Darah Tinggi

15.2K 2.3K 157
                                    


"Maaf, Dok."

Tentu saja ucapan Jaemin itu tidak membuat Dokter Jeno terhibur. Sebaliknya, kalau Jaemin sanggup menatap wajah seniornya itu, sudah ada dua tanduk keluar dari rambut hitam Dokter Jeno.

"Kamu tahu, kan, Dokter Jaemin, saya benci kata 'maaf'." Dokter Jeno memberi penekanan pada 'Dokter Jaemin', seolah ingin mengingatkan kalau Jaemin adalah dokter, jadi ia harusnya tidak melakukan kesalahan apalagi sampai meminta maaf pada seniornya.

Jaemin menelan ludah. Tentu saja ia tahu Dokter Jeno benci kata 'maaf'. Sejak minggu pertama ia bekerja di NC Hospital, Dokter Jeno sudah membentaknya sebab ia terlalu banyak mengucapkan kata 'maaf'.

"M-Maaf, Dok."

Mata Dokter Jeno menyipit.

Saat ini, tentu sudah ada taring yang keluar dari gigi dokter tampan itu. Jaemin menatap ujung sepatunya dalam-dalam daripada melihat wajah Dokter Jeno.

"Itu salah saya, Dokter Jeno. Seharusnya saya yang–" Suster Chaewon, yang memang tadi membantu Jaemin menangani pasien dengan sirosis, menyela. Ia adalah salah satu perawat senior yang baik hati dan jujur. Jadi ia tak segan mengakui bahwa ia yang salah memberikan dosis obat kepada pasien.

"Diam."

Bahkan Dokter Jeno tidak luluh dengan kebaikan hati Suster Chaewon. Sebaliknya, ia tak melepaskan pandangannya dari Jaemin dan mendengus keras. Saat itu, semua orang di doctor's lounge stase bedah sudah menahan napas sebab Dokter Jeno yang marah jelas tidak bisa dianggap remeh.

Suster Chaewon pun hanya bisa diam dan terpaksa membiarkan Jaemin menghadapi badainya sendiri.

"Kamu sadar nggak, sih, karena keteledoran kamu, pasien sampai harus memperpanjang masa rawat inap? Pasien yang tadinya sudah senang karena operasinya berhasil dan mau pulang untuk berkumpul dengan keluarganya lagi, harus terpaksa dirawat lebih lama karena kamu teledor memberikan obat."

Jaemin terdiam, membisu. Di waktu-waktu tertentu, ia bisa menyanggah Dokter Jeno saat ia yakin dirinya benar. Tapi saat ini, ia jelas salah sebab sesuai ujaran Dokter Jeno, pasien memang harus kembali dirawat dan tidak bisa keluar dalam waktu singkat. Ini adalah kesalahan fatal dan Jaemin tahu meski Suster Chaewon yang memberikan obat, itu tetap kesalahannya sebagai dokter pasien tersebut.

"Kamu nggak tahu, kan, pasien itu di sini atas tunjangan pensiunannya yang nggak seberapa. Asuransi nggak meng-cover keseluruhan biayanya. Sekarang dia terpaksa menginap lebih lama dan menghabiskan lebih banyak uang hanya karena kamu, seorang dokter intern, nggak memperhatikan pasienmu. Masih mending kita bisa tanggulangi obatnya segera. Coba kamu bayangkan kalau dia terus-menerus konsumsi dosis sebanyak itu lalu kita harus ambil tindakan lagi. Kamu mau bertanggung jawab?!"

Jika Dokter Jeno yang marah adalah bencana, maka Dokter Jeno yang marah dengan memuntahkan deretan kalimat panjang adalah kiamat. Dokter yang hemat bicara itu memang terkenal cerewet kalau marah (apalagi memarahi Jaemin), tapi kali ini, kemarahannya meluap-luap sebab kesalahan Jaemin memang terbilang fatal.

Jaemin menggigit bibir kuat-kuat. Daripada marah kepada Dokter Jeno yang membentak-bentaknya di hadapan dokter lain, ia lebih ingin memaki dirinya sendiri sebab ucapan Dokter Jeno sangat benar.

Pasien yang dimaksud memang tidak marah setelah tahu kesalahan Jaemin. Sebaliknya, ia menyemangati Jaemin karena tahu Jaemin masih berstatus sebagai intern. Namun Dokter Jeno tidak sebaik itu. Apalagi karena Dokter Jeno tahu implikasi macam apa yang akan terjadi jika Jaemin tidak segera memperbaiki kesalahannya.

Don't Get Sick | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang