Jeno tidak langsung pulang. Begitu jam kerjanya selesai, ia mengikuti ke mana Lee Haechan pergi. Ia menduga lelaki itu tahu sesuatu dan Jaemin melarang untuk mengatakannya pada siapa saja.
Jadi diikutinya bus yang ditumpangi Haechan. Benar dugaannya, Haechan tidak pulang ke rumahnya. Sebaliknya, ia mengarah ke bagian kota lainnya. Namun setelah empat puluh lima menit mengikuti Haechan, rupanya Haechan turun di sebuah pasar.
Ah, dia Cuma ingin belanja? Batin Jeno kecewa. Namun ia menolak menyerah dan masih penasaran. Orang seperti Haechan tak mungkin belanja di pasar seperti ini jika ia bisa mengunjungi supermarket yang searah dan dekat dengan rumah mewahnya.
Ia memilih menunggu di parkiran yang mengarah ke pintu masuk pasar sebab ia tahu riskan mengikuti seseorang di dalam pasar yang masih ramai meski hari sudah sore. Dari tempatnya, Jeno tak melepaskan matanya dari pintu masuk yang sudah mulai lengang.
Hampir satu jam sampai ia melihat sosok Haechan keluar dengan membawa beberapa bungkusan. Kekecewaan Jeno semakin kuat. Jangan-jangan Haechan memang murni ingin berbelanja. Ia memandang totebag di bangku penumpang, tempat semua barang Jaemin berada.
Haechan sudah menyetop sebuah taksi dan Jeno sudah siap untuk kembali mengikutinya saat seseorang yang familiar keluar dari pintu masuk pasar.
Jaemin berjalan keluar dari dalam pasar. Mengenakan kaus putih dan celana jin lusuh dengan apron hitam dan sarung tangan. Kakinya dibungkus sepatu boot hitam. Ia menghampiri sebuah mobil pick up yang terparkir. Ia mengangkut satu keranjang berisi ikan dan membawanya masuk.
Jeno membeku, tak sanggup bergerak saking terkejutnya. Ia baru tersadar saat Jaemin keluar untuk kedua kalinya dan mengangkut keranjang kedua. Ia melompat keluar mobil dan mengejar sosok Jaemin yang dengan lihai menyusuri los-los pasar.
Jaemin terhenti di sebuah los yang menjual ikan, meletakkan keranjang itu dan tampak berbicara dengan penjual ikan. Sosok penjual ikan itu tampak familiar di mata Jeno, tapi itu bukan prioritasnya sekarang.
Ia dengan cepat meraih lengan Jaemin. "Jaemin."
Kini giliran Jaemin yang terkejut.
"Jaemin." I miss you. Jeno mati-matian menahan kata-kata itu keluar dari bibirnya. Napasnya terasa begitu lapang setelah sosok Jaemin betul-betul ada di depannya.
"Dokter Jeno?" namun bukan Jaemin yang mengatakan itu, melainkan bibi penjual ikan. Jeno menoleh dan bibi tersebut membuka topi ahjumma-nya.
Itu Mrs. Baek. Wanita yang suaminya dirawat oleh Jeno dan nyaris menjadi korban malapraktik Jaemin.
---
Jeno dan Jaemin berakhir di bangku depan minimarket yang tak jauh dari pasar. Mrs. Baek mempersilakan untuk bicara sebentar sebelum memaksa Jaemin melepaskan apron, sarung tangan, dan boot-nya.
Kini Jaemin sudah duduk tak jauh dari Jeno, mengenakan sandal dan hanya mampu termangu menimang air mineral di tangannya. Jeno yang masih mengenakan setelan kerja berupa kemeja dan celana bahan pun terdiam sambil menggenggam bir di tangannya.
Cukup lama mereka terdiam. Jaemin tak yakin bagaimana bersikap di depan (mantan) atasannya itu. Belum pernah Jeno tampak penuh pertimbangan di depannya. Sebaliknya, saking tiba-tibanya kejadian itu, ia tak yakin ia bisa mengatakan sesuatu kepada Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Get Sick | NOMIN
FanfictionSewaktu pertama kali tahu kalau dia bakal jadi menjalani internship di NC Hospital, Na Jaemin tahu bahwa jalannya menjadi dokter tidak akan mudah. Meski begitu, ia yakin kalau dengan semangat dan kegigihan yang ia punya, ia bisa menjadi dokter spesi...