Kedatangan Dokter Jeno ke doctor's lounge setelah visitasi hari itu selalu berhasil membuat semua dokter stase bedah menahan napas. Pasalnya, tidak setiap hari Dokter Jeno mengunjungi ruang besar yang menampung para residen, anak magang, dan co-as tersebut. Ia lebih senang berada di ruangannya yang nyaman di lantai 4 dan memanggil siapa saja yang berkepentingan untuk datang daripada menghampiri.
Biasanya, kunjungan Dokter Jeno berisi pengumuman penting yang jarang sekali terjadi atau tentu saja untuk marah-marah. Kalau sudah begini, Jaemin seolah menjadi narapidana yang siap dihukum gantung. Ia tinggal berdiri tegak dan siap menyetorkan lehernya kapan saja Dokter Jeno merasa sudah waktunya untuk memanggil nama Jaemin.
Namun hari itu, Jaemin berharap Dokter Jeno tak terlalu memarahinya sebab ia sudah memenuhi janjinya kemarin. Ia mendatangi keluarga pasien dan memohon maaf, lalu menawarkan menanggung biaya pengobatan mereka setelah Jaemin salah memberikan dosis obat.
Keluarga itu awalnya menolak. Si pasien, kepala keluarga berusia hampir 60 tahun, memaklumi keteledoran Jaemin dan memastikan bahwa ia baik-baik saja. Namun Jaemin kukuh dengan pendapatnya dan mengajukan permohonan tersebut ke bagian administrasi. Meski Haechan menganggapnya bodoh dan nekat, tapi Jaemin tak peduli. Ia tahu ia sudah berusaha memenuhi tanggung jawabnya dan tak ada yang salah dari itu. Lagipula, benar kata Dokter Jeno kemarin. Keluarga pasien itu bukanlah keluarga kaya yang bisa seenaknya memperpanjang masa rawat inap mereka hingga berhari-hari di NC Hospital. Mereka berobat ke sana sebab semua rumah sakit lain sudah menolak mereka dan rela mengeluarkan biaya tabungan sebab asuransi mereka rupanya tidak tercover di NC Hospital.
"Saya harap tidak ada lagi yang melakukan kesalahan seperti ini dan belajar menanggulangi masalah yang sudah kalian buat dengan cara yang jauh lebih baik." Dokter Jeno menatap satu persatu juniornya di stase tersebut. Lalu seperti biasa, pandangannya terantuk kepada sosok dokter yang menatap lantai dengan pandangan kosong.
"Dokter Jaemin," panggilnya.
Jaemin bahkan tak kaget saking seringnya Dokter Jeno memanggil namanya. Ia langsung menegakkan tubuhnya. "Saya, Dokter."
"Ikut saya."
Lalu Dokter Jeno keluar dari ruangan. Semua orang saling pandang, tapi Jaemin terburu-buru mengikuti langkah panjang dokter senior itu. Ia tak berani berjalan di samping Dokter Jeno, tentu saja. Dijaganya jarak aman dengan tubuh tegap dokter itu dan diikutinya Dokter Jeno tanpa bertanya-tanya.
Apakah dia mau memuji karena aku melakukan hal baik? Batin Jaemin. Ah, pasti iya. Makanya dia memintaku mengikutinya. Tentu saja dia bisa kehilangan muka kalau memujiku di depan orang lain. Huh, dasar.
"Dokter Jaemin."
Jaemin menghentikan langkah. Tahu-tahu, mereka sudah ada di lorong sepi menuju bagian radiologi. Dokter Jeno sudah berdiri menghadapnya.
"Ya, Dokter?"
"Kamu bisa pakai otakmu tidak, sih?" ucapan dingin Dokter Jeno itu membuat Jaemin membeliak.
"A-apa, Dok...?"
"Kamu seenaknya saja mengajukan kompensasi material dalam bentuk uang kepada keluarga pasien. Kamu bahkan tidak mendiskusikan apapun dengan seniormu. Apa yang kamu pikirkan?!"
Jaemin tak menduga ia akan kembali dimarahi.
"T-tapi, Dok..."
"Kamu pikir kamu sudah melakukan hal yang baik? Iya?" cecar Dokter Jeno sambil menatap Jaemin lekat-lekat. Semua pembelaan Jaemin seolah lenyap karenanya. "Saya Cuma mau kamu belajar dari kesalahan kamu dan meminta maaf kepada pasien dan keluarganya. Bukankah itu yang saya suruh, Na Jaemin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Get Sick | NOMIN
FanfictionSewaktu pertama kali tahu kalau dia bakal jadi menjalani internship di NC Hospital, Na Jaemin tahu bahwa jalannya menjadi dokter tidak akan mudah. Meski begitu, ia yakin kalau dengan semangat dan kegigihan yang ia punya, ia bisa menjadi dokter spesi...