Jaemin sangat berterima kasih karena Haechan berhasil menyelamatkannya dari persiapan pernikahan yang rasanya begitu banyak dan tak usai-usai. Minjeong yang energetik dan ceria bahkan kelimpungan untuk mengikuti laju keluarga Young-Lee.
"Semua orang bahkan punya tugasnya masing-masing! Gue nanya ke Minho soal akomodasi buat keluarga gue, bukannya jawab malah gue disuruh nanya langsung ke orang lain yang memang ngurus soal itu. Semua orang ini nyiapin pernikahan kayak bikin perusahaan!" cerocos Jaemin.
Segelas milktea boba di depannya sempurna terbengkalai karena ia terlalu fokus bercerita. Berbeda dari Haechan yang sudah meminum gelas keduanya sambil mengunyah sandwich tanpa melepaskan mata dari Jaemin. Mumpung Mark tadi akhirnya ikut terseret dengan persiapan pernikahan, ia jadi lebih bisa makan dengan bebas.
"Minum dulu, Na." Haechan mengingatkan.
Jaemin hanya menyesap minumannya sejenak sebelum ingat dengan hal lain yang perlu ia ceritakan.
"Maksud gue, gue dan Jeno sudah berhasil menghalangi mereka untuk mengundang artis internasional. Sebagai gantinya, kami sama sekali nggak bisa milih wedding suits. Salah satu paman Jeno yang mengurus, bilang dia punya kenalan dengan desainer entah-siapa. Yang jelas begitu dengar nama desainernya, sepupu-sepupu Jeno langsung histeris."
"Keren, dong," balas Haechan dengan mulut penuh.
Jaemin menghela napas. "Sebenernya, gue agak pening. Makanya gue menunggu pertemuan kita ini. Gue capek banget sama semua persiapan ini, Chan."
"You just overwhelmed," Haechan mengusap bibirnya. "Tenang dulu, Na. I'm here."
"Thank you." Akhirnya ketegangan hilang dari punggung Jaemin. Ia bisa sepenuhnya santai dan menyesap milktea-nya dengan tenang.
"Lo udah bikin list undangan?" tanya Haechan.
Jaemin berdecak. Mendadak mood-nya kembali keruh.
"Jangan dibahas, deh," erangnya. "Mami dan Ibu yang urus itu. Terakhir gue dengar, nama untuk list undangan udah lebih dari jumlah pasien di rumah sakit daerah. Lo bukannya ketemu mereka lebih sering dari gue, ya? Since you have groomsmen duty."
Haechan menyeringai. "Not that I'm complaining, Na. Makanannya enak-enak, bajunya bagus-bagus, dan orang-orangnya menarik. Gue selalu menikmati groomsmen duty gue. Beda sama Mark."
"Emang kenapa dia?"
"Lu tahu sendiri dia sebelas-dua belas sama Jeno. Nggak begitu suka sama begini-beginian. Mereka, kan, beda dari kita. Mereka sudah terbiasa sama kemewahan begini."
"Speak that to yourself. Lu lupa kalo bokap lu arsitek terkenal?"
Haechan meringis. "Tapi, yaaa beda skala sama Young-Lee. Mereka itu ningrat, Na Jaemin. Bahkan Mark cerita kalau nenek Jeno tetap menjaga kedekatan kerabatnya sesama Lee meski mereka sudah jauh banget nggak berhubungan darah. They like to keep their family together and strong. You have to be prepared."
Jaemin menggigit bagian dalam pipinya. Sesungguhnya, daripada persiapan pernikahan ini, ia jauh lebih khawatir dengan kehidupannya setelah menjadi Lee (secara teknis, ia tetap menjadi Na karena Jaemin menolak mengganti nama belakangnya, seperti ibu Jeno, jadi semua tenang dengan ikatan Na-Lee yang baru saja terbentuk). Jeno meyakinkannya bahwa tak ada yang berubah. Jeno akan kembali menjadi dokter bedah ternama dan Jaemin akan kembali mengurus pendaftaran pendidikan spesialisnya.
"Nggak ada yang bakal berubah, Na." Janji Jeno.
Nggak ada yang bakal berubah, itu juga yang Jaemin yakinkan pada dirinya sendiri. Sampai tiba saatnya ia dan Jeno bertemu dengan keluarga besar Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Get Sick | NOMIN
FanfictionSewaktu pertama kali tahu kalau dia bakal jadi menjalani internship di NC Hospital, Na Jaemin tahu bahwa jalannya menjadi dokter tidak akan mudah. Meski begitu, ia yakin kalau dengan semangat dan kegigihan yang ia punya, ia bisa menjadi dokter spesi...