(+21)Tak tahan kuasa bercinta

5.5K 13 0
                                    

Sehabis mengantarkan Dani, dan Dino ke sekolah. Kali ini, Mario harus menghadapi seorang wanita, sebagai nyonya besar di rumah ini untuk mengantarkannya ke taman joging, namun berbeda hari ini. Tampak terlihat lesu wajah Airin yang di sorotinya membuatnya begitu penasaran akan suatu hal, suatu hal terjadi padanya. Ini adalah kesempatan Mario untuk mengambil hati seorang Airin yang memiliki sedikit sikap dingin padanya.

Dengan penuh keberanian tinggi, Mario mengambil sikap tenang dengan kaki bersila, di atas sofa yang begitu lembut, tepat bersebelahan dengan Airin. Melihat raut yang begitu banyak pikiran, memungkinkan Mario untuk berdiam diri terlebih dahulu, membiarkan Airin membuka obrolan padanya, mencurahkan semua yang menjadi beban pikirannya saat ini.

Menengok ke arah Mario, Airin menggigit bibir tebalnya, tampak pucat di hadapan Mario. Saat mendapat senyum begitu indah dari Mario, membuat Airin sedikit tenang. Membuat Airin memberanikan diri untuk berbicara padanya. "Apa kau pernah merasakan, menjadi seorang istri sakit hati, galau karena di campakkan suaminya begitu saja. Dan kamu tau, perasaan seorang istri pasti begitu sakit saat, sang suami buaya, meminta ijin untuk menikah dengan seorang wanita lain. " tanya Airin dengan penuh depresi.

Terkekeh Mario mendengar Airin bertanya padanya tentang hal tersebut.

"Kok, ketawa, sih, kan ... aku tanya serius bukan bercanda!" sedikit greget Airin mendapat respons dari Mario, tampak menyepelekkannya.

"Aku tak tau, perasaan menjadi seoang istri. Karena aku ini seorang lelaki bukan wanita, Nyonya." Elak Mario dengan penuh kejujuran.

Mendenga kalimat dari Mario, membuat Airin malu dengan sendirinya, menyadari bahwa yang di katakan Mario itu benar adanya. "Iya juga, sih, yah ... maaf aku, terlalu bawah arus." tersipu senyum Airin, mengingat-ingat yang di ucapkan oleh Mario padanya.

"Tenang, Nyonya, walau aku bukan seorang wanita, tapi aku tau yang Nyonya bos maksud barusan." Merenggang sala satu tangan Mario ke punggung Airin, mengelus-elus bahu mungil tersebut. "Dari bahu Nyonya yang begitu lemah, aku bisa merasakan bahwa saat ini Nyonya sedang merasa rapuh karena seseorang. Walau, aku sudah tau, siapa orang tersebut, tapi aku tak ingin langsung to the point bicarakan orang tersebut, takut membuat Nyonya tersinggung."

Betapa bersyukurnya Airin karena masih ada orang yang mengerti perasaannya saat ini. Mengingat kembali, kelakuan Arman di luar sana, begitu jahat padanya, Airin tak bisa lagi menahan air yang tergenang di tepi kelopak mata, bagian bawah. "Jujur saja Mario, aku tak kuat lagi dengan sikap Arman memperkenalkan seorang wanita yang akan menjadi calon istrinya. Pantas saja, kan, jika aku begitu tak terima dengan kenyataan yang ada saat ini?" tertatih-tatih Airin mengungkapkan perasaannya terhadap Mario, menyenderkan kepalanya di dada bidang milik Mario dilapisi kaus.

"Wanita mana sih, mau menerima pernyataan suaminya yang seperti itu .... apa dia enggak mikir kalau dia sudah punya anak dua dari-ku?" Lanjut Airin tak tahan kuasa dengan getir menahan sesak di dadanya, membayangkan sikap seorang Arman yang di luar pikirannya. "Coba bayangkan saja, jika posisinya itu di gantikan oleh-ku. Pasti dia juga tak akan menerima-nya. Aku sangat lebih cemas akan kedepannya, kepada anak-anak. Aku takut jika aku sakit nanti siapa yang akan mengganti-kan posisi-ku untuk merawat anak-anak."

Terhening sejenak, Mario membiarkan Airin meresapi semua-nya dengan air mata yang di keluarkan olehnya. Kini, dia terikut sedih, namun masih bisa menahan air mata, Mario mencoba untuk lebih tegar di hadapan Airin. Andai saja saat ini dia adalah kakak kandung Arman, pasti dia bakal menegur Arman dengan sebuah hantaman agar Arman bisa mengerti rasa sakit yang begitu mendalam. Tapi sayang, Mario hanyalah seorang pembantu di rumah Arman, tak bisa berbuat banyak dalam urusan pribadi rumah tangganya yang sedang terpeccah belah.

Tubuh yang begitu rapuh, Airin mencoba menyender dengan hangat, memeluk tubuh Mario, mendekap wajahnya di tengkuk leher Mario, baginya Mario adalah orang yang saat ini bisa mengobati perasaan sakitnya. Merasakan seperti sebatang pohon yang kokoh, roboh begitu saja dari Airin, Mario mencoba untuk lebih kuat menahan haru dari-nya, memberi pelukan hangat agar Airin dapat tenang menghadapi semua ini.

Two Seductive MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang