19. The Kiss

565 36 3
                                    

Maid maid di kediaman keluarga Sergio melakukan tugasnya masing masing, berbagai makanan sudah tersaji di meja makan yang super luas, tapi luasnya meja makan hanya diisi oleh dia orang.

Rachel mengunyah makanannya dengan lamban, gadis itu menatap ayahnya yang makan sambil memperhatikan tabletnya.

"Ayah, besok disuruh bawa kartu keluarga". Ucap Rachel memecah keheningan.

"Hm, biar Vano saja yang membawanya".

Rachel menghela nafas. See, hanya kartu keluarga namun ayahnya bahkan malah menyerahkannya pada Vano.

"Ayah, Rachel mau ikut ekskul paskibra". Rachel bermaksud meminta izin.

"Dari pada paskibra, lebih baik kamu ikut klub bahasa asing". Ucap tuan Sergio datar.

Rachel memejamkan matanya, ia meneguk susunya sebagai penutup makan malam.

"Lagi pula paskibra harus berdiri di bawah terik matahari, bukankah kamu tidak bisa seperti itu terlalu lama?". Rachel mengangguk, alasan yang paling masuk akal.

"Rachel mau ke kamar". Gadis itu pamit undur diri.

Rachel menghempas tubuhnya ke kasur empuk miliknya, ia membungkus tubuhnya dengan selimut, berusaha memejamkan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rachel menghempas tubuhnya ke kasur empuk miliknya, ia membungkus tubuhnya dengan selimut, berusaha memejamkan mata.

—karna kamu bukan anak tunggal, tapi anak bungsu

Rachel menutup wajahnya, gadis itu memegang kepalanya yang terasa berdenyut denyut.

"Tunggal...bungsu...". Gumamnya tak jelas.

Rachel mengguling gulingkan tubuhnya. Ia menghela nafasnya, lebih baik ia bermain sosial media. Lagi pula ini masih pukul tujuh untuk tidur.

###

Ciel mengetuk ngetuk dagunya dengan mata terpejam.

"Do you wanna build the snow man?".

"Halo?". Ciel mengusap dadanya pelan, ia akan memarahi Shasa karna mengubah nada deringnya sembarangan.

"Ciel, gue sama Talitha mau ke pasar malem, mau ikut ga? Ajak Rachel sekalian".

Ciel menatap jam yang tergantung di tembok kamarnya.

"Hm, boleh. Bentar gue telpon Rachel dulu". Setelah mengucapkan itu Ciel menutup telponnya.

Rachel

Chel, Wira sama Talitha mau ke pasar malem, ikut yu?

Malas, Ciel...

Ayolaaah~ ikut yaa

Yaudah, jemput sini

Ciel meloncat girang, pria itu meraih jaket dan memakainya tergesa gesa.

-o0o-

"Racheeelll"

"Tathaaaaa"

Kedua gadis itu berpelukan dengan erat seolah dua orang yang dipertemukan setelah tak berjumpa bertahun-tahun.

"Omo saya sangat merindukan kamu". Talitha melepaskan pelukannya.

Wira dan Ciel hanya mendengus malas, apakah semua perempuan seperti itu?

"Ica ga ikut?". Tanya Rachel bingung.

"Dia ada pengajian rutin". Jawab Talitha, Rachel mengangguk saja.

Wira dan Ciel mendekat, mereka saling merangkul.

"Let's go!!". Ajak Talitha semangat.

Rachel menarik tangan Ciel menuju wahana bianglala.

"Kita ke sini dulu, Talitha sama Wira biarin berdua aja". Ucapnya diiringi senyuman manis.

Ciel balas tersenyum, pria itu mengangguk patuh.

"Dulu kata papa, aunty suka naik biang lala". Ciel berucap refleks.

"Oh, ya? Terus bagaimana lagi?". Rachel menjadi pendengar yang baik.

Ciel menghela nafas, entah kenapa dadanya terasa sesak.

"Papa sering larang aunty karna takut bahaya, tapi aunty keras kepala, sering main sendirian". Pria itu menatap kerlap kerlip bangunan dari atas.

Rachel tersenyum lembut.

"Sekarang, aunty kamu dimana?". Tanyanya penasaran.

Ciel kali ini menatap langit gelap.

"Kata papa ada di sana". Rachel mengikuti arah pandang Ciel, gadis itu langsung mengerti.

"Ga pernah ketemu, ga pernah saling bicara, tapi rasanya gue sayang banget sama aunty, gue ngerasa sedih kalau liat fotonya, gue sering nangis kalau jumpa ke pemakamannya". Ciel bercerita masih dengan menatap langit.

Rachel mengelus bahu Ciel dengan lembut, merangkulnya hangat.

"Papa yang cerita langsung sama gue, denger cerita papa gue jadi takut kehilangan orang orang yang gue sayang". Gumam pria itu.

Ciel menggenggam tangan Rachel yang merangkulnya, menatap wajah gadis itu lekat lekat.

"Jadi, don't go! Tetap disini, bareng gue. Kita berdiri di garis yang sama. Ayo merajut benang merah!".

Rachel terdiam kaku, gadis itu balik menatap wajah Ciel yang memerah.

Dengan senyumannya Rachel berujar.

"Hm, ayo rajut benang merah". Ucapnya lirih, tak urung pipinya memerah.

Ciel tersenyum lebar, pria itu meraih kedua tangan Rachel, menggenggamnya erat.

"Kita ada di atas". Bisik Ciel.

Pria itu mendekatkan wajahnya hingga nafas keduanya saling beradu. Wajah keduanya semakin memerah.

Dan malam itu, dengan latar langit malam dan bulan yang cerah, mereka mencurahkan isi hati masing masing.

Saling berbagi hangatnya nafas, beradu dalam sebuah ciuman yang lembut. Tentunya berkesan.

Ah! Bulan bahkan tampak malu malu melihat mereka, sang lingkaran bercahaya itu bersembunyi dibalik awan.

Ciel menutup matanya, wajahnya memanas.

Baiklah, sekarang Ciel tak perlu ragu lagi. Kini Rachel miliknya.

Akan tetap menjadi miliknya.

###

"Ah, foto siapa yang kamu lihat?"

"..."

"Dari mana dia berasal? Dia sangat cantik"

"Indonesia"

"Aha! Kenapa aku sering berjumpa gadis cantik yang selalu berasal dari Indonesia"

"Benar, aku jadi penasaran apakan gadis gadis di Indonesia cantik semua?"

TBC

Thank you gys<3

ehehehehehehe

Ketua Kelas! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang