"Semua orang di dunia ini pendusta"
Langit yang menemanimu
Talitha menatap jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu sudah semakin siang dan ketua kelasnya ini belum datang.
"Ini Ciel, Rhys, sama Rachel pada kemana sih?". Gumam Wira menatap kursi mereka yang kosong.
"Coba nanti pulang sekolah gue mau ke apartemen Ciel, abis itu ke rumah Rachel". Ujar Fajar.
"Ikut!". Ucap Talitha dan Wira bersamaan.
Fajar mengangguk membolehkan.
"Ica ikut ngga?". Talitha menatap Ica yang sejak tadi menyimak.
"Ikut lah, dongo". Jawab Ica sedikit kesal, Talitha tertawa pelan dan mengangguk.
-o0o-
Regan mundar mandir dengan gelisah, pria itu mengetuk jarinya di dagu berusaha berfikir.
"Udah ga usah panik, kita tanya temen temen Rachel aja". Usul Rhys kemudian meraih ponselnya.
Yang pertama kali ditujunya adalah nomor Talitha.
"Halo? Kenapa?". Sapa suara di seberang sana setelah panggilan tersambung.
"Ada Rachel?". Tanya Rhys to the point.
"Dih, ga ada! Ga sekolah, lu juga kenapa ga sekolah?". Rhys menghela nafas panjang.
"Coba tanya Ciel, dia juga ga sekolah".
Ciel?
Rhys mematikan panggilannya secara sepihak, mengundang umpatan keras dari Talitha di sana.
Pria itu sedang menunggu Ciel menerima panggilannya, dengan tak sabaran terus mengirimi Ciel dengan pesan sekaligus menelponnya.
"Halo? Ada apa?".
"Rachel ada? Lu ada di——
"Rachel ada di sini, dia tidur. Udah dulu, bye~"
"Sialan, jangan dulu di——tuuuuttt
Dengan amarah yang meluap-luap, Rhys membanting ponselnya ke lantai dengan keras.
"Apartemen Ciel?".
###
Ciel tersenyum tipis, mengelus kening Rachel yang sedikit mengkerut, mungkin ia bermimpi buruk.
Setelah puas menangis tanpa mau berbicara, Rachel akhirnya kembali tertidur di pelukan Ciel, gadis itu meringkuk bagaikan bayi yang ketakutan.
Karna tak tega melihat wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang dingin, Ciel membawa Rachel ke kasur miliknya, mereka berdua tidur dalam satu selimut, saling berpelukan mengantarkan kehangatan.
Hingga pagi hari menjelang, tak satu dari mereka berniat bangun, Ciel tak mempedulikan tentang sekolahnya hari ini, ia hanya ingin tidur.
Ditambah diluar sana sedang gerimis dan mungkin akan turun hujan, lebih baik di kamar memeluk Rachel hingga sore.
Tidur Ciel terganggu dengan suara nada dering telepon dari ponselnya, ia jujur kepada Rhys jika Rachel ada bersamanya.
Dan sekarang, Ciel tengah tersenyum geli menatap wajah Rachel yang begitu manis saat tertidur.
"Dasar putri tidur!". Gumamnya terkekeh pelan.
Rachel tidur jam empat pagi dan sekarang pukul sepuluh siang, Rachel masih nyaman tertidur di pelukannya.
Tidurnya benar benar tenang, seolah ia sedang tidur di ruangan yang sepi dan hanya ada ia seorang di sana.
"CIEL, KITA RELA BOLOS LOH DEMI——DEMI APA SIH ANJIR?!".
Ciel menatap tajam pria yang masuk kamarnya dan berteriak tanpa izin itu.
Dengan cepat menoleh kembali ke arah Rachel yang nampak terganggu.
"Hey, suuutt! Tidur lagi ya". Ciel mengelus rambut Rachel, gadis itu kembali tertidur walau tadi sempat membuka sedikit matanya.
Wira sang pelaku hanya cengengesan. Ia tak bisa mengontrol suaranya ketika kaget, apalagi melihat adegan di depannya.
Talitha dan Ica menutup mulut rapat rapat agar tak ikut teriak.
Ciel menyelimuti kembali tubuh Rachel, lalu turun dari kasur.
Wira hampir saja berteriak kembali melihat kondisi Ciel.
Cuma kolor doang tsaayyyy
Talitha mendekat ke kasur, duduk di samping Rachel yang tidur, atau lebih tepatnya pura pura tertidur karna tadi sudah bangun saat Wira berteriak.
"Chel, Senin udah mulai PTS loh, kenapa bolos?". Tanya Talitha menatap Rachel yang membelakanginya.
Rachel hanya diam, nyawanya belum terkumpul sempurna.
"Mau gimana juga dia Abang lu, Chel. Lu ga boleh gitu, perasaan gue Rachel bisa urus masalahnya cepet, kenapa sekarang lu malah lari dari masalah?". Tanya Talitha sambil membuang wajahnya.
Rachel mengusap ujung matanya yang sedikit mengeluarkan air mata, padahal ia masih memejamkan matanya.
"Jujur, Chel. Gue juga kalau jadi lu bakal kaya gini. Lu ga liat kemarin gimana tatapan Regan ke lu, tatapannya dalem banget, Chel. Ampe gue mikir segimana sayangnya dia ke lu". Talitha menyentuh bahu Rachel yang mulai bergetar.
Ica terdiam, tangannya saling bertautan. Dengan senyuman gadis itu berujar.
"Kamu boleh marah, tapi kamu ga boleh lari, Chel". Katanya dengan nada begitu lembut.
Rachel terisak pelan.
"Hal sebesar itu kenapa harus disembunyiin?". Tanya Rachel, suaranya bergetar.
Talitha mendongak, menghalau air matanya agar tak keluar. Melihat betapa terpuruknya Rachel membuatnya bisa merasakan hal yang dirasakan Rachel.
"Gue ga kebayang bocah umur tiga tahun hilang ingatan, kalau gue yang jadi bocah itu pasti trauma. Sakit, Chel, gimana rasanya pas kita udah lupa tapi dipaksa inget, itu sakit". Suara Talitha ikut bergetar.
"Bangun!". Suruh Talitha.
Rachel mendudukkan tubuhnya perlahan. Talitha bergerak langsung memeluk erat tubuh Rachel, membiarkan sahabatnya ini menangis di bahunya.
"A-ayah, Rhys, mereka ga bilang aku anak bungsu, lima belas tahun, Tha! Lima belas tahun!". Rachel mengadu.
Talitha mengangguk, mengelus punggung Rachel dengan perlahan.
"Pulang, ya. Gue yang anter, biar gue marahin Rhys sama om Sergio". Bisik Talitha lembut.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Kelas! (End)
RandomIstilah cinta pada pandangan pertama itu benar adanya. Ciel tak menyangka, gadis yang tak sengaja tersenyum padanya menjadi ketua kelasnya dan malah berakhir menjadi kekasihnya. Tentang senyumnya yang begitu cantik, tutur katanya yang lembut serta s...