Akhirnya

16.5K 2.3K 261
                                    

Jaemin terdiam di kamarnya seorang diri. Ia tidak lagi berada di kamarnya yang nyaman di salah satu paviliun keluarga Haechan. Ia menyewa kamar kecil di dekat pasar tempatnya bekerja sekarang setelah mati-matian menolak kebaikan hati keluarga Baek yang ingin menampungnya di rumah mereka.

Setidaknya untuk yang satu ini, Jaemin ingin menjadi idealis dengan tidak merepotkan siapapun. Sebab suasana hatinya masih kacau. Ia masih sering terbayang hari-harinya di NC Hospital dan merasa aneh saat terbangun tanpa panggilan darurat dari rumah sakit atau panggilan tugas bergilir yang kadang dibencinya. Ia tidak ingin mempengaruhi suasana hati orang serumahnya sebab yang ia lakukan hanya bersedih, bersedih, dan bersedih.

Meski ia mengaku sangat bahagia bekerja pada keluarga Baek, tapi ia tak bisa memungkiri bahwa di malam-malam tertentu, ia tak bisa tidur. Ia mengulang semua kesalahan yang dilakukannya, semua omelan yang terlempar kepadanya, semua materi yang ia hafal mati-matian tapi kini berusaha ia lupakan.

Ia akan bekerja dengan sangat keras setiap hari supaya bisa langsung tidur kelelahan. Namun aneh rasanya, bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam di pasar terkadang tak sanggup mengalahkan kelelahannya bekerja di rumah sakit. Di malam-malam seperti ini, Jaemin akan keluar dari kamar dan memutuskan berjalan kaki ke mana saja sekadar untuk mengusir gundahnya.

Namun saat ini, Jaemin tak berselera untuk berjalan kaki. Ia duduk di kamarnya yang sempit dan bau apak, memikirkan ucapan Dokter Jeno yang menemuinya kemarin.

Ia tak percaya dokter itu rela mencarinya dan menemukannya di tengah hiruk-pikuk pasar. Lebih tak percaya lagi karena Dokter Jeno bahkan memohonnya untuk kembali dan berjanji akan menyelesaikan prahara yang tengah terjadi di rumah sakit mereka. Tidak hanya nada suaranya yang jauh lebih lembut dari biasanya, Jaemin bisa merasakan pandangan Dokter Jeno pada dirinya. Dokter itu memandangnya seolah ia begitu khawatir dan cemas. Seolah ia tak bisa tidur karena Jaemin.

Ngaco, batin Jaemin sedih. Ia berpikir selain Haechan, tak ada lagi yang benar-benar merindukan dan memikirkannya. Bagi dokter-dokter senior, mundurnya Jaemin bukan apa-apa. Malah mungkin harus mereka rayakan karena berkurang satu beban. Setidaknya itu yang Jaemin pikirkan tentang Dokter Jeno selama ini. Haechan memang mengatakan bahwa Dokter Jeno dan Dokter Mark adalah segelintir dokter yang paling perhatian padanya dan membantu Haechan mencari Jaemin. Namun Jaemin mengira hal itu hanya karena tanggung jawab Dokter Jeno kepada bimbingan magangnya semata. Dokter Mark juga kentara jelas tertarik pada Haechan, jadi pasti dia akan membantu Haechan. Selain itu, Jaemin bukan siapa-siapa.

Lagipula, bukankah Dokter Jeno yang paling membencinya? Lalu mengapa kemarin tiba-tiba dokter angkuh itu mengatakan rela berlutut di depan Jaemin?

Jaemin menggelengkan kepala. Ia ingin mengusir bayangan Dokter Jeno di kepalanya.

Saat itulah hpnya berdering. Itu hp baru yang ia beli setelah menjual hp lamanya. Selain keluarganya dan Haechan, tak ada yang tahu nomor teleponnya. Benar saja, rupanya ibunya menelepon.

"Halo, Bu. Apa kabar?" meski sedang banyak pikiran, Jaemin berusaha tetap ceria agar Ibunya tidak khawatir.

"Nana," panggil ibunya. "Sudah makan, Nak?"

"Sudah, Bu. Ibu? Bapak? Adek?"

"Sudah semua, Nak. Nana, bisa pulang sekarang?"

Jaemin langsung bersiaga mendengarnya. "Ada apa, Bu?" kecemasannya timbul. Khawatir terjadi sesuatu pada keluarganya.

"Pulanglah, Nak. Ayah mau bicara."

"Iya, Bu..."

Maka Jaemin pun bergegas membereskan barang-barang seperlunya, lalu menyetop taksi untuk mengantar ke terminal bus terdekat. Karena keluarganya tinggal di pinggir kota, butuh waktu satu jam perjalanan dengan bus untuk tiba di rumah. Itu perjalanan yang cukup panjang dan lebih mahal karena Jaemin juga harus menyetop taksi. Namun dibanding kekhawatirannya, ia rela mengeluarkan uang lebih dari biasanya untuk pulang.

Don't Get Sick | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang