Arloji pada jam weker atas meja cermin, samping ranjang, berbunyi sangat keras. Membuat sepasang kekasih yang saling peluk erat dengan hangat dalam tidur nyenyak, terpaksa membuka mata karena merasa terganggu telinga mereka oleh bunyi alarm di sana. Terlebih khusus Arman tepat berada tidur beberapa senti samping jam tersebut, harus melepas tangannya yang melingkar pada pinggul istrinya, mematikan sumber suara yang di seting setadi malam untuk bangun lebih awal sebelum anak-anaknya.
Mata Arman perlahan membuka lebar bertahan untuk segar menatap langsung ke arah sang istri. "Selamat pagi, sayang." Suara berat begitu merdu, tak ingin mengacaukan awal hari Airin, mengucapkan salam padanya.
Tersenyum paksa merasa sedikit jenuh Airin, membalas sapaan dari sang suami semenjak sepuluh tahun dirinya menikah dengan Arman, dirinya selalu mendapat kalimat tersebut saat membuka mata di sampingnya. Jadi ini hanya lah, hal biasa saja bagi Airin. Memlih merenggangkan tubuh yang masih celentang di atas ranjang, kembali Airin menghadap arah Arman, dia melingkari tangannya pada leher Arman, intens mata miliknya mengarah pada mata cokelat sang suami.
Mereka bertaut dahi satu sama lain, merasakan napas yang saling bertempur begitu terasa hangat saat mereka hirup dari lawannya. Airin, langsung saja mengecup bibir tipis milik Arman dengan durasi begitu panjang dia menempelkan dua lemak dinding tebal merah yang kering miliknya hingga basah merasa puas saat mendapat balasan dari Arman begitu lembut.
Saat Airin, ingin melepas seluruh kancing kemeja tidur, piyama ungu muda miliknya. Langsung saja tangan Arman mencegahnya, teringat sebentar lsgi matahari terbit. "Kita tak bisa melakukannya untuk saat ini, karena aku harus bergegas berangkat ke kantor. Dan kamu harus menyiapkan segala kebutuhan kedua anak kita untuk keberangkatan mereka ke sekolah." Nasihat Arman dengan menggelengkan kepalanya perlahan.
Betapa bersyukur-nya Airin, memiliki suami yang begitu dewasa masih memikirkan hal kedepannya sebelum melakukan suatu ego. Akan tetapi dalam diam, Airin suka bertanya pada dirinya. Apakah Arman tak mengerti akan dirinya sebagai manusia normal membutuhkan hubungan intim. Jujur saja, selama anaknya Dani lahir, Airin tak pernah mendapat jatah berhubungan intim lagi.
Bayangkan, apakah selama enam tahun ini, Airin sebagai manusia normal bisa menahan semua ini. "Sudah berulang kali, kamu mengatakan hal tersebut, apakah, kah, kamu tau aku tak bisa menahan semua ini, Arman!" Protes Airin, memalingkan tubuhnya serta wajahnya dari Arman, kali ini dia ingin sekali merasakan nikmatnya permainan intim yang begitu hangat dari seorang lelaki.
Sedikit risau hati Arman, saat Airin mengucapkan hal tersebut dengan wajah sekilas dilihatnya cemberut sebelum berpaling darinya. "Aku juga sebenarnya ingin, tapi mau di buat apalagi, sayang ... kita kan, punya anak dua, jadi kita harus prioritaskan mereka terlebih dahulu."
Mendengar kata-kata Mario ada benarnya, Airin kali ini sebagai seorang Ibu sangat egois, sangat merasa bersalah sekali. Kembali dia menghadap Arman, melingkari tangannya diatas perut Arman.
"Maafkan, aku sayang, aku terlalu egois ...." Berubah lembut suara Airin merasa begitu bersalah terhadap sang suami. "Jujur saja, aku ingin sekali mendapatkan permainan indah begitu hangat dari mu, sebelum anak kedua kita lahir. Kamu sibuk kerja, pulang larut malam, langsung tidur, dan saat pagi terbangun kamu harus berangkat kerja. Begitu terus selama tujuh hari, dalam satu bulan. terus kapan, kita bisa memulainya?"
Menghirup udara awal hari sebelum meranjak dari ranjang, saat kedua kelopak matanya terpejam sekejap, Arman mencoba mencari ide agar apa yang istri-nya inginkan dapat dia kabulkan. Biar gimana juga, Arman sebagai lelaki normal juga ingin melakukan hal yang sama seperti yang Airin maksud itu. Tak ingin Arman karena kesibukannya, dapat merusak hubungannya dengan Airin sebagai sepasang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Seductive Mother
RomanceBeruntung-nya dirinya Mario menjadi seorang pembantu di rumah Arman. Karena dia bisa mengenal seorang wanita memiliki dua anak, sangat dia kagumi pesona kecantikannya serta tubuh indah jarang dia lihat dari wanita lain. Akan tetapi, sadar Mario hany...