As Sweet As Your Lips

28.1K 2K 624
                                    

"Sayang? Sayang!" tanpa menunggu, Jeno mengempaskan tumpukan kardus kosong ke lantai dan nyaris berlari masuk ke kamarnya. Saat melihat suasana kamar sama seperti saat ia tinggalkan beberapa jam lalu, bahunya perlahan menurun.

Jaemin tak tampak di manapun. Padahal hampir seharian ia tak melihat suaminya itu. Ia membantu semua orang yang tampaknya ingin balas dendam karena acara kemarin harus dibatalkan. Padahal ia yakin nanti malam ia dan Jaemin akan disibukkan dengan pesta sampai pagi.

Meski sudah terbiasa bekerja tanpa kenal waktu, membayangkan dirinya menjadi pusat perhatian ribuan orang merupakan beban tersendiri bagi Jeno. Sejak kecil, ia tak pernah berada di dalam ruangan yang dipenuhi banyak orang yang ingin melihatnya.

"Jen?"

Suara itu tak hanya membuatnya terlonjak, tapi langsung tersenyum bersemangat. Sosok Jaemin keluar dari kamar mandi, menatapnya khawatir.

"Are you okay?"

Tanpa berkata-kata, Jeno langsung mendekap tubuh Jaemin erat-erat. "I missed you," bisiknya.

Jaemin agak bingung dengan sikap suaminya, tapi diputuskannya untuk balas memeluk. "Really? Capek banget, ya?" ia melepaskan pelukannya untuk melihat wajah Jeno.

Jeno menggeleng. "Udah nggak lagi." Dikecupnya pipi Jaemin sebelum kembali melesakkan wajah ke tengkuk kekasihnya.

Jaemin mendengus geli. Jeno bisa begitu manja dan penuh pujian. Bukannya menolak, ia malah berterima kasih sebab sosok itu tak pernah hadir di hadapan orang lain selain dirinya.

"Makasih, ya, Nana." Bisik Jeno tanpa melonggarkan pelukannya.

"Hm?"

"Udah tahan sama aku." Lanjut Jeno. "Sama keluarga aku. Sama kegilaan semua orang di sekitar aku. Aku beneran janji kalau setelah ini, hidup kita bakal normal kayak dulu lagi." Kali ini Jeno memeluk pinggang suaminya, lalu menatap wajah Jaemin lekat-lekat. "Kita tetap Jaemin dan Jeno yang sama. Pernikahan ini nggak mengubah apapun."

Jaemin tersenyum dan mengangguk. "Aku percaya, Jen. Makasih, ya. Sudah rela melakukan ini semua demi aku. Aku tahu kamu nggak pernah pengin pesta yang meriah. Tapi aku malah mengiyakan semua perayaan ini."

Jeno menggeleng, mengusap rambut Jaemin mesra. "Kamu layak dapet pesta paling meriah di muka bumi, Nana. Ini nggak ada apa-apanya."

Jaemin terpaksa tertawa. "Gombal," dipukulnya dada Jeno pelan.

Jeno ikut tertawa melihat mataharinya tertawa. "How lucky I am."

"Uh hm." Jaemin pura-pura mengangguk. "You are lucky I love you."

"Indeed I am." Lalu tanpa menunggu, dikecupnya bibir Jaemin lembut.

Daripada ciuman murni tanpa pretensi yang mereka berikan di hari pernikahan mereka, ciuman ini begitu berbeda. Ciuman ini mengingatkan Jaemin akan momen-momen mereka lepas kendali di rumah Jeno yang nyaman atau di mobil yang terparkir di parkiran. Napas mereka terasa berat dan segalanya begitu memabukkan sehingga membuka mata hanya menjadi beban. Mereka terus memagut, memagut, meminta dan saling memberi tanpa henti.

Tanpa kata, Jaemin memeluk leher suaminya, membuat Jeno mengetatkan pelukan mereka hingga mereka harus memiringkan kepala agar tubuh mereka bisa sepenuhnya bersentuhan.

Napas mereka sudah semakin berat dan Jeno hanya sanggup bergumam "God..." saat membuka mata sejenak, lalu kembali melumat bibir Jaemin dalam-dalam. Lidahnya dengan lihai menyapu bibir manis suaminya, mengabsen gigi, dan menyapa lidahnya. Jaemin melenguh. Kakinya lemas dan tangan suaminya terasa panas meski hanya mengelus bagian terluar tubuhnya.

Don't Get Sick | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang