Awal Mula Bencana?

14.1K 2.1K 225
                                    

Jeno pusing seharian. Biasanya, ia menganggap beban kerjanya adalah hal yang normal. Tapi kali ini, ia kedatangan tamu yang berpotensi mengganggu ketenangan hidupnya di mulai sekarang hingga seterusnya.

Hal itu diawali dengan pagi yang cerah di ruangannya yang bersih dan rapi. Ia sedang membaca rekam medis pasien untuk visitasi hari itu saat Mark menerobos masuk, masih mengenakan jaket dan tampak baru datang.

"Jen!" Tiba-tiba pintu ruangannya menjeblak terbuka, menampakkan Mark yang terengah-engah dengan mata membulat. Ia langsung masuk dan memegang kedua bahu Jeno.

"Gawat! Dia balik!"

Jeno mengernyitkan kening sesaat.

"Diaaa! Dia, kakak-kakakan elu."

Mata Jeno spontan ikut membesar.

"Yeeun?" tebaknya. Mark mengangguk kuat-kuat. "Yeeun balik ke sini?"

Belum sempat Mark menjawab, pintu ruangan Jeno diketuk dari luar. Lalu tanpa menunggu, pintu berayun terbuka menampakkan seorang gadis yang tampak begitu berbeda dari ingatan Jeno beberapa tahun lalu.

Mark memaki pelan saat gadis itu dengan percaya diri tersenyum lebar.

"Hai, Jen. I'm here!" Yeeun berikrar, seolah ingin memberikan kejutan bagi Jeno dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Tanpa mempedulikan Mark, ia melangkah mendekat ke arah Jeno, menyingkirkan tubuh Mark, dan membenahi letak dasi Jeno yang sebenarnya sudah lurus. Namun tentu saja gadis itu takkan membuang kesempatan untuk berdekatan dengan Jeno.

"Dan kali ini, aku nggak bakal pergi-pergi lagi." Senyum Yeeun merebak, seiring dengan parfumnya yang mencolok, jelas-jelas mengganggu stabilitas dan ketenangan ruangan Jeno yang terjaga setiap harinya.

Lalu tanpa aba-aba, gadis itu memeluk Jeno dalam pelukan hangat.

Perlu waktu lama untuk meminta Yeeun pergi dan mengingatkan gadis itu untuk tidak mengganggunya bekerja. Jeno yakin kalau tidak diusir, Yeeun akan ngotot bahkan menemaninya mondar-mandir di rumah sakit. Jadi ia membujuk Yeeun dengan mengatakan bahwa nanti ia akan mengajak Yeeun minum kopi.

Yeeun pun setuju. Ia kembali lagi sore hari dan nyaris menyeret paksa Jeno yang baru saja keluar dari ruang operasi untuk menemaninya minum kopi. Jeno yang tak berniat pergi kemanapun dengan Yeeun pun mengajaknya ke café di lantai delapan. Awalnya Yeeun cemberut sebab ia mengira Jeno akan mengajaknya kencan. Tapi Jeno mengatakan ia masih cukup sibuk jadi kalau Yeeun tak mau, ia pun takkan memaksa.

Akhirnya Yeeun pun setuju. Sepanjang perjalanan dari ruangan Jeno ke lantai delapan, ia tak henti-hentinya berceloteh.

"...Kamu tahu, kan, Mami aku udah nolak tawaran Dior untuk jadiin aku modelnya? Habisnya kalau nggak gitu, mereka bakal tetap maksa. Mami aja sampe pusing nolaknya. Kalau nggak karena job-job yang berdatangan sejak aku mendarat ke sini, aku yakin Mami nggak bakal izinin aku nolak brand gede sekelas Dior."

"...Sumpah, deh, Jen, di Paris, tuh, aku keinget kamu terus. Aku tahu kamu nggak bales chat-chat aku karena kamu sibuk. Tapi aku beneran ngebayangin betapa romantisnya kalo kita berdua di Paris. Yuk, Jen. Aku nunggu kamu liburan, deh. Nanti aku urus semua keperluan dan itinerary-nya di sana. Oh, ya, kamu tahu, kan, Papi punya vila di Naples. Kita bisa sekalian ke sana, Jen. Aku jamin kamu nggak bakal kecewa."

"...Emang lebih maju dan modern, sih, segala-galanya. Tapi tetep aja beda dari fashion week di Europe. Eh, inget, nggak, Jen, dulu kamu rela nungguin aku kelar latihan di akademi Cuma buat jalan berdua di trotoar terus makan es krim di taman apartemen aku? Kamu selalu maksa buat nungguin aku bener-bener masuk apartemen dan pintu udah kekunci sebelum pulang. Bahkan kamu selalu telepon supaya aku bisa ngelihat kamu dari balkon."

Don't Get Sick | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang