Kecemasan seorang suami terhadap istri

1.6K 6 0
                                    

Insting begitu kuat terasa kasur berguncang, mengganggu tidur nyenyaknya, kedua mataAirin sergap terbuka seperti seorang tentara yang siap menerjang musuhnya walau di saat keadaan sedang lengah. Tersorot punggung Mario sedang duduk di tepi ranjang, mengenakan pakaiannya, reflek Airin langsung memejamkan matanya kembali di saat Mario menengok ke arahnya. Berdetak dua kali lipat jantung Airin, di mana saat hidungnya menghendus sebuah napas hangat dari Mario, lalu bibir tipis itu sekejap terasa rekat dengannya, Airin membiarkan hal tersebut terjadi, tanpa di sadari Mario, bahwa dia sedang berpura-pura tidur saja.

Memundurkan bibir yang sudah merasa puas, memberi apresiasi sebuah tanda cinta pada lawan jenis, tangan Mario menepikan poni yang menghalangi rambut dahi wanita yang kini resmi dicintainya. "Aku cinta kamu," kata Mario, pelan namun tegas.

 Saat ingin bangkit berdiri, membelakangi ranjang, seketika suara ranjang berbunyi, membuat Mario langsung kembali membalikkan pandangannya ke arah ranjang. "Selamat pagi, Nyonya." Sedikit kaku Mario, saat Airin membuka matanya.

Dengan penuh keberanian, tanpa mengenakan busana untuk menutupi seluruh tubuhnya, Airin bangkit berdiri, gerakkan perlahan kakinya menggerakkan seluruh tubuh, mendekati Mario yang terlihat salah tingkah dari wajah merahnya tersebut. "Pagi juga, sayang ... kamu mau kemana?" balas Airin dengan senyuman indah di wajahnya, bertanya dengan penuh rasa penasaran di akhir kalimat.

 Belum saja Mario menjawab pertanyaannya, Airin langsung menebaknya. "Hari ini anak-anak tidak kesekolah melainkan kita berdua yang akan kesekolah, mengurus surat pindahan sekolah anak kita, secara mendadak." Lanjut Airin, beberapa senti berdiri di depan Mario.

Mematung Mario, tergoda dengan pandangan wajah Airin yang begitu manis dengan tubuh berbentuk buah apel tanpa di lapisi kain satu-pun. Membuat Mario lebih berfokus menahan diri, menahan alat vital-nya yang sedang menegang sesaat penuh dengan gairah ingin memuaskan hasrat tubuh. Mengamati setiap kalimat yang di berikan oleh membuat Mario memberanikan diri untuk membuka mulut, bertanya suatu hal lebih penting dari hasratnya untuk menjaga sikap di depan seorang bos sekaligus pacar.

"Baik-lah jika kamu sudah memastikan semua itu, akan tetapi, apa kamu yakin, Nyonya, ada tempat untuk kita ber-empat di sana untuk sementara tinggal, hingga rumah Nyonya terbangun?" 

 Terdesak tersenyum Airi mendengar pertanyaan dari Mario yang masih kurang percaya, akan suatu hal yang di ucapkannya. "Masalah hal pindahan kita bahas kebelakangan saja ... intinya, sekarang aku hanya ingin mendengar kalimat dari kamu lagi, saat tadi. Beberapa saat, sebelum kamu bangkit berdiri, ingin meninggalkan kamar." Airin melinkari tangannya pada leher Mario.

"Yang mana?" tersipu Mario, berpura-pura tidak mengetahuinya.

Tersenyum tipis Airin mendengar pertanyaan konyol dari Mario. "Sudah lebih baik kamu tak usah berpura-pura, seakan kamu tak mengerti apa yang kumaksud. Atau kamu malu untuk mengungkapkannya secara langsung." 

"Tenang saja, sayang-ku ... aku juga cinta kamu ....." Lanjut Airin berbisik di samping telinga Mario, membuat suasan semakin hangat.

Tok, tok, tok!!! suara pintu terketuk dari luar.

"Bunda!" Teriak serentak Doni, dan Dani, dari luar kamar.

 Lekas kedua orang yang ada di dalam kamar tersebut buyar, tak jadi untuk memadu kasih yang kedua kalinya. Dengan ekspresi kesal, Airin menggaruk-garuk kepalanya dengan prustasi tak mendapat apa yang di inginkannya saat ini. Dasar anak kurang ajar! bergerutu Airin, mengambil pakaiannya yang berserakan di atas ranjang, lalu pergi ke kamar mandi, mengenakan pakaian tersebut. Begitu tenang, Mario mengambil tindak-kan, berjalan menuju arah pintu, menemui kedua anak yang sedang mencari bundanya.

Two Seductive MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang