Calm of the Sea

17.7K 2.2K 366
                                    

Jaemin berguling di atas tempat tidurnya. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, tapi ia tak bisa tidur. Meski demikian, ia tidak banyak bersuara agar tidak mengganggu sang adik yang tidur lelap di ranjang seberangnya.

Minjeong, adiknya, sudah tertidur sejak ia pulang dari restoran Bibi Mun. Jaemin yakin besok pagi adiknya itu akan membombardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang sosok Dokter Jeno yang tiba-tiba datang ke rumah mereka.

Ingat Dokter Jeno, Jaemin kembali teringat percakapan mereka di dekat mobil dokter senior itu. Jaemin melihat dengan jelas kesungguhan Dokter Jeno saat mengatakan isi hatinya. Lagipula, Dokter Jeno bukan orang yang gemar berbohong.

"Jangan panggil saya 'Dokter Jeno' lagi, bisa? Its Jeno for you. And always be."

Jaemin menarik bantal dan membungkam wajahnya sekuat tenaga untuk meredam teriakan pelannya. What the hell?! Wajahnya terasa panas dan pasti sudah semerah udang rebus sekarang. Bagaimana bisa ia memanggil Dokter Jeno dengan... Jeno?

Belum lagi perasaan Jeno yang tiba-tiba terungkap begitu saja. Ia tak mengerti bagaimana orang seperti Jeno bisa jatuh hati padanya. Dia. Ia. Na Jaemin yang bukan siapa-siapa. Na Jaemin hanya anak magang yang sering melakukan kesalahan dan kena omel. Kenapa pula Jeno bisa jatuh hati pada Na Jaemin?

I'm not pretty. Batin Jaemin, menilai dirinya sendiri sambil menatap langit-langit kamarnya. I'm not smart. I'm not even a good doctor. Why would he like me?

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat otaknya lelah dan matanya terasa panas. Merasa tak sanggup lagi, ia pun beringsut bangkit dari tempat tidurnya dan keluar kamar sambil berjingkat. Hanya ada dua kamar di rumah mereka dan Minjeong menolak berpisah kamar dengan Jaemin. Apalagi saat kakaknya keluar dari rumah dan kos di paviliun keluarga Haechan. Ia berdalih tidur dengan Jaemin akan membuat waktu mereka tidak banyak berkurang.

Jaemin menuju dapur dan meminum segelas air.

"Nana?"

Rupanya Ibu.

"Ibu belum tidur?"

"Terbangun. Kamu belum tidur, kan?" Ibu memang mengenal Jaemin dengan sangat baik. Jaemin mengangguk. Ibu tersenyum dan duduk di ruang keluarga. Ditepuknya pahanya. Jaemin mengerti dan langsung mendekat. Direbahkannya tubuhnya ke lantai dan diletakkannya kepalanya di pangkuan ibunya.

"Anak Ibu mikir apa, sih?" ucap Ibu sambil mengelus kepala Jaemin.

Di saat seperti ini, Jaemin merasa kembali sebagai anak-anak yang terlindungi dari pelik dan pekatnya dunia. Rumahnya selalu menjadi tempat kembali paling aman yang bisa ia temui.

"Ibu... kalau ada orang bilang suka sama kita, itu benar nggak, sih?" gumam Jaemin sambil menatap layar televisi yang gelap.

Ibu tersenyum. Tahu betul siapa yang dibicarakan anaknya. Lagipula tidak setiap hari sesosok dokter cerdas nan tampan datang ke rumah mereka untuk membela Jaemin mati-matian. Ibu juga bisa melihat sorot mata, ekspresi, dan bahasa tubuh Jeno saat membicarakan putranya tadi. Ia tahu cinta saat melihatnya.

"Tergantung. Ibu nggak tahu siapa yang Nana bicarakan," ujar Ibu sedikit berbohong. "Tapi Nana yang tahu jelas kepribadian orangnya. Artinya hanya Nana yang tahu apakah orang itu jujur atau tidak."

"Hm..." gumam Jaemin. "Tapi orang ini sebelumnya marah-marah terus dan nggak pernah baik ke kita, Bu. Masa dia tiba-tiba bilang kalau suka sama kita? Kan, aneh, Bu. Kalau suka dan sayang sama orang lain, itu harus baik sama kita, kan? Gitu, kan, Bu?"

Don't Get Sick | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang