalan dan melihat wajah anaknya yang begitu memerah, dia tau betul akan ada kekacauan di gedung ini jika dua pria yang dia cintai itu berada di satu ruangan.

Dan iya! Seperti dugaan Helen  suaminya tengah duduk menatap meja kaca yang pecah, dengan wajah yang dia yakini tengah terbakar emosi .

" Honey... ".  Suara Helen begitu mendayu dan Robert tau suara itu milik siapa.

" Sudahlah Helen aku tau kau akan membela anak sialan itu kan ". Kesal Robert.

Helen duduk dan memeluk suaminya. Lalu menuntun rahang yang tengah mengeras karna meredam amarah .

Tatapan keduanya beradu. Helen mengecup lama bibir suami nya itu. Mencoba menenangkan pria yang sangat dia cintai itu dengan kehangatan cintanya.

" Dia begitu pembangkang sayang ". Ujar Robert.

Ssstt..

Helem menyuruh Robert untuk diam dan kembali mencium kedua mata suaminya.

" Dia berhak memilih sayang. Biarkan dia, anak kita sudah dewasa ". Ujar Helen menatap mata suaminya yang kini tengah menatapnya .

     Seketika Robert mengangkat tubuh Helen dan duduk di pangkuannya . Mencumbu istri cantiknya itu yang tanpa bosan dia cintai dari dulu hingga sekarang . " Kau tetap cantik sayang , aku selalu mencintaimu kau mampu membuat amarahku mereda ". Ujar Robert mengusap pipi mulus Helen.

" Kau tau Robert, anak kita persis sepertimu dia tumbuh jauh berbeda denganku ". Helen menatap Robert dengan tangan menelusuri lekuk wajah suaminya .

Keduanya terkekeh dan saling memangut, berciuman penuh nafsu.

Seperti biasa Robert akan memulai apa yang dia ingin dimanapun. Kedua orang tua Leonard memang seperti itu. Penuh cinta .

         Di tempat lain. Leonard tengah berbincang dengan Bram .

" Atur penerbanganku ke Jakarta bram sekarang ".  Teriak Leonard pada Bram .

Pria berpakaian serba hitam itu hanya mampu menurut dan menerima semua amarah tuannya .

      Setelah semua yang diminta Leonard selesai Bram memberi kabar yang tidak mengenakan. " Tuan ". Ujar Bram perlahan .

" Katakan ". Balas dingin Leonard yang tengah duduk di kursi pesawat dan memangku laptopnya.

" Nonya sakit tuan. Maid yang biasa membersihkan apartemen bilang, kalo nonya sakit sudah 3 hari, tapi nonya menolak untuk di bawa ke rumah sakit ".

" Lalu kau baru memberi tahu saya sekarang Bram hah! ". Bentak Leonard .

" Maaf tuan. Tapi saya takut menggangu perjalanan bisnis tuan dan tuan Robert ". Jelas Bram.

" Jangan panggil pria tua itu Bram saya sangat membencinya ".

" Maaf tuan.

" Sampai Jakarta jam brapa kita Bram ". Tanya Leonard dengan wajah datar menoleh pada Bram yang masih setia berdiri di sampingnya .

" Mungkin jam 3 pagi tuan ".

" Lama sekali apa kau gila ". Teriak.leonard melotot marah .

" Apa lagi ini, apakah nyonya membuat kerja otaknya lamban berfungsi, jelas lama waktu Jakarta Eropa itu tidak main-main". Gumam Bram dalam hati.

    Pria kekar bernama Bram itu hanya menurut dan menerima kekonyolan tuanya .  " Pergilah ke tempat dudukmu, dan istirahatlah , kau terlalu lama bekerja bukan ".  Ujar Leonard lagi membuang nafasnya kasar.

Bram pergi menurut semua yang dikatakan tuannya, pria itu membungkuk meminta izin dan dapat anggukan dari Leonard .
           Leonard melamun seperginya Bram dari sampingnya, dia menoleh jendela pesawat dan berfikir jauh.  " Kenapa Laras. Kenapa kamu sakit sayang , maafkan aku karna mengabaikanmu terlalu lama ".  Keluh Leonard mengusap wajahnya prustasi.


See You In SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang